PERAN YANG SELALU AKTUAL
Sebuah catatan Pribadi tentang Peran Gereja Katolik, pendapat ini tidak mewakili Institusi Gereja
Oleh: Alfred B. Jogo Ena
Kilas Balik Hari Buruh
Perkenankan saya menutup hari ini dengan sedekit catatan tentang Hari Buruh Internasional atau May Dau. Hari Buruh Internasional (May Day), berawal dari peristiwa di Amerika Serikat pada 1 Mei 1886 ketika ribuan pekerja melakukan demonstrasi massal menuntut jam kerja 8 jam per hari. Aksi ini berujung pada peristiwa Haymarket di Chicago, ketika terjadi bentrokan antara pekerja dan polisi yang menewaskan beberapa orang.
Untuk mengenang peristiwa tersebut, pada tahun 1889 Kongres II Internasional yang diadakan oleh organisasi buruh dan sosialis di Paris memutuskan untuk menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional yang kemudian diperingat hingga hari ini.
Sedangkan sejarah Hari Buruh di Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun 1920 oleh organisasi buruh dan pergerakan nasionalis. Peringatan Hari Buruh ini kemudian dilarang pada masa penjajahan Belanda dan masa Orde Baru. Pada tahun 1998, setelah jatuhnya rezim Orde Baru, peringatan Hari Buruh kembali dilakukan dan menjadi ajang untuk menuntut hak-hak buruh. Sebelumnya, kematian Marsinah seorang buruh pabrik di Surabaya pada 8 Mei 1993 menjadi tonggak awal perjuangan dan pergerakan buruh di Indonesia. Marsinah menjadi cermin yang memantulkan sinar keberanian para buruh melawan rezim yang tidak adil.
Sejak saat itu, peringatan Hari Buruh seringkali diikuti oleh kebijakan politis yang bertujuan untuk meningkatkan hak dan kesejahteraan pekerja. Misalnya, peningkatan upah minimum, perlindungan hak pekerja migran, dan peningkatan kondisi kerja. Namun, pelaksanaan kebijakan ini seringkali menemui tantangan dan perlawanan, baik dari pemerintah maupun perusahaan. Oleh karena itu, peringatan Hari Buruh juga menjadi momentum bagi pekerja untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka.
Aspek-Aspek Yang Menyertai
Pada peringatan Hari Buruh ini, baiklah kalau kita mencoba mendalami beberapa seperti psikologis, sosiologis, ekonomis, dan politis, agar peringatan ini lebih bermakan.
Secara psikologis, Hari Buruh menjadi momen pengingat kepada pekerja tentang pentingnya menjaga kesejahteraan mental dan emosional mereka. Bekerja bukan hanya soal mencari nafkah, tetapi juga tentang mencapai kepuasan dalam pekerjaan dan mempertahankan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Secara sosiologis, Hari Buruh memberikan pengakuan dan penghargaan sosial terhadap pekerjaan dan kontribusi pekerja dalam masyarakat. Ini menjadi kesempatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu-isu seperti hak pekerja, kesetaraan gender di tempat kerja, dan kondisi kerja yang layak. Para pekerja (yang sebentar lagi tergeser oleh kemajuan teknologi berupa Robot) tetaplah memiliki nilai lebih dalam mata rantai kemajuan perusahaan.
Secara ekonomis, Hari Buruh menyoroti peran penting pekerja dalam perekonomian dan pembangunan negara. Ini juga menjadi momentum untuk mendesak perbaikan upah dan kondisi kerja, serta menyoroti isu-isu seperti pengangguran dan eksploitasi pekerja.
Kemudian secara politis, Hari Buruh seringkali menjadi ajang demonstrasi dan protes pekerja terhadap kebijakan pemerintah atau perusahaan yang dinilai merugikan mereka. Ini menjadi kesempatan bagi pekerja untuk memperjuangkan hak-hak mereka dan mempengaruhi kebijakan yang berdampak pada mereka. Secara keseluruhan, peringatan Hari Buruh adalah pengingat bagi kita semua tentang pentingnya menghargai pekerjaan dan hak-hak pekerja, serta peran penting pekerja dalam masyarakat dan perekonomian.
Dalam demontrasi yang dilakukan hari ini di Jakarta, para demonstran yang diwakili oleh Ketua Serikat Buruh, Said Iqbal menuntut dua hal, "yang pertama cabut omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja. Yang kedua kami menyebutnya, Hostum. Hos, hapus outsourcing, tum, tolak upah murah." (detik.com). Inilah gerakan politis yang penuh perhitungan. Tentu tidak mudah mendapatkan solusi, tetapi para pekerja telah berjuang untuk menuntut hak-haknya.
Peran Gereja Yang Selalu Aktual
Peringatan May Day hari ini, mengingatkan kita betapa mulianya pekerjaan kita, apapun yang kita lakukan. Sehingga, saking mulianya, maka hak-hak para pekerja haruslah diperhatikan. Gereja Katolik, bahkan sudah 130-an tahun yang lalu melalui Ensiklik "Rerum Novarum"nya Paus Leo XIII menyerukan perlindungan yang lebih baik untuk pekerja dan mengkritik kondisi buruh di banyak negara pada saat itu. Dia menyerukan adanya upah yang adil, jam kerja yang wajar, dan perlindungan khusus untuk wanita dan anak-anak dalam dunia kerja. Dia juga mendukung hak pekerja untuk membentuk serikat pekerja.
Apa yang dituntut para pekerja dewasa ini sudah menjadi perhatian Gereja sejak lama. Secara garis besar ada 4 hal yang menjadi perhatian Gereja Katolik.Â
Pertama, Hak atas Upah yang Layak. Ensiklik ini menekankan hak pekerja untuk menerima upah yang layak dan sesuai dengan martabat manusia. Pekerja memiliki hak untuk menerima imbalan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka dan keluarga mereka.Â
Kedua, Hak untuk Berorganisasi. "Rerum Novarum" mengakui hak pekerja untuk membentuk serikat pekerja atau asosiasi yang bertujuan untuk melindungi kepentingan mereka dan memperjuangkan kondisi kerja yang lebih baik.Â
Ketiga, Perlindungan terhadap Eksploitasi. Dokumen ini mengecam praktik eksploitasi terhadap pekerja, termasuk jam kerja yang berlebihan, kondisi kerja yang tidak aman, dan upah yang tidak mencukupi. Gereja menegaskan bahwa perlindungan harus diberikan kepada pekerja terhadap praktik semacam itu. Dan dewasa ini eksploitasi itu berwujud upah yang rendah dengan jam kerja yang berlebihan.Â
Keempat, Kerja sama antara Pekerja dan Pengusaha. "Rerum Novarum" mendorong kerja sama dan dialog antara pekerja dan pengusaha. Ensiklik tersebut menekankan pentingnya menciptakan hubungan yang adil dan harmonis di tempat kerja, di mana kedua belah pihak bekerja bersama untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Singkatnya, Gereja Katolik memiliki pandangan yang sangat positif terhadap hari buruh dan pekerjaan itu sendiri. Pekerjaan adalah bagian penting dari kehidupan manusia dan cara yang sah dan bermartabat untuk berpartisipasi dalam ciptaan Allah. Bahkan Gereja memberi seorang santo/kudus sebagai pelindung para pekerja, yakni Santo Yosef (akan ditulis dalam kesempatan lain).Â
Gereja juga mengajarkan bahwa pekerjaan seharusnya tidak hanya dianggap sebagai cara untuk mencari nafkah, tetapi juga sebagai sarana untuk pertumbuhan pribadi dan kontribusi positif terhadap masyarakat.
Semoga menginspirasi kita semua para pekerja di ladang Allah yang beraneka ragam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H