Kepingan Cahaya di Balik Jendela
Nona Moi, siswi kelas X yang terkenal dengan ketenangannya. Ia tinggal bersama ayahnya, Pak Noanoa, seorang guru matematika di sekolah menengah. Ibunya, Ibu Ngiu, bekerja di luar kota sebagai perawat, dan hanya pulang sekali setiap dua bulan. Meskipun demikian, keluarga mereka tetap harmonis, saling mengisi dan mendukung satu sama lain.
Pagi itu, seperti biasa, Nona Moi duduk di ruang kelas dengan tenang. Wajahnya yang cantik dengan kulit kekuningan memancarkan ketenangan, meskipun ia irit kata. Sebagian besar temannya sudah terbiasa dengan keheningan Nona Moi. Mereka menganggapnya sebagai bagian dari karakter uniknya. Namun, yang tidak diketahui banyak orang adalah bahwa Nona Moi memiliki dunia kecil yang penuh warna di dalam pikirannya, yang jarang ia tunjukkan pada orang lain.
Di rumah, Nona Moi dan Pak Noanoa memiliki kebiasaan sore hari yang selalu mereka jalani. Setelah makan malam, mereka duduk di ruang keluarga sambil menikmati teh hangat. Di momen-momen seperti inilah Nona Moi sering bercerita pada ayahnya tentang kejadian-kejadian kecil di sekolah, meskipun kadang hanya melalui tulisan. Pak Noanoa selalu mengagumi tulisan Nona Moi yang rapi dan bahasa yang indah. Seolah, saat menulis, Nona Moi bisa menunjukkan sisi lain dari dirinya yang tersembunyi.
Suatu hari, Nona Moi sedang duduk di bangku taman sekolah sambil membaca buku, salah satu teman sekelasnya, Rani, mendekatinya. "Nona Moi, kamu lagi baca apa?" tanya Ganirai dengan ceria.
Nona Moi tersenyum kecil sambil menunjukkan sampul buku itu. "Ini novel tentang perjalanan seorang gadis muda yang menemukan keberanian dalam dirinya," jawab Nona Moi singkat.
Ganirai duduk di samping Nona Moi. "Aku sering lihat kamu sendirian. Apa kamu nggak kesepian?"
Nona Moi menatap Ganirai sejenak, kemudian menggeleng. "Aku suka sendirian. Tapi bukan berarti aku kesepian," jawabnya dengan suara lembut.
Rani terdiam, mengamati Nona Moi dengan rasa ingin tahu. "Aku harap kita bisa lebih sering ngobrol. Aku suka cara kamu memandang dunia," kata Ganirai dengan tulus.
Nona Moi tersenyum, sedikit terkejut mendengar pujian itu. "Aku juga senang bisa ngobrol sama kamu, Ganirai," balasnya.