Semoga Ibu selalu sehat bahagia bersama penyakit
yang menyayangi Ibu. Jangan khawatirkan
keadaan saya. Saya akan normal-normal saja.
Sudah beberapa kali saya mencoba meralat
nasib saya dan syukurlah saya masih dinaungi
kewarasan. Kalaupun saya dilanda sakit
atau bingung, saya tak akan memberi tahu Ibu.
Selamat Natal, Bu. Semoga hatimu yang merdu
berdentang nyaring dan malam damaimu
diberkati hujan. Sungkem buat Bapak di kuburan.
(Puisi disadur dari: sepenuhnya.com)
Puisi ini menggambarkan bertapa Joko Pinurbo amat piawai menggabungkan pemikiran filosofis dan kritis dalam karyanya dengan hal sederhana. Dalam puisi ini, dia membahas tentang konsep persepsi, kebenaran relatif, dan identitas dengan cara yang introspektif dan kritis.Â
Dia menggambarkan kompleksitas pikiran dan perasaan manusia, serta mempertanyakan norma-norma sosial yang diwariskan. Betapa, pilihan politik yang berbeda bisa membuat seseorang melupakan nilai-nilai kekerabatan dalam masyarakat. Persahabatan bisa terlucuti hanya karena naiknya status sosial tertentu dalam kekuasaan.Â
Betapa kita bisa melihat bahwa karya Joko Pinurbo tidak hanya membangkitkan refleksi pribadi, tetapi juga mengajak pembaca untuk mempertanyakan paradigma yang ada dalam masyarakat yang bisa terjungkir balik oleh keadaan yang mendesak.
Kepergianmu telah meninggalkan legitimasi tentang kesastraan yang tak terbantahkan. Caramu mengkritik kehidupan sosial, kehidupan berbangsa amat sederhana, sesederhana dirimu, dengan bahasa yang santun, indah dan menikam nurani.
Terima kasih atas warisanmu yang luar biasa ini. Kami akan meneruskannya dalam perjalanan Indonesia ke depan.Â
Selamat beristirahat dalam keabadian, seabadi nama dan karyamu yang kau wariskan bagi kami dan dunia.
Kaki Merapi, 27 April 2024