Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tawa di Ujung Perjuangan

26 Juli 2024   22:41 Diperbarui: 26 Juli 2024   22:48 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(foto oleh: Pak Hillarius)

Tawa di Ujung Perjuangan

#berdasarkankisahnyata

Di sebuah desa terpencil di pedalaman Flores, ada seorang anak bernama Cily. Sejak kecil, Cily sudah menunjukkan ketertarikan yang besar terhadap dunia di luar desanya. Ia sering duduk di bawah pohon besar, memandangi langit biru sambil membayangkan tempat-tempat jauh yang pernah ia baca di buku-buku bekas dari perpustakaan kecil sekolahnya. Mimpinya sederhana namun besar: ia ingin menjadi seseorang yang membawa perubahan bagi desanya dan menginspirasi anak-anak lain untuk berani bermimpi.

Setelah menyelesaikan pendidikan SMA, Cily mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi S1 di Makassar. Itu adalah langkah besar bagi seorang anak desa yang belum pernah meninggalkan tanah kelahirannya. Namun, tantangan tak pernah jauh dari Cily. Keluarganya yang hanya mengandalkan hasil bertani merasa berat untuk membiayai pendidikannya. Dengan hati yang mantap, Cily memutuskan untuk kuliah sambil bekerja. Ia bekerja sebagai buruh bangunan, menabung setiap rupiah untuk mewujudkan mimpinya. Pagi kuliah, sore sampai malam ia bekerja. Menahan lapar dan haus, agar tercukupi biaya studi.

Kehidupan sebagai mahasiswa penuh dengan perjuangan. Ia masih ingat, sebelum memasuki jenjang Perguruan Tinggi, dia bahkan pernah tinggal setahun di luar, bekerja dan mengumpulkan uang agar bisa sekolah di SMA favorit di daratan Flores. Ia harus bersabar karena ijazahnya ditahan karena belum  membayar SPP berupa 300 kg beras. Sang ayah berjuang sekuat tenaga agar Cily bisa mendapatkan ijazah SMA. Heroiknya, saat SPP berupa beras bisa terbayarkan, ia bahkan mendapat plakat penghargaan karena menjadi lulusan terbaik dan meraih rangking satu. Plakat itu seolah menjadi simbol keberhasilannya mengatasi segala rintangan.

Kerja keras dan dedikasinya berbuah manis. Cily lulus sebagai mahasiswa terbaik di universitasnya. Perjalanan Cily tidak berhenti di situ. Setelah lulus, ia kembali ia mengabdikan diri sebagai guru Bahasa Inggris di Kota Daeng. Melihat potensi dan semangatnya, sebuah organisasi internasional memberinya beasiswa untuk melanjutkan studi S2 di Australia, negeri kanguru yang jauh.

Di Australia, Cily kembali menghadapi tantangan baru: beradaptasi dengan budaya dan lingkungan yang berbeda. Namun, keteguhan hatinya membuatnya terus maju. Ia menyelesaikan studi dengan gemilang dan kembali ke Indonesia, memilih Yogyakarta sebagai tempatnya mengajar dan berbagi ilmu.

Yogyakarta menjadi kota yang penuh kenangan bagi Cily. Di kota inilah ia bertemu dengan Aulia, seorang gadis muda yang bekerja di bank namun juga mencintai pendidikan. Keduanya saling memahami dan mendukung, terutama dalam perjalanan karier masing-masing. Setelah beberapa tahun mengajar dan menyempurnakan kemampuan, Cily merasa terpanggil untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S3, kembali ke Australia dengan beasiswa penuh.

Pendidikan S3 menjadi puncak perjuangan Cily. Tesisnya mengenai metode pengajaran bahasa Inggris untuk anak-anak mendapat banyak pujian. Ia berhasil menyelesaikan program doktornya dengan predikat cum laude. Pada saat kembali ke Indonesia, Cily membawa bukan hanya gelar baru, tetapi juga visi yang lebih besar untuk mengembangkan pendidikan di daerah terpencil.

Hari ini, di sebuah aula besar di kampus ternama Yogyakarta, Cily dikukuhkan sebagai guru besar bahasa Inggris. Ia berdiri dengan bangga di depan undangan dan rekan sejawat, mengenang perjalanan panjang yang telah dilaluinya. Semua kesulitan, kerja keras, dan pengorbanan terasa terbayar lunas. Kedua orang tuanya, yang sudah di alam sana tentu menyaksikan anak mereka meraih impian yang tampak mustahil di masa lalu.

Cily mengambil mikrofon, suara tepuk tangan bergemuruh menyambutnya. "Perjalanan ini adalah bukti bahwa mimpi bisa diraih oleh siapa saja yang mau berjuang dan tidak pernah menyerah," katanya dengan suara tegas. "Saya berdiri di sini hari ini karena cinta dan dukungan dari keluarga, sahabat, dan orang-orang yang percaya pada saya. Dan saya ingin setiap anak di desa-desa terpencil tahu bahwa mereka juga bisa mencapai apapun yang mereka impikan."

Ia tahu bahwa menjadi guru besar bukanlah akhir, tetapi menjadi awal dari perjalanan baru. Sebagai guru besar, ia bertekad untuk terus menginspirasi dan membuka jalan bagi anak-anak dari desa-desa terpencil agar dapat meraih impian mereka.

Kehidupan Cily adalah bukti nyata bahwa di balik setiap kesulitan, selalu ada cahaya harapan yang menunggu untuk ditemukan, selalu ada tawa yang menanti di ujung penantian. Dengan hati yang penuh rasa syukur, ia melangkah ke masa depan, membawa perubahan dan harapan bagi banyak orang. Di ujung perjuangan, Cily menemukan bahwa kebahagiaan sejati adalah ketika impian yang terwujud dapat menginspirasi dan membantu orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun