Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kemenangan Taliban, Itu Kekuatan "People Power"

23 Agustus 2021   23:17 Diperbarui: 23 Agustus 2021   23:17 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta kawasan Afghanistan-Pakistan. ANTARA/Shutterstock/pri. (ANTARA/Shutterstock)

Afganistan, menjadi viral akhir-akhir ini. Menyebut Afganistan langsung terpatri dalam pikiran kita mengenai Taliban, Mujahidin, Osama Bin Laden, militer Amerika Serikat, Uni Soviet yang sekarang dikenal Rusia. Bahkan steriotib "teroris" pun hadir dalam benak kita.

Menyebut Afganistan, rasanya konflik disana tak pernah surut. Tentu, yang namanya konflik, tidak hanya di Afganistan. Setiap negara, tentu memiliki konflik. Baik itu konflik internal maupun konflik eksternal. 

Dan ketika konflik internal ini tidak dikelola dengan baik maka cepat atau lambat, akan menjadi konflik eksternal. Konflik eksternal inilah yang memperkeruh konflik internal sendiri sehingga akan berdampak pada keruwetan sebuah konflik yang dialami.

Konflik Afganistan

Benarkah konflik di Afganistan adalah konflik politik dan agama? Seberapa besar konflik ini hadir disana? Konflik politik hampir semua negara ada. Karena konflik ini bertautan erat dengan mutan kepentingan. 

Ketika kepentingan suatu golongan tidak terakomodir, unsur perlawanan pasti ada. Ini sangat bergantung pada konsep berpikir dan rasa yang yang bergejolak didalam dada. Konflik agama pun muncul di Afganistan? 

Bagi saya ini tidak mungkin. Kalau mungkin ada, tidak mungkin menghabiskan waktu begitu lama untuk menyelesaikan dengan cara kekerasan. Padahal, semua agama diajarkan anti kekerasan. Maka bagi saya, konflik ini runtuh! Artinya tidak muncul disana!

Lalu, apa sebenarnya konflik di Afganistan? Banyak pendapat yang sering muncul di media-media bahwa konflik di Afganistan adalah campur tangan kepentingan Amerika Serikat dan Rusia atau campur tangan pihak luar. 

Rasanya ini hanya dilihat karena muncul berbagai pertarungan senjata di Afganistan. Padahal, perang AS-sekutunya melawan Taliban telah berakhir, melalui perjanjian Doha (2020). 

Dampak dari perjanjian itu, sudah ditarik kekuatan militer AS dan sekutu. Kok masih ada konflik peperangan lanjut internal, merebut Ibu Kota Afganistan, Kabul (15/8/2021)?

Wah, inilah yang sulit dianalisa. Dan sekali lagi, pendapat banyak orang di media-media, sebenarnya tersungkur dan menjadi tidak relevan. Berpendapat dengan dasar tidak kuat, akan menjadi kesulitan dalam soal kebenaran. 

Justru konflik yang berkepanjangan di Afganistan adalah ketidakbersatuan antar masyarakat baik masyarakat metropolis maupun masyarakat lokal, yang menetap di daerah-daerah. 

Ketidakbersatuan atau persatuan diantara rakyat, lemah karena kurang pemeratan dalam pembangunan disatu sisi dan disisi yang lain adalah pemerintah yang sah kurang merangkul masyarakat "bawah". Yang dimaksudkan saya masyarakat "bawah" adalah mereka yang menetap di daerah-daerah atau masyarakat lokal.

Masyarkat Lokal Afganistan

Masyarakat lokal Afganistan adalah etnis-etnis atau suku-suku yang bermigrasi dari Tajikistan, Uzbekistan, dan Turkhemenistan. Memang ada juga etnis atau suku-suku lain dari negara-negara tetangga yang ada disekitar Afaganistan. 

Namun, etnis atau suku-suku ini jumlahnya sangat terbatas. Afganistan lebih banyak didominasi oleh etnis Pashtun. Etnis ini terhitung lebih kurang 45%. Sementara etnis dan suku lain berada dibawah etnis Pashtun. 

Etnis atau suku-suku yang bermigrasi dari luar yang menetap di daerah-daerah lokal, menyatu dengan warga masyarakat setempat. Etnis atau suku-suku ini berjuang setiap hari secara sosio-ekonomis. Perjuangan mereka ini dianggap sepele oleh pemerintah sah Afganistan. 

Pemerintah Afganistan merasa nyaman dengan kehidupan kota, tanpa memperhatikan masyarakat yang sedang berjuang mati-matian di daerah-daerah, mengenai kebutuhan hidup harian. Pemerintah sah, kurang merangkul etnis atau suku-suku ini.

Rasa keprihatinan etnis atau suku di daerah-daerah ini tentu tak boleh disepelekan. Semangat keagamaan di daerah-daerah tumbuh. Apalagi para Mullah menjadi penyatu mereka. Dan didukung oleh para santri (Taliban), masyarakat lokal membentuk kekuatan baru untuk melawan pemerintahan yang sah. 

Membangun perlawanan tentu bukan dalam waktu yang cepat. Apalagi yang dibangun adalah masyarakat lokal. Kata petuah, usaha sedikit-sedikit, lama-lama menjadi bukti! Inilah sebuah proses yang diperjuangkan oleh masyarakat lokal Afganistan.

Perjuangan Diplomasi Masyarakat Lokal melalui Santri

Kata Taliban artinya "murid". Murid adalah mereka yang sedang belajar. Namanya saja sedang belajar, pasti membutuhkan waktu. Dalam waktu yang panjang untuk belajar inilah terpadunya ilmu pengetahuan yang diterima para santri dan realitas yang dialami, tersintesis menjadi suatu kekuatan. 

Kekuatan ini macam-macam. Kekuatan dalam mengenyam ilmu, kekuatan dalam memberikan keyakinan antara kenyataan hidup dan teori, kekuatan dalam berdiplomasi dengan kekuatan lain seperti kekuatan militer AS dan pemerintah yang sah, dan lain sebagainya. Kekuatan-kekuatan inilah yang membawa "murid" tadi mampu menguasai wilayah per wilayah. 

Dan terakhir yang mereka kumandankan kekuatan adalah merebut Ibu Kota Afganistan, Kabul. Begitu cepat Taliban (santri) tadi menduduki ibu kota Afganistan. 

Dunia internasional menjadi heboh. Media massa pun memviralkan kemenangan Taliban ini. Muncullah berbagai opini dan analisa dari berbagai penjuru dunia. Ada apa dengan Taliban?

Apa dampak kemenangan Taliban bagi Indonesia?

Wah, ini pertanyaan yang agak lucu. Masa sih, yang menang Taliban, kok Indonesia mendapat persikkan kemenangan mereka. Ah, aneh sekali.

Walau terdengar aneh, tetapi para Kompasianer harus belajar dan menyikap kemenangan Taliban disatu pihak dan dipihak lain kita pun harus belajar dari sikap-sikap pemerintah yang sah Afganistan.

Pertama, kekuatan masyarakat lokal, jangan pernah dianggap remeh. Walau sehari-hari mereka berjuang dengan kehidupan riil, tetapi nalar dan perasaan mereka adalah naluri pejuang. Apalagi semangat kesadaran akan hidup layak menjadi alat promosi. 

Karena itu, sikap pemerintah atau pemimpin harus masuk dalam masyarakat lokal. Merangkul dan menerima serta berjuang bersama dalam satu visi dan misi, Republik Indonesia yang jaya dan terus bertumbuh ini, sembari memperhatikan dan membangun di daerah-daerah.

Kedua, Kesatuan dan persatuan yang telah dibangun dan menjadi jiwa dalam kemanusiaan Indonesia harus dijaga dan dipupuk. Dijaga dengan semangat kekeluargaan dan dirawat dengan konsep berpikir yang benar tentang entitas bangsa dan negara Indonesia. Dalam hal ini semangat Pancasila menjadi dasar pijaknya. Karena sejarah negeri kita ini telah membuktikannya sehingga hidup rukun hingga saat ini.

Jika konsep kesatuan dan persatuan ini yang terus dijaga dan dipupuk oleh rakyat Indonesia, maka sangat jauh dari situasi masyarakat lokal dan pemerintah yang sah Afganistan. 

Sekali lagi, jiwa persatuan adalah hal yang mendasar dari keanekaragaman berbangsa dan bernegara. Kesatuan dan persatuan tak bisa dibayar dengan modal alam yang kaya. Namun, darah para pejuang NKRI telah membuktikan fakta kesatuan dan persatuan dari berbagai etnis, suku, dan bahasa Indonesia ini.

Ketiga, Indonesia pun beragam etnis dan suku serta bahasa. Kesatuan dan persatuan dalam keberagamman Indonesia tentu menjadi kesaksian kita terhadap dunia. 

Etnis atau suku yang beragam di Afganistan, tak mampu dikelola oleh para pejuang terdahulu baik itu dari pihak pemerintah yang sah ataupun Taliban. Indonesia harus berani membuktikan ini kepada dunia, sebagai sebuah anugerah, berkah, dan mukjizat dari Tuhan Yang Maha Esa.

Keempat, kita patut bersyukur atas anugerah, berkah, mukjizat Tuhan Yang Maha Esa ini sambil kita bersikap waspada akan bahaya radikalisme dan intoleransi dewasa ini yang mau menumbangkan persatuan dan kesatuan NKRI. 

Inilah beberapa poin yang boleh saya bagikan kepada Kompasianer. Salam sehat. MERDEKA!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun