Kita bayangkan ketika dua ibu hamil yang saling berjumpa entah di rumah sakit, rumah makan atau pasar akan terlihat saling berbagi kabar tentang masing-masing kandungan. Betapa guyubnya kedua ibu hamil apalagi salah satu dari mereka memiliki pengalaman hamil sebelumnya, maka dia akan menjadi "guru" yang baik bagi temannya, sekalipun mereka baru pertama kali berjumpa. Itulah indahnya perjumpaan sosiologis dari orang-orang yang terpanggil untuk melestarikan kehidupan melalui diri mereka.
Akhirnya kita dapat menyimpulkan bahwa pertemuan Maria dan Elisabeth dalam perjalanan anjangsana kita sebagai umat Katolik harus dilihat dalam aspek pastoral, psikologis, dan sosiologis. Pertemuan keduanya memperlihatkan kasih sayang Roh Kudus atas umat manusia, mencerminkan hubungan sosial antara keluarga dan masyarakat, serta pengertian dan kepercayaan dalam peran perempuan sebagai dua pribadi yang penuh cinta kasih.
Di akhir anjangsana rohani ke-31 ini, kami umat se-lingkungan (Paroki Minormartani, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta) tadi menutupnya dengan menikmati perjamuan bersama meski amat sederhana (bukan seperti yang saya bayangkan di masa kecil) namun guyup, meriah dan utamanya umat bersukacita, merasa saling meneguhkan. Lebih dari itu, ada kesempatan saling sapa dengan penuh kehangatan cinta dan perhatian selama 31 hari. Tentu ada yang lowong karena aneka kesibukan, namun tidak mengurangi kesatuan dan kekeluargaan sebagai satu lingkungan, yang belajar dari sumber spiritualitas pelindung yang sama, Santa Angela Merici.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H