TERSANDUNG DI TIKUNGAN RAYUANÂ
Di sebuah perusahaan yang sibuk di pusat kota, Nina adalah seorang pegawai yang rajin dan berdedikasi. Ia selalu berusaha memberikan yang terbaik dalam pekerjaannya. Karena kerajinan dan dedikasinya ini, sang bos merasa tertarik padanya. Ia sudah merencakan sesuatu agar selain bekerja juga mendapatkan sang bawahan namun tanpa suatu paksaan. Ia harus bermain cantik secantik Nina yang disukainya. Suatu hari, bosnya, Pak Danu, memanggilnya ke ruangannya.
"Nina, bisa bantu saya selesaikan laporan ini? Ini sangat mendesak dan harus selesai malam ini," kata Pak Danu dengan senyuman yang selalu tampak ramah di wajahnya.
Nina mengangguk meski dalam hatinya sedikit resah. Pekerjaannya sendiri masih menumpuk dan belum terselesaikan. Tapi, karena tak ingin dianggap tidak profesional, ia pun menerima tugas tambahan itu.
Hari demi hari, permintaan Pak Danu semakin sering datang. Tugas-tugas mendadak dan menumpuk mulai mengganggu pekerjaan utama Nina. Namun, yang lebih mengganggu adalah cara Pak Danu mulai menunjukkan perhatian yang berlebihan padanya.
"Nina, kamu bekerja sangat keras. Bagaimana kalau kita makan malam bersama nanti? Saya ingin membicarakan peluang karirmu di perusahaan ini," ucap Pak Danu dengan nada menggoda.
Mendengar ajakan Pak Danu, hati Nina berdegup kencang. Dalam benaknya, berbagai pikiran berkecamuk. Sebagai seorang profesional, ia tahu bahwa tawaran makan malam tersebut seharusnya tidak perlu dikhawatirkan. Namun, nada menggoda yang digunakan oleh Pak Danu membuatnya merasa tidak nyaman. Nina selalu berusaha menjaga batasan antara kehidupan pribadi dan profesional, dan ajakan ini tampak melampaui batasan itu. Ia takut jika menolak, karirnya bisa terancam, mengingat Pak Danu adalah atasan langsungnya yang memiliki pengaruh besar di perusahaan.
Namun, Nina juga sadar bahwa mengiyakan ajakan tersebut bisa berarti mengorbankan prinsip dan kenyamanannya. Batin Nina bergejolak, antara rasa takut mengecewakan atasan dan keinginan untuk menjaga integritas diri. Ia tahu bahwa keputusan ini bukan hanya tentang makan malam, tapi tentang bagaimana ia menegakkan batasan profesional yang sehat. Nina merasa harus tegas untuk menjaga dirinya, meski itu berarti menghadapi risiko dalam karirnya. Akhirnya, dengan segala keberanian yang ia kumpulkan, Nina memutuskan untuk menolak ajakan tersebut dengan halus namun tegas, sambil berharap bahwa profesionalismenya akan dipahami dan dihargai. Akhirnya, Nina menolak dengan halus, "Terima kasih, Pak. Tapi saya sudah ada janji dengan keluarga."
Situasi semakin sulit. Pak Danu mulai memberikan tugas-tugas yang tidak masuk akal dan sering kali disertai dengan rayuan yang semakin jelas. Nina merasa tertekan dan bingung harus bagaimana. Hingga suatu hari, ia memutuskan untuk berdiskusi dengan rekan kerjanya, Sinta.
"Sinta, aku sudah nggak nyaman dengan sikap Pak Danu. Setiap kali dia memberikan tugas, selalu ada rayuan yang mengikutinya. Aku harus gimana ya?" keluh Nina.
Sinta mengangguk penuh pengertian. "Kamu harus tegas, Nina. Kalau kamu merasa tidak nyaman, sampaikan saja. Tapi lakukan dengan profesional."
Keesokan harinya, Nina memberanikan diri untuk berbicara dengan Pak Danu. "Pak, saya ingin bicara tentang tugas-tugas yang Bapak berikan. Saya merasa beban kerja saya sudah cukup banyak dan saya ingin menyelesaikan pekerjaan utama saya dengan baik."
Pak Danu tampak terkejut. "Nina, kamu tidak mau membantu saya lagi?" ucapnya dengan nada menyudutkan.
"Saya tetap ingin membantu, Pak. Tapi saya juga ingin memastikan pekerjaan saya sendiri tidak terabaikan. Dan saya merasa tidak nyaman dengan perhatian Bapak yang berlebihan," jawab Nina tegas.
Nina melaporkan kejadian tersebut ke HRD perusahaan. Setelah beberapa minggu penyelidikan, akhirnya terungkap bahwa Pak Danu memang sering kali melakukan tindakan asusila terhadap beberapa karyawan perempuan lainnya. Kasus ini membuat geger seluruh perusahaan.
Pihak manajemen segera mengambil tindakan tegas. Pak Danu diberhentikan dari jabatannya dan dipecat dengan tidak hormat. Sang Boss akhirnya tersandung di tikungan rayuannya sendiri. Ia merayu gadis yang salah, seorang gadis pemberani dan tahu membedakan batasan privat dan professional. Sejak saat itu Perusahaan memberikan atensi untuk semua karyawan, termasuk para atasan di dalam perusahaan agar tahu membedakan kerja professional dan rayuan cinta sesaat yang menyesatkan. Semua karyawan -- pria dan wanita - diberi pelatihan tentang pelecehan seksual dan bagaimana melaporkannya.
Nina merasa lega. Meski sempat ragu, ia akhirnya menemukan kekuatan untuk bersuara dan berdiri melawan ketidakadilan. Kini, ia bekerja dengan lebih tenang dan tahu bahwa perusahaan tempatnya bekerja tidak akan mentoleransi perilaku yang tidak bermoral.
NB:
Cerita ini fiktif belaka. Para tokoh juga fiktif, jika ada yang sama namanya itu hanya kebetulan. Cerita ini adalah pengingat bahwa kita harus berani menyuarakan ketidakadilan dan pelecehan di tempat kerja. Profesionalisme bukan berarti menerima semua permintaan tanpa mempertimbangkan kenyamanan dan batasan pribadi kita. Berani menolak dan melaporkan tindakan yang tidak pantas adalah langkah penting dalam menjaga integritas dan martabat diri kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H