Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Editor - Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makna Idul Kurban dalam Frame Kebhinekaan di Indonesia

17 Juni 2024   08:21 Diperbarui: 17 Juni 2024   08:45 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah Catatan dan Pendapat Pribadi

Alfred B. Jogo Ena

Idul Kurban atau Idul Adha, adalah salah satu hari besar umat Muslim yang dirayakan dengan penuh makna spiritual. Dari perspektif saya sebagai seorang Katolik, Idul Kurban dapat dilihat sebagai momen penting untuk menghayati nilai-nilai pengorbanan, kedermawanan, dan kepedulian terhadap sesama. Dalam konteks toleransi dan kebhinekaan di Indonesia, perayaan ini juga menjadi kesempatan untuk memperkuat solidaritas antarumat beragama dan memperteguh harmoni sosial. Paus Fransiskus sering menekankan pentingnya saling menghormati dan bekerja sama antara berbagai agama untuk membangun perdamaian dan kesejahteraan bersama.

Dalam bingkai kebhinekaan, Idul Kurban adalah momentum untuk memperkuat dialog antaragama. Seorang Katolik dapat melihat makna mendalam dari pengorbanan yang diteladankan oleh Abraham sebagai refleksi dari pengurbanan Kristus di kayu salib. 

Kedua peristiwa ini sama-sama menunjukkan ketaatan dan kesetiaan kepada Tuhan, serta kasih yang tulus kepada sesama manusia. Pastor Dr. Albertus Sujoko, SS. Lic.Th seorang teolog Katolik dari Seminari Pineleng, menyatakan bahwa "Idul Kurban mengingatkan kita untuk selalu bersedia berbagi dan berkurban demi kebaikan bersama, nilai-nilai yang juga sangat dijunjung dalam ajaran Kristiani".

Idul Kurban juga menjadi kesempatan bagi umat Katolik untuk menunjukkan solidaritas mereka dengan saudara Muslim. Keterlibatan dalam kegiatan sosial, seperti berbagi daging kurban dengan mereka yang membutuhkan, adalah bentuk nyata dari semangat persaudaraan dan kepedulian yang universal. Hal ini sejalan dengan ajaran Gereja Katolik yang menekankan pentingnya aksi sosial dan amal kasih. Paus Yohanes Paulus II pernah menyatakan bahwa "toleransi dan saling pengertian adalah fondasi bagi masyarakat yang adil dan damai".

Pernyataan Paus Yohanes Paulus II ini dapat dipahami secara lebih kontekstual di Indonesia dengan memperhatikan keunikan dan kompleksitas masyarakatnya. Indonesia adalah negara dengan keragaman agama, budaya, dan etnis yang sangat kaya, dan harmoni antarumat beragama menjadi salah satu pilar utama dalam menjaga stabilitas sosial dan politik. 

Dalam konteks Indonesia, toleransi berarti menghormati dan menghargai perbedaan keyakinan, adat istiadat, dan cara hidup. Ini berarti setiap individu bebas menjalankan ibadah dan kepercayaannya tanpa takut diskriminasi atau intimidasi. 

Di sisi lain, saling pengertian melibatkan upaya aktif untuk memahami perspektif dan pengalaman hidup orang lain. Ini termasuk dialog terbuka, pendidikan tentang keberagaman, serta kerja sama dalam kegiatan-kegiatan yang mempromosikan kebajikan bersama. Secara akar rumput praktik toleransi semacam ini sudah hidup karena menyatu dengan adat dan kebiasaan masyarakat untuk hidup bersama dengan menjunjung tinggi semangat gotong royong dan kekeluargaan.

Di Indonesia, yang kaya akan keragaman budaya dan agama, perayaan Idul Kurban memperkuat kebhinekaan dengan menampilkan keindahan kerukunan umat beragama. Kerjasama antara komunitas Muslim dan Katolik dalam menyukseskan perayaan ini dapat menjadi contoh konkret dari persatuan dalam perbedaan. Sebagai bangsa yang berlandaskan Pancasila, keterlibatan lintas agama dalam merayakan hari besar keagamaan mencerminkan komitmen bersama untuk menjaga keharmonisan dan memperkuat persatuan nasional. 

Dengan demikian, Idul Kurban bukan hanya menjadi perayaan religius bagi umat Muslim, tetapi juga simbol toleransi dan kebhinekaan yang patut direnungkan oleh semua pihak. Selama belasan tahun tinggal di padukuhan yang sekarang ini, kami sekeluarga (termasuk keluarga non Muslim lainnya) menerima berkah berupa daging kurban dari masjid. Semua warga yang ada di padukuhan ini boleh menikmati berkat bersama dari gading kurban yang disembelih dari masjid yang sama.


***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun