Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kok Dia Glossofobia, sih?

8 Agustus 2024   12:18 Diperbarui: 8 Agustus 2024   12:33 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KOK DIA GLOSSOFOBIA, SIH?

Saya berusaha menjawab judul yang interogatif di atas melalui dua kasus di bawah ini, dan selanjutnya berusaha menjelaskannya dari berbagai hasil bacaan terhadap persoalan glossofobia

Kasus 1: Badan Melda (bukan nama sebenarnya) gemetaran, tangannya dilipat kuat di dada, wajahnya merah dengan butiran keringat besar-besar di dahinya. Dia menyembunyikan tubuhnya di balik teman-temannya. Dia tidak mau tampil ketika dipanggil untuk menjawab pertanyaan di depan teman-temannya. Dia trauma bicara di depan umum karena pernah dilecehkan secara psikologis, dikatakan sebagai anak yang bodoh.

Kasus 2: Seorang anak berusaha 4,5 tahun selalu berteriak ketika melihat seorang pria dewasa di dekatnya. Dia belum bisa berkomunikasi dengan baik dengan siapapun. Hanya ibunya yang bisa memahami apa yang dia maui. Rupanya, sejak usia satu tahun kedua orang tuanya sangat sibuk bekerja dan membiarkan dia asyik dengan android. Bagi kedua orang tuanya (yang bekerja di rumah) android menjadi cara mencegah anaknya tidak mengganggu pekerjaan mereka. Kalau pun dia mencari orang tuanya, akan dibentak-bentak karena merasa terganggu oleh rengekan atau tangisan minta perhatian. Si anak menjadi takut dengan siapapun. Orang bilang si anak mengalami keterlambatan bicara (speech delay), kenyataannya saat sendirian anak itu sangat lancar bicara (sendiri) menirukan apa yang dia dengar dari yang dia tonton dari android yang dijadikan senjata menenangkan dari orang tua.

Pernahkah Anda berhadapan dengan orang yang amat ketakutan untuk bertemu orang lain atau berbicara di depan umum? Atau pernahkah Anda berhadapan dengan dua kasus di atas? Tahukah Anda apa nama penyakit yang demikian? Bagaimana solusi dan mengatasinya?

(i.pinimg.com)
(i.pinimg.com)

Penyebab Glossofobia

Terhadap dua kasus di atas, orang sering menyebutnya "glossofobia" atau fobia/takut berbicara dengan atau di hadapan orang lain adalah glossofobia. Kata "glossofobia" berasal kata Bahasa Yunani glossa (tongue, lidah atau bicara) dan phobos (phobia, fear atau takut). Glossofobia merupakan sebuah ketakutan yang berlebihan dan tidak rasional terhadap berbicara di depan umum atau berkomunikasi dengan orang lain dalam suatu kerumuman sosial. Glossofobia bisa terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak.

Ada beberapa penyebab terjadinya glossofobia pada seseorang, antara lain: 

Pertama, Pengalaman Negatif Masa Lalu. Pengalaman traumatis atau memalukan ketika berbicara di depan umum atau dalam situasi sosial dapat meninggalkan kesan mendalam dan menyebabkan fobia ini. 

Pengalaman negatif ini memang dapat menjadi faktor signifikan yang memicu glossofobia. Ketika seseorang mengalami kejadian traumatis atau memalukan saat berbicara di depan umum, hal itu dapat membekas dan memengaruhi cara pandang serta respons emosional mereka terhadap situasi serupa di masa depan. Misalnya, jika seorang anak diejek atau dihakimi secara negatif ketika berbicara di kelas, mereka mungkin mulai merasa cemas atau takut menghadapi situasi serupa.


Selain itu, pengalaman ini bisa menimbulkan perasaan tidak aman dan meningkatkan kekhawatiran tentang penilaian orang lain. Rasa takut ini sering kali diperkuat oleh pikiran negatif atau keyakinan bahwa kejadian memalukan tersebut akan terulang kembali. Seiring waktu, pola pikir ini dapat membentuk pola perilaku menghindar, individu cenderung menjauh dari situasi sosial atau berbicara di depan umum untuk melindungi diri dari kemungkinan mengalami hal yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun