Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Empat Puluh Tahun Pena Menari

24 Juni 2024   22:21 Diperbarui: 24 Juni 2024   22:22 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: antaranews.com)

#PutibaPengabdianTengsoe

Empat puluh tahun pena menari,
Di atas lembaran waktu, kisah terurai.
Tengsoe, engkau merangkai mimpi,
Dalam bait-bait indah, dunia sastra berseri.

Pengabdianmu dalam kata-kata yang menyejuk,
Mengalir bagai sungai, tiada henti mengalun.
Setiap puisi, cerita, dan renungan mendesak,
Menyelami hati pembaca, menanamkan keagungan.

Empat puluh tahun, perjalanan penuh makna,
Tengsoe, pelita dalam kegelapan sastra.
Dengan cinta dan dedikasi yang setia,
Kau ukir sejarah, di kanvas sastra yang abadi.

(sumber: antaranews.com)
(sumber: antaranews.com)

Puisi ini saya buat untuk mensyukuri, mengenang dan berterima kasih atas perjalanan panjang seorang sastrawan, Tengsoe Tjahjono, dalam dunia sastra Indonesia selama empat dekade. "Empat puluh tahun pena menari" menggambarkan konsistensi dan dedikasi Tengsoe dalam menulis, seolah-olah pena menjadi alat tari yang indah di tangannya. "Di atas lembaran waktu, kisah terurai" menunjukkan bagaimana perjalanan waktu diisi dengan karya-karya yang membentuk narasi hidup dan pengalaman yang luas.

Saya secara pribadi baru bertemu pertama kali tahun 2017 lalu ketika kopdarnas penulis yang tergabung dalam Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias (KPKDG). Saat itu para penyair kawakan seperti Eka Budianta dan Joko Pinurbo juga hadir. Selain itu saya makin intens berkomunikasi ketika tertarik dengan genre sastra baru yang diperkenalkan oleh Tengsoe, "Cerita Pendek Tiga Paragraf atau Pentigraf". Sejak saat itu saya begitu gandrung menulis pentigraf dengan tokoh tunggal Bung Karno hingga menerbitkan dua buku pentigraf khusus tentang Bung Karno.

Ini hanya salah satu dampak positif dari seorang Tengsoe. Ia juga menghadirkan kegembiraan sastra dengan sebutan yang asyik didengar, "Sastra Tiga." Ia bahkan menulis semacam "kitab suci"nya sastra tiga berjudul "BERUMAH DALAM SASTRA TIGA" Pertanyaan dan Jawaban tentang: Cerpen Tiga Paragraf (Pentigraf); Cerita Tiga Kalimat (Tatika); Puisi Tiga Bait (Putiba) dan Puisi Tiga Baris (Putibar). Sebelumnya ia menulis semacam buku tafsir Pentigraf berjudul "MENEROKA DAPUR PENTIGRAF." Tentu saja, selain kedua buku ini Tengsoe telah menulis banyak antologi puisi pribadi bahkan sejak masa masih sekolah.

"Tengsoe, engkau merangkai mimpi" menegaskan peran Tengsoe sebagai seorang pencipta, yang melalui karyanya mampu menghidupkan mimpi-mimpi, baik miliknya maupun pembacanya. "Dalam bait-bait indah, dunia sastra berseri" menekankan dampak positif dan keindahan yang dibawa oleh karya-karyanya, membuat dunia sastra menjadi lebih bercahaya dan berwarna. Secara keseluruhan, bait kedua merupakan penghormatan untuk mengakui kontribusi besar Tengsoe Tjahjono dalam memperkaya dunia sastra dengan dedikasi dan karya-karyanya yang penuh makna.

Bait kedua menggarisbawahi kualitas dan dampak dari karya-karya Tengsoe Tjahjono dalam dunia sastra. Dedikasi Tengsoe dalam menulis dengan penuh ketulusan dan kebijaksanaan, di mana kata-katanya membawa ketenangan dan kenyamanan bagi para pembaca. Karya-karya Tengsoe terus mengalir secara konsisten dan tanpa henti, seperti aliran sungai yang tidak pernah berhenti. Ini menunjukkan produktivitas dan kesinambungan dalam pengabdian sastra. Selain itu, setiap karya yang dihasilkan oleh Tengsoe tidak hanya indah secara estetis, tetapi juga memiliki daya dorong yang kuat, memaksa pembaca untuk merenung dan merasakan emosi yang dalam.

Hal ini dibuktikan dengan adanya banyak sekali kelompok penulis yang bergabung dalam Kampung Pentigraf Indonesia (Facebook) mapun Kampung Sastra Tiga (WAG) yang telah menghasilkan belasan buku bersama dengan aneka tema. Tengsoe hadir sebagai kompor yang menyalakan semangat menulis bagi para penulis baik pemula maupun yang sudah kelas penyair nasional.

(sumber: antaranews.com)
(sumber: antaranews.com)

Tengsoe sepertinya mampu "Menyelami hati pembaca, menanamkan keagungan" melalui karya-karyanya yang menjangkau dan menyentuh hati pembaca, meninggalkan kesan yang mendalam dan mengajarkan nilai-nilai luhur. Ini menggambarkan kekuatan dan keagungan pesan yang terkandung dalam setiap kata yang ditulis oleh Tengsoe. Kontribusi Tengsoe Tjahjono dalam menciptakan karya-karya sastra yang tidak hanya indah, tetapi juga memiliki kekuatan untuk menginspirasi dan memberikan kedalaman emosional serta intelektual bagi pembacanya.

Sedangkan pada bait ketiga memberikan penutup yang kuat dan menghormati kontribusi Tengsoe Tjahjono dalam dunia sastra. "Empat puluh tahun, perjalanan penuh makna" merangkum panjangnya waktu dan kaya makna dari dedikasi Tengsoe selama empat dekade dalam menulis. Ini menggarisbawahi betapa signifikan dan berharga perjalanan kreatifnya. Empat puluh bukan melulu soal angka linier tetapi tentang kualitas kehadirannya dalam dunia sastra Indonesia.

Tengsoe bisa digambarkan sebagai sumber cahaya dan inspirasi di dunia sastra. Dalam konteks ini, "kegelapan" bisa diartikan sebagai masa-masa sulit atau kekurangan inspirasi dalam sastra, di mana Tengsoe hadir sebagai penerang yang membawa cahaya dan harapan "dengan cinta dan dedikasi yang setia." Kata-kata ini hendak menekankan betapa besar cinta dan komitmen Tengsoe terhadap seni menulis. Cinta dan dedikasi ini merupakan fondasi yang membuat karyanya begitu bermakna dan menyentuh banyak hati.

Dengan penghargaan yang diberikan oleh pemerintah kepada Tengsoe dan kawan-kawannya seperti Anwar Putra Bayu, Bambang Widiatmoko, Narko Sudrun, Broto, Ahmadun Y. Herfanda, Suharmono, Aming Aminoedhin, Shoim Anwar, Tri Astoto Kodarie, Budi Sardjono berarti negara mengakui kontribusi Tengsoe yang tak terlupakan dalam dunia sastra. Saya melukiskan lestari karya Tengsoe dengan kata "ukir" untuk menggambarkan bahwa karya-karya Tengsoe tidak hanya sementara, tetapi akan terus dikenang dan dihargai sepanjang masa pada "kanvas sastra yang abadi." Keabadian dalam sastra berarti kontribusi Tengsoe akan tetap ada dalam sejarah sastra selamanya.

Mari kita ikut bergembira merayakan perjalanan panjang dan penuh makna dari Tengsoe Tjahjono, sosok yang telah memberikan kontribusi abadi dengan cinta dan dedikasi yang tak tergoyahkan, menjadi pelita yang menerangi dunia sastra.

Tengsoe dan sahabat (foto: Koleksi Tengsoe)
Tengsoe dan sahabat (foto: Koleksi Tengsoe)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun