1) Citra Partai yang Kurang Positif. Banyak kader partai yang mungkin terpengaruh oleh citra negatif partai mereka di mata publik, terutama jika partai tersebut terlibat dalam berbagai skandal moral atau korupsi atau masalah internal.Â
2) Kurangnya Daya Tarik Individu. Tidak semua kader memiliki daya tarik atau karisma yang cukup untuk menarik pemilih independen atau apatis. 3) Adanya Kompetisi Internal. Kader partai sering kali harus bersaing dengan sesama kader untuk mendapatkan dukungan internal, yang bisa memecah belah basis dukungan mereka.
Daripada perjuangan partai tidak maksimal dan tiga penyebab internal di atas, maka partai akan mengambil "jalan tol" dengan memilih orang non partai sebagai calon yang diikutkan dalam pilkada.
Fenomena ini cenderung sebagai jalan pintas yang pragmatis bagi tokoh-tokoh non-partai untuk maju dalam Pilkada tanpa harus melalui proses pendaftaran independen yang biasanya lebih rumit dan memakan waktu.Â
Beberapa pandangan menyoroti bahwa langkah ini bisa menguntungkan baik bagi tokoh tersebut maupun partai yang mendukung mereka, karena bisa membawa keuntungan strategis antara lain, pertama adanya Koalisi Simbolik.Â
Mengusung tokoh non-partai bisa menjadi simbol keterbukaan dan fleksibilitas partai, yang dapat menarik simpati pemilih. Kedua, adanya diversifikasi dukungan: Hal ini memungkinkan partai untuk menjangkau basis pemilih yang lebih luas dan beragam khususnya pemilih pemula yang mengidolakan sang calon.
Model "jalan tol" ini nampak baik namun secara organisatoris tidaklah bagus. Pendidikan dan kaderisasi internal partai tidak jalan. Selain itu langkah ini bisa mengaburkan garis antara partai politik dan independensi, serta mengurangi kesempatan bagi kader-kader partai yang telah berjuang lama untuk mendapat pengakuan.Â
Jika tidak dikelola dengan baik, kolaborasi ini bisa menimbulkan konflik internal dalam partai, terutama jika tokoh non-partai tersebut tidak sepenuhnya sejalan dengan visi dan misi partai.
Dari beberapa pilkada yang berlangsung, kita dapat menyimpulkan bahwa fenomena ini mencerminkan dinamika politik yang semakin kompleks di Indonesia, di mana strategi dan pendekatan yang fleksibel diperlukan untuk memenangkan hati pemilih yang semakin kritis dan beragam.
Yang pasti pilihan partai untuk menetapkan calon non kader semakin menegaskan adanya jalan berlubang bagi kader dan jalan tol bagi non kader yang penting populer dan kemungkinan terpilihnya lebih besar. Tentu seperti jalan tol yang kian mahal, kader non partai tentu menyiapkan mahar yang besar pula. Yang penting wani piro! Ini sudah rahasia umum!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H