Pancasila, definitif kontraktual masyarakat Indonesia. Ini menandakan bahwa tak ada dasar lain yang diterima. Pancasila, dasar Indonesia yang lahir dari suatu proses refleksi yang intim founder fathers kita. Kata kunci disini ialah refleksi oleh founder fathers.
Bahwa kemampuan founder fathers, menyusun dan menenun menjadi satu yaitu Pancasila, pun berkat Tuhan Yang Mahaesa. Atas dasar tuntunan Tuhan Yang Mahaesa, founder fathers memahami dan memutuskan keseluruhan nilai-nilai bangsa, menjadi kepribadian Indonesia. Maka disinilah Pancasila, "puncak gunung" kepribadian Indonesia.
Pancasila, tidak diubah lagi. Ini kenyataan yang ada hingga saat ini. Walau, terkadang pihak-pihak tertentu yang mencobai untuk itu. Namun, berkat Tuhan Yang Mahaesa pula, usaha-usaha ini, gagal. Ini kenyataan dan mau menyatakan bahwa Indonesia, masih menenmpatkan Tuhan Yang Mahaesa, Sosok yang agung, tujuan Indonesia.
Pancasila, masih tetap kokoh hingga hari ini. Kenyataan ini, berbeda dengan UUD 1945. UUD 1945 telah beberapa kali dilakukan amandemen. Amandemen, yang kenyataannya juga, berujung pada amburadulnya berbagai peraturan, yang terkadang mengalami perubahan.Â
Perubahan-perubahan inilah, yang memunculkan berbagai kebingungan akibat multi tafsir. Memang UUD 1945 bukan kitab suci, namun dalam UUD 1945 telah ditetapkan secara filosofi, kemana negara ini hendak dituju. Ok lah, ini tidak diperpanjang dalam ulasan ini! Tetapi, harus diakui bahwa Pancasila dan UUD 1945 adalah satu kesatuan, yang membentuk dan mengarah tujuan Indonesia ini ada.
Sila Pancasila
Ketuhanan Yang Mahaesa, sila inti. Karena itu, negara Indonesia dibangun atas dasar Ketuhanan Yang Mahaesa. Bukan agama. Sebab jika agama, maka hanya agama tertentu saja yang diakui. Kepercayaan yang lain, yang menjadi dari Indonesia ini, akan tidak masuk dalam pengakuan! Inilah sisi krisis yang sedang menjadi polemik.
Ketuhanan Yang Mahaesa, ditempatkan diatas dengan berbagai dasar pemikiran.
Pertama, Ketuhanan Yang Mahaesa ialah pengakuan manusia Indonesia akan tujuan hidupnya, akan perlindungannya, akan hidupnya itu sendiri. Pengakuan manusia Indonesia ini, diungkapkan melalui tanda-tanda dan simbol-simbol, sebagai isyarat bahwa manusia Indonesia adalah manusia yang beriman akan Ketuhanan Yang Mahaesa.
Kedua, manusia beriman akan Ketuhanan Yang Mahaesa, tidak hanya diungkapkan melalui tanda-tanda dan simbol yang bermakna tadi, tetapi tanda dan simbol yang bermakna itu, ialah hidupnya sendiri dalam kenyataannya, yaitu berelasinya dengan Tuhan Yang Mahaesa lewat berdoa atau sembayang, lewat relasinya dengan sesama dan alam,Â