Baliho politik yang dipertontonkan di pinggir-pinggir jalan atau di ruang publik akhr-akhir ini, bukan sesuatu yang baru bagi kita. Bahkan baliho dengan tampilan wajah-wajah politikus sekalipun. Kalau wajah-wajah itu muncul terus menerus, terkadang muncul banyak pertanyaan dibenak kita. Ada apa ya? Atau apa yang mau diperjuangkan dengan wajah polikus yang satu ini? Apakah akan berhasil membawa masyarakat kepada kehidupan lebih sejahtera atau sebaliknya?
Biasanya, baliho politik juga menampilkan tulisan-tulisan singkat. Tulisan-tulisan itu seperti menyengat hati para pembaca. Disinilah makna menyengat yang berbeda dari pembaca! Antara menyemangati atau rasanya merisihkan atau memang apatis sambil berguman dalam hati? Iya, semua respons tergantung pada si pembaca yang memang mengidolakan atau memang tak suka.Â
Baliho politik yang ditampilkan ke ruang publik, tak pernah berpenampilan sederhana. Selalu semarak dan spesial. Apalagi yang ditampilkan itu tokoh-tokoh sekelas gubernur atau nasional. Atau pendek kata, tokoh-tokoh yang memiliki uang yang cukup atau sponsor yang banyak.
Baliho politik rata-rata berpenampilan yang menggambarkan tokoh-tokoh itu memiliki banyak uang dan sponsor, atau sekurang-kurangnya memiliki jaringan yang cukup kuat dengan pihak atau orang lain. Apakah yang memiliki sponsor atau jaringan yang cukup dengan pihak atau orang lain ini, membebaskannya di masa depan? Bisa ya bisa juga tidak. Tergantung kesepakatan!
Dari baliho politik yang berpenampilan semerbak itu, apakah tidak melihat situasi saat ini yang sedang dialami oleh masyarakat akibat covid-19? Mungkin baik juga jika biaya-biaya baliho politik itu diberikan kepada masyarakat bawah untuk mengusahakan hidup lebih baik ditengah situasi ini.
Apakah dengan berani memasang baliho politik di ruang publik dalam situasi ini, sangat mendukung kepedulian masyarakat akan politik tanah air kita? Hemat saya, strategi semacam ini mencabik rasa kepedulian masyarakat yang sedang susah akibat wabah Covid-19. Mungkin baik menampilkan baliho yang berisi semangat juang atau gambar-gambar para pahlawan bangsa yang kini terkikis hilang dalam kegelapan situasi politik dan ekonomi bangsa ini.
Rasanya, sangat sulit dipahami bahwa ketika situasi masyarakat yang susah ini, terpatri baliho politik yang harganya lumayan besar. Bahkan biaya-biaya pemasangan baliho itu mungkin mampu membiayai hidup sebulan untuk satu keluarga sederhana.Â
Cobalah baliho politik itu mestinya membangkitkan kepekaan masyarakat untuk lebih peduli dan terus berjuang walau situasi bangsa begitu susah akibat wabah covid-19. Â Bahkan, masyarakat jauh lebih simpatik jika biaya-biaya baliho politik itu untuk disumbangkan bagi keluarga-keluarga yang berkesusahan. Dengan begitu, gambaran politik kita benar-benar suatu gambaran yang ingin mensejahterakan masyarakat. Wakil rakyat yang peduli dengan tanah tumpah darahnya.
Baliho politik yang terpampang di ruang publik saat ini, hanya mau menampilkan wajah-wajah politikus. Tetapi tidak menjamin suatu perjuangan hidup yang mensejahterakan untuk rakyat kelak. Mungkin hanya memperjuangkan kepentingan golongan sendiri. Baliho politik itu semacam iklan, yang tampilannya menawarkan diri. Ini tidak praktis dan tidak cocok. Bahkan mungkin tidak relevan lagi masa ini.
Baliho politik harus bernada mengundang. Mengundang dengan isi yang praktis dan siap membantu masyarakat. Kapan dan dimana masyarakat berkumpul dan masyarakat akan dibantu untuk kehidupannya yang praktis.Â
Misalnya, hadirlah... ditempat ini.... waktunya...... siap kami bantu untuk pendidikan atau pemberdayaan ternak ..... atau pelihara ini..... atau membuka usaha ini....., dan seterusnya. Cocok dan praktis semacam ini, biar masyarakat akan hadir dan mengalami situasi langsung. Bukan menampilkan iming-iming yang sirna setelah menjadi wakil rakyat.
Baliho politk perlu mengubah cara dan sarana untuk mempromosikan diri. Bahkan tidak perlu mengiklankan diri melalui baliho politik, namun melakukan kerja nyata didalam dan melalui kelompok-kelompok masyarakat.Â
Hadir dan kerja bersama rakyat inilah yang menggugah masyarkat. Dan masyarakat sendiri memiliki rekam jejak dengan karya nyata dan langsung dialami sendiri oleh masyarakat. Baliho politik tak praktis lagi baik karena zamannya maupun situasinya. Teladan yang menjadi saksi nyata untuk masyarakat.Â
Mungkin kita masih ingat salah satu siswa SMP dari  Beli NTT, namanya Joni, bagaimana dia peduli dalam situasi sulit ketika bendera merah putih tak bisa dikibarkan pada 17 Agustus 2018? Joni dengan nama asli Yohanes Gama Marchal Lau, begitu berani dan berkorban, dengan menahan rasa sakitnya berjuang memanjat tiang bendera supaya pengibaran bendera merah putih tetap dilaksanakan.
Ini contoh yang bagus bagaimana peduli, berkorban, berani untuk tanah air dan masyarakat. Mari kita bangkitkan rasa cinta dan peduli terhadap sesama. Baliho politik memang hanya sarana. Baliho politik hanya menampilkan salah satu figur yang diangkat, namun dibalik itu, terdapat pendukung yang begitu banyak dan banyak juga kepentingannya.Â
Baliho politik, harus membangkitkan citarasa sesama anak bangsa dan mendorong patriotik anak bangsa untuk berjuang mencapai impian masyarakat umum (bonum commune).
Pangkalpinang, 16 Agustus 2021Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H