Forgive But Not Forget, Pentingkah?
Memaafkan seseorang yang telah melukai kita adalah salah satu tindakan paling sulit, tetapi juga paling membebaskan yang bisa kita lakukan. Namun, bagaimana jika memaafkan tidak selalu disertai dengan melupakan? Konsep "forgive but not forget" sering terdengar kontradiktif, tetapi sebenarnya sangat penting dalam proses penyembuhan dan perlindungan diri.
Ketika masih berada dalam sebuah rumah formasio menjadi calon imam hampir 30 tahun yang lalu, kami pernah diminta menuliskan pengalaman-pengalaman paling menyakitkan hati. Ya sebuah pengalaman yang ketika kita mengingatnya akan terasa sakit, luka dalam yang bernanah seakan terbuka lagi. Mengapa bisa terluka padahal pengalaman itu sudah lama berlalu bahkan sejak kita dalam kandungan ibu? Semakin lama kita tidak memaafkan, maka semakin lama pula luka itu ada bersama kita
Mengapa Perlu Memaafkan Tanpa Melupakan?
Pertanyaan reflektif ini amat penting karena semakin lama kita tidak memaafkan, maka semakin lama pula luka itu ada bersama kita. Yang jadi korban dari tindakan tiada maaf bagimu adalah diri kita, bukan orang lain. Menurut psikolog klinis Dr. Andrea Bonior, memaafkan tanpa melupakan membantu seseorang belajar dari pengalaman mereka. Melupakan bisa berarti mengabaikan tanda-tanda peringatan atau pola perilaku yang bisa membahayakan di masa depan. Dengan tidak melupakan, seseorang dapat melindungi diri dari kejadian serupa.
Ada tiga tujuan pertanyaan ini menjadi penting, yakni:
Pertama, Melindungi Diri Sendiri. Memaafkan itu menyembuhkan diri sendiri. Kita memaafkan bukan berarti melupakan. Karena melupakan sepenuhnya pengalaman buruk bisa membuat kita rentan terhadap kejadian serupa di masa depan. Ingatan tentang apa yang terjadi berfungsi sebagai pelajaran hidup yang mengingatkan kita untuk lebih berhati-hati.
Ahli psikologi positif Dr. Robert Enright, yang juga merupakan pelopor dalam penelitian tentang pengampunan, menyatakan bahwa memaafkan adalah langkah penting untuk kesehatan mental dan emosional. Namun, dia juga menekankan bahwa melupakan tidak selalu bermanfaat, karena ingatan tersebut dapat membantu seseorang tetap kuat dan waspada, serta mencegah mereka menjadi korban berulang kali.
Kedua, Penyembuhan yang Seimbang. Memaafkan memungkinkan kita untuk melepaskan beban emosional (yang menggerogoti kesehatan mental kita sehingga berimbas pada kesehatan fisik), sementara tidak melupakan membantu kita tetap waspada. Ini adalah cara untuk menjaga keseimbangan antara melepaskan rasa sakit dan belajar dari pengalaman. Hal senada dikatakan oleh ahli terapi keluarga dan pernikahan, Dr. Harriet Lerner. Ia menekankan bahwa memaafkan tanpa melupakan memungkinkan seseorang untuk tetap realistis dalam hubungan mereka. Ini tidak berarti terus-menerus mengungkit kesalahan, tetapi lebih pada mengenali dinamika yang ada sehingga dapat bekerja bersama untuk membangun kepercayaan dan memperbaiki hubungan secara lebih mendalam.
Ketiga, Menghindari Kepahitan. Dengan memaafkan, kita mencegah diri kita dari tenggelam dalam kepahitan dan dendam yang berkepanjangan. Tidak melupakan membuat kita tetap realistis tentang apa yang terjadi tanpa membiarkan emosi negatif menguasai hidup kita. Menurut Dr. Fred Luskin, direktur Proyek Pengampunan di Stanford, memaafkan tanpa melupakan memungkinkan seseorang untuk menetapkan batasan yang lebih sehat dalam hubungan mereka. Ini membantu menjaga keseimbangan antara kebaikan hati dan perlindungan diri.
Untuk Siapa Kita Memaafkan?
Banyak orang berpikir bahwa memaafkan berarti memberi kebebasan kepada orang yang telah melukai kita. Namun, kenyataannya adalah, memaafkan lebih UNTUK DIRI KITA SENDIRI DARIPADA UNTUK ORANG LAIN. Memaafkan sering kali dianggap sebagai tindakan mulia, tetapi pertanyaan "Untuk siapa kita memaafkan?" mengundang refleksi mendalam.
Ketika kita memaafkan, kita melepaskan diri dari belenggu rasa sakit dan kebencian yang bisa menggerogoti kebahagiaan kita. Dengan memaafkan, kita mengambil kembali kendali atas kehidupan kita dan membuka pintu bagi kedamaian batin. Dengan memaafkan kita tidak membiarkan diri ditindas oleh perasaan negative yang berkepanjangan. Berikut beberapa pendapat dari para ahli tentang untuk siapa kita sebenarnya memaafkan:
Pertama, Untuk Diri Sendiri. Menurut psikolog klinis Dr. Everett Worthington, memaafkan orang lain sebenarnya lebih banyak manfaatnya untuk diri sendiri. Ketika seseorang memaafkan, mereka melepaskan beban emosional yang berat, seperti kemarahan, dendam, dan kebencian. Hal ini dapat meningkatkan kesehatan mental, mengurangi stres, dan meningkatkan kesejahteraan umum. Worthington berpendapat bahwa dengan memaafkan, kita membebaskan diri dari belenggu perasaan negatif yang dapat merusak hidup kita sendiri.
Kedua, untuk Hubungan yang Lebih Baik. Dr. Fred Luskin, direktur Proyek Pengampunan di Stanford, berpendapat bahwa memaafkan juga penting untuk memperbaiki dan mempertahankan hubungan yang berharga. Memaafkan memungkinkan seseorang untuk melewati konflik dan melanjutkan hubungan dengan cara yang lebih sehat. Ini bukan hanya untuk kebaikan diri sendiri tetapi juga untuk menjaga kedamaian dan keharmonisan dalam hubungan.
Ketiga, untuk Pertumbuhan Spiritual. Dalam konteks spiritual, Marianne Williamson, seorang penulis dan pengajar spiritual, menyatakan bahwa memaafkan adalah tindakan cinta yang penting dalam pertumbuhan spiritual seseorang. Williamson menekankan bahwa kita memaafkan untuk mendekatkan diri pada nilai-nilai kemanusiaan dan cinta kasih yang lebih tinggi, yang pada akhirnya membawa kita pada kedamaian batin.
Keempat, untuk Komunitas dan Masyarakat. Ahli filsafat dan teolog Desmond Tutu, melalui karyanya dalam proses rekonsiliasi di Afrika Selatan, menunjukkan bahwa memaafkan bukan hanya untuk individu, tetapi juga untuk komunitas dan masyarakat. Dengan memaafkan, kita berkontribusi pada penyembuhan kolektif dan membangun kembali kepercayaan di antara orang-orang, yang sangat penting dalam konteks konflik sosial dan ketidakadilan.
Bagaimana Jika Masih Sulit Memaafkan?
Memaafkan bukanlah proses yang instan, dan terkadang sangat sulit dilakukan, terutama jika luka yang ditimbulkan sangat dalam. Dari pengalaman pribadi, ketika mengolah luka batin masa kecil, bahkan pengalaman negative yang kita peroleh sejak dalam kandungan ibu pun membuat kita amat terluka.
Dalam pengolahan (lewat meditas dan kontemplasi) pada tahun 1994 itu, mama melihat perlakuan negative yang dialami mama saya selama saya masih dalam kandungan ibu. Ketika dikonfirmasi penemuan itu, mama membenarkan semua temuan batin itu. Penemuan luka masa lalu itu amat berat, butuh proses yang tidak sebentar. Dan berkat pendampingan dari pastor yang ahli di bidang itu, saya bisa melewatinya.
Berdasarkan pengalaman pribadi dan beberapa bahan bacaan lainnya, berikut beberapa solusi yang bisa membantu:
Pertama, Berikan Waktu. Jangan memaksakan diri untuk memaafkan sebelum Anda siap. Karena jika demikian hanyalah sebuah rasionalisasi yang tidak menyentuh akar kesakitan, hanya sebuah "hiburan" bahwa kita sudah memaafkan. Memaafkan membutuhkan waktu, dan prosesnya berbeda bagi setiap orang.
Kedua, Terapi atau Konseling. Jika Anda merasa sangat kesulitan memaafkan, berbicara dengan terapis atau konselor bisa membantu. Mereka bisa memberikan perspektif baru dan teknik untuk membantu Anda melepaskan rasa sakit. Itulah yang saya alami ketika melakukan pengolahan luka batin atas peristiwa yang terjadi di masa lalu.
Ketiga, Praktikkan Empati. Cobalah untuk memahami dari mana datangnya tindakan orang lain, tanpa membenarkan apa yang mereka lakukan. Atau mengambil posisi "seolah-olah" kita adalah orang lain, atau orang lain adalah kita" yang sama-sama terluka. Ini bisa membantu Anda melihat situasi dengan lebih jernih dan memudahkan proses memaafkan.
Keempat, Fokus pada Kebahagiaan Diri. Ingat bahwa memaafkan adalah untuk kesejahteraan Anda sendiri. Alihkan perhatian pada hal-hal yang membuat Anda bahagia dan sehat.
Happy Ending: Hadiah untuk Diri Sendiri
"Forgive but not forget" adalah cara yang sehat untuk berdamai dengan masa lalu tanpa mengabaikan pelajaran yang dapat kita maknai. Memaafkan adalah hadiah untuk diri sendiri, membuka jalan bagi penyembuhan dan kebahagiaan yang lebih besar. Namun, tidak melupakan adalah bentuk perlindungan diri, memastikan kita tidak mengulangi kesalahan yang sama. Jika memaafkan terasa sulit, ingatlah bahwa ini adalah proses yang memerlukan waktu, dan tidak apa-apa untuk meminta bantuan ketika dibutuhkan.
Dr. Robert Enright - Ahli psikologi positif dan pelopor dalam penelitian pengampunan, Enright berpendapat bahwa memaafkan adalah langkah penting dalam proses penyembuhan. Meskipun melupakan bisa membuat seseorang rentan terhadap kesalahan yang sama, dengan mengingat apa yang telah terjadi, individu dapat mengambil tindakan untuk melindungi diri mereka sendiri dan belajar dari pengalaman tersebut. Ini adalah hadiah karena memberikan kekuatan dan kebijaksanaan yang lebih besar.
Pada akhirnya, memaafkan adalah langkah menuju kehidupan yang lebih damai dan penuh makna. Semoga tulisan singkat ini bisa menginspirasi, sekurang-kurangnya bagi saya pribadi untuk tidak menimbun luka dengan dendam dan tidak mau memaafkan sesama.
 Referensi:
https://psychcentral.com/health/reasons-to-forgive-but-not-forget
https://www.wikihow.health/Forgive-Without-Forgetting
https://markmanson.net/forgiveness
https://www.emotionalaffair.org/how-to-forgive-but-not-forget/
https://stanfordmag.org/contents/8-tips-for-forgiving-someone-who-hurt-you
https://olret.viva.co.id/life/3601-sudah-memaafkan-tapi-tidak-bisa-melupakan-apakah-belum-ikhlas
https://islami.co/maafkan-tapi-tidak-melupakan-prof-quraish-shihab-itu-bukan-maaf-namanya/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H