Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Dunia Serba Digital, Haruskah e-KTP Dirilis?

13 Januari 2022   21:35 Diperbarui: 13 Januari 2022   21:49 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
e-KTP digital itu, data privasi (sumber foto: Pixabay)

Dunia digital, tak bisa dielakan. Tak bisa juga dibiarkan begitu saja. Berani terima dan masuk didalamnya, tanpa memahami, akan ada sebuah kendala yang besar menghadangi, seperti secara fisik ataupun mental. Menolak dan acuh tak acuh, hal yang sama akan dihadapi juga, yaitu kendala dalam berelasi, komunikasi, dan kecepatan.

Digital, sesungguhnya merupakan era kemajuan pola berpikir manusia. Mungkin, tidak hanya itu. Tetapi secara perlahan-lahan menjadi sebuah budaya. Budaya yang dimaksudkan ialah kebiasaan baru. Kebiasaan baru ini sadar atau tidak, cepat atau lambat, setiap kita hidup di zaman digital, akan terima.

Kebiasaan baru manusia seperti perkembangan digital yang begitu cepat ini, tak pernah memiliki roadmap dan strategi yang strutural. Berkembang selalu berbeda seperti direncanakan. Dunia digital ini telah masuk pada berbagai elemen masyarakat, baik masyarakat metropolitan maupun masyarakat di pelosok-pelosok daerah.

Kebiasaan baru ini, banyak orang menjadi pesimis. Ketika hal ini akan masuk ke pelosok-pelosok daerah. Takutnya, sarana-prasarana di pelosok daerah belum tersiapkan, belum ada, belum dimiliki oleh orang-orang disana. Juga tidak hanya itu, tetapi sulit mengubah cara berpikir orang-orang di pelosok daerah dengan hadirnya digital beserta sarana-prasarananya.

Namun, hal ini bagi saya merupakan sesuatu yang positip. Sebab orang-orang di pelosok daerah, mungkin lebih antusias dengan hal baru. Hal yang lama mungkin sudah terasa bosan dan jenuh, sehingga hadir kebiasaan baru ini termotivasi untuk mencoba hal-hal baru.

Sebagai misal ketika kehadiran tv. Kejenuhan dan kebosanan masyarakat pelosok, bisa teratasi ketimbang menonton sepaka bolak atau acara-acara lain, hanya pada musim-musim tertentu saja. Menonton tv, akhirnya menjadi hal pokok juga, untuk menjawabi kejenuhan dan mengusir kebosanan keseharian dalam beraktivitas.

Selain tv, kini muncul lagi hp dan yang berjenis android. Awalnya beli hp dengan aplikasi terbatas. Hanya untuk sms dan telp, tetapi dengan hadirnya android, perlahan-lahan orang-orang di pelosok pun mau dimotivasi untuk belajar dan mau memakainya. 

Apalagi, android menjamin berbagai aplikasi yang ada didalamnya. Jadi, dunia serba digital, mampu membangun peluang lain untuk menjawabi kebutuhan manusia, baik di metropolitan maupun di pelosok-pelosok daerah untuk berbagai situasi.

Perkembangan Digital, peluru bagaikan bumerang

Digital boleh disebut sebagai peluru bagaikan bumerang. Disatu sisi mampu "memotong" orang atau pihak lain, tetapi disisi yang lain, bisa "menebas" dirinya sendiri. 

Seseorang memakai digital seperti internet atau medsos lain untuk melayani jawaban atau menawarkan jawaban untuk orang lain, namun disisi yang lain, melayani jawaban dan menawarkan jawaban, akan menjadi salah tangkap, karena itu, bisa "menebas" diri sendiri. 

Buktinya banyak di medsos. Ketika sebuah caption didedikasi mungkin hanya mengungkapkan perasaan, malahan menjadi masalah ketika balasan atas caption dari orang lain dengan berbagai karakter yang bernada bully ataupun marah, dll.

Hal-hal seperti ini pun, hampir pasti berlaku juga untuk urusan-urusan yang bersifat privasi, baik privasi diri sendiri maupun pribadi keluarga atau kelompok tertentu. Karena digital dengan ikutan berbagai produk, tak bisa dielakan. Hanya bisa, jika setiap orang berhati-hati dan menjaga batas kesantunan serta kejujuran diri sendiri dan orang atau pihak lain. Ini pun masih dalam sikap keraguan. 

Sebab, kecerdikan orang-orang atau pihak lain, selalu mencari cara untuk membuka berbagai persoalan baik pribadi atau kelompok ke arena publik. Seakan privatisasi tidak lagi ditunjungtinggi, tetapi malahan membela diri, atas nama demokrasi. Disinilah, demokrasi selalu melupakan etika dan moral pribadi orang lain. Aku klik, aku ada, ada yang meragukan, bukan kebenaran.

Haruskah e-KTP Digital?

Ketika isu e-KTP digital ini merebak, ada pro dan kontra. Yang pro alasannya lebih gampang bawah kemana-mana, mudah didapat, tidak butuh banyak kertas, semuanya sudah didalam dompet yang namanya android, dll. 

Yang kontrak lebih pada rasa takut keprivasian data diketahui pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, bagaimana dengan orang yang tidak punya android, tidak paham memakainya, dll. Sikap pro dan kontra ini, hanya ada pada lapisan masyarakat yang mengetahui tentang dunia digital dan produk-produk ikutan. 

Sementara yang belum mengetahui, atau yang belum terlalu paham akan digital ini, akan ada segala risiko dan konsekuensi logis dari itu semuanya.

Sementara orang-orang di pelosok yang belum tahu tentang hal ini, mereka biasa-biasa saja. Mungkin saja, hal-hal semacam ini, tak dipikirkan atau dihiraukan mereka. Bisa saja, hal ini bukan terpenting dalam hidup mereka. Jauh lebih penting dan berharga, mereka bekerja dan memperjuangkan hidup.

Tetapi, ketika menjadi kenyataan bahwa e-KTP digital yang menjadi isu pro dan kontra tadi, menjadi kepastian, mungkin saja mereka-mereka ini akan banyak mendapat dampak lebih besar. 

Siapa sangkah, jika data-data mereka tetap aman? Bagaimana kalau data-data itu berseleweran lalu dimanfaatkan oleh orang-orang lain dengan tidak bertanggungjawab? Dengan berbagai argumen ingin mendapat "hadiah atau gift" minta ini dan itu. Tanpa sadar atau tidak, ketika mereka klik, janji-janji kebohongan akan menjadi bumerang bagi mereka. Ini banyak sekali terjadi.

Saya sendiri, ketika awal-awal memiliki hp, tawaran-tawaran undian semacam ini, ada kok. Hanya saya lebih bersikap hati-hati, ingin menjawabi tawaran-tawaran itu. 

Bahkan teman saya yang saat ini, memiliki jabatan yang penting dan dipercayai pun, terjebak dengan tawaran-tawaran ini. Karena data privasinya dengan segala seluk beluk yang dimiliki, justru diketahui pihak-pihak yang menawarkan kejeniusan yang tidak bermanfaat tadi. Bagaimana dengan mereka yang baru mengalami? Ini kendala lagi yang lain.

e-KTP digital, jika diberlakukan, semakin menguatkan perbagai persoalan yang sudah-sudah tadi. Dan bahkan mungkin persoalan baru, tetapi menyembunyikan ketidakjujuran dibelakangnya. Sepertinya, wajah baru tetapi sebenarnya cara lama penipu mau menipu.

e-KTP digital jika diberlakukan oleh negara, artinya negara telah menetapkan regulasi dan aturan yang mengatur dan melindungi privasi data penduduk. Ok lah, jika ini sudah ada regulasi atau aturan. Tetapi, apakah dengan regulasi dan aturan negara itu, data-data privasi penduduk tidak bocor juga? Adakah pihak yang meyakini kepada warganya bahwa data-data pribadi tidak bocor? Bagaimana kalau bocor?

Dunia Digital, adalah dunia seluas langit. Berbagai bintang dan benda-benda langit lainnya, menjadi panorama tersendiri. Benda-benda langit itu, selalu memiliki daya sentripetal dan sentrifugal, tetapi daya-daya itu memiliki kekuatan yang terkadang menjadi lemas karena penyusup yang memiliki kemampuan lebih dari benda-benda langit tersebut.

Sehebat apapun kerahasiaan data-data di e-KTP digital, lama kelamaan, juga akan jebol. Kejebolan data-data di e-KTP digital jarang terjadi karena alasan dari pribadi-pribadi yang memiliki e-KTP digital.

Justru kebanyakan pihak internal, pemegang kerahasiaan data-data itu. Jika tidak dari pihak internal dan pribadi-pribadi misalnya, pihak lain akan menunjukkan kesombongan atau kehebatannya dengan iming-iming mendapatkan bayaran mahal dari pihak lain lagi. Sehingga segala cara mendapatkan data-data privasi orang lain. Ya, dunia digital bergerak begitu cepat, dan senada dengan itu, akal budi yang tanpa batas itu, mencari cara dan peluang menjawabi kendala-kendala yang sedang dihadapi orang.

Sampai pada hal-hal semacam ini, apakah ada regulasi atau aturan negara yang mengaturnya? Ini dilema. Bisa-bisa, masyarakat yang tidak tahu tentang dunia semacam itu, menjadi korban. Lalu, menjadi bahan pembulyan dimedsos.

Maka, "haruskah e-KTP digital?", menjadi tanda tanya besar untuk kita. Tanpa e-KTP digital pun, KTP biasa bisa dibawa kemana-mana. Selalu ada di dompet, di tas-tas, dll. Tanpa e-KTP digital pun, data-data pribadi bisa disalahgunakan, apalagi nanti e-KTP digital. Tanpa e-KTP digital pun, KTP biasa yang hilang bisa diurus lagi kok, yang terpenting kita jangan malas saja mengurusnya. 

Tanpa e-KTP digital pun, kita bisa kemana-mana dengan memakai KTP biasa. KTP adalah identitas pribadi, yang harus dijaga dan digunakan oleh pribadi yang bersangkutan. ***

Pangkalpinang, 13 Januari 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun