Selain itu, bahasa ibu atau bahasa daerah juga bisa memengaruhi persepsi ini. Indonesia adalah negara yang sangat beragam dengan ratusan bahasa daerah.Â
Banyak orang yang menggunakan bahasa daerah mereka sebagai bahasa utama di rumah atau di komunitas mereka, dan hanya menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua atau bahasa pengantar di sekolah atau tempat kerja.Â
Hal ini mungkin bisa membuat mereka merasa bahwa Bahasa Indonesia "miskin" dibandingkan dengan bahasa daerah mereka yang mungkin memiliki kosakata yang lebih kaya atau lebih spesifik untuk berbagai hal.
Menurut hemat penulis, sebenarnya ini semua masalah persepsi dan bukan mencerminkan realitas sebenarnya tentang Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebenarnya adalah bahasa yang sangat kaya dan memiliki kosakata yang luas, dan terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi.Â
Bahkan menurut Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) E. Aminudin Aziz kosakata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditargetkan mencapai 200.000 kosakata (Jawa Pos, 27 Desember 2023).Â
Sebuah kekayaan bahasa yang luar biasa. Belum lagi ada aneka Tesaurus dan Kamus-Kamus menurut ragam keilmuan. Semua itu memerlihatkan betapa kayanya kosakata Bahasa kita.
Bahasa Indonesia memiliki kosakata yang sangat kaya dan beragam. Oleh karena itu, pernyataan bahwa Bahasa Indonesia miskin kosakata lebih berkaitan dengan bagaimana penutur atau penulis menggunakan bahasa tersebut, bukan tentang ketersediaan kosakata itu sendiri.
Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi hal ini, antara lain: Pertama, penggunaan bahasa gaul atau slang: Banyak penutur, terutama generasi muda, lebih memilih menggunakan bahasa gaul atau slang yang lebih singkat dan sederhana dalam komunikasi sehari-hari. Hal ini bisa membuat sebagian kosakata Bahasa Indonesia standar kurang digunakan.
Selain itu terjadi suatu lompatan tradisi. Ketika budaya membaca masih lemah, kita berhadapan dengan kemajuan teknologi android melalui penggunaan aplikasi komunikasi seperti WhatsApp, Facebook, atau Instagram.Â
Pilihan kata yang dipakai menjadi minim karena keterbatasan ruang.Belum cukup sampai di situ muncul lagi Tiktok, SnackVideo. Orang mulai beralih dari budaya membaca ke budaya menonton. Â
Kedua, kurangnya pemahaman atau pengetahuan tentang kosakata Bahasa Indonesia. Banyak penutur yang mungkin tidak mengetahui atau memahami sebagian kosakata Bahasa Indonesia. Ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti pendidikan, akses ke sumber belajar, atau lingkungan.