Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hidup dalam Kemajemukan dengan Pancasila dan Mukjizat Pentakosta

2 Juni 2020   15:13 Diperbarui: 2 Juni 2020   16:39 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam bacaan kedua dikatakan kepada tiap-tiap orang, dikaruniakan Roh untuk kepentingan bersama. Kita bersyukur bahwa dalam Gereja di Keuskupan kita, dalam paroki, dalam Komunitas Basis Gerejawi (KBG), keluarga, dan kelompok-kelompok, ada berbagai anggota dengan beraneka talenta-talenta, dan bakat-bakat yang kaya.

Tetapi bakat-bakat itu, talenta-talenta itu, pengalaman kita harus selalu diarahkan untuk kepentingan bersama. Tanpa itu, tidak ada communio atau persatuan melainkan konflik dan perpecahan. Untuk itu, perlu diperhatikan mujizat berikut ini pada hari Pentakosta yang dikisahkan tadi.

Selain orang-orang Yahudi, murid-murid yang percaya pada peristiwa Pentakosta, hadir pula banyak orang dari segala bangsa di bawah kolong langit. Orang Parsia, Media, Elam, Mesopotamia, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia, Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia, Kirene, pendatang-pendatang dari Roma, orang Kreta dan bahkan orang Arab. Dari Sabang sampai Maurokelah.

Mereka heran dan bingung ketika mendengar rasul-rasul itu berbicara. Bukankah mereka semua yang berkata-kata itu orang Galilea? Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri? Dengan kata lain, mereka heran, kok bisa mengerti apa yang dikatakan rasul-rasul itu? Padahal bahasa yang digunakan adalah asing bagi mereka. Itulah mujizat pesta Pentakosta, mujizat communio.

Apa syaratnya kita yang aneka sifat, latarbelakang, suku, budaya dan pengalaman dapat seperti murid-murid atau semua yang hadir waktu itu, dapat saling memahami satu sama lain sehingga dapat membangun communio?

Bagaimana umat Keuskupan Pangkalpinang, dari seribu pulau saling memahami meskipun bahasa yang berbeda-beda membangun communio, dari Belitung, Mentok, Toboali, Unjung Beting, Pancur, Tanjungpinang, Air Sena, dan lain-lain, Natuna, Sedanau, Pulau Moro, Pulau Burung dan Tanjungbatu, Kijang, bagaimana saling memahami? 

Bagaimana dengan romo-romo di keuskupan kita ini bisa memahami satu sama lain, dari Maumere, Larantuka, Batak, Jawa, Palembang, Manggarai, ada juga anggota yang dari Timor Leste, Kefa, Baturaja, dan masih banyak lagi, mampu saling memahami satu sama lain.

Kisah Para Rasul menurut saya menyebut satu syarat penting ini. Dikatakan demikian, kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah. Perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah, itulah mukjizat. Ada pemahaman satu sama lain, kiranya karena dikisahkan dan diceritakan adalah perbuatan-perbuatan besar Allah, dan bukan perbuatan-perbuatan masing-masing rasul.

Berbeda dengan ketika masih hidup bersama dengan Yesus, ketika para murid sibuk bertengkar dan merebutkan tempat yang utama. Mereka sekarang tidak lagi mencari tempat utama dengan mencerita tentang kehebatan dan kesuksesan mereka sendiri.

Tetapi tentang perbuatan-perbuatan besar Allah. Makanya semua saling mengerti. Yohanes, Yakobus tidak lagi meminta tempat istimewa. Yohanes dan Petrus tidak perlu lagi berlomba lari lebih cepat menuju kubur.

Jadi saudara-saudari sekalian, kalau ingin membangun communio, di tingkat keuskupan, di paroki-paroki, KBG-KBG, kelompok-kelompok, keluarga, pastoran, sering-seringlah bercerita tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun