Setiap kali selesai bermain, dia banyak bercerita bahwa asyik bermain dengan teman-temannya. Bahkan kepada teman-temannya yang merayakan lebaran, dia meminta kami orangtua untuk membeli minuman, lalu dia mengantar ke rumah teman bermainnya. Jiwa sosialnya muncul dan solider dengan teman-teman, terwujudkan.
 Kedua, sikap bosan dan jenuh yang dihadapinya, dia mulai menemukan caranya sendiri. Bosan menulis, dia mengambil game dan sarana permainan lama, mulai menggantikan aktivitas sebelumnya. Terkadang, dia mengajak untuk hanya jalan-jalan sebentar lalu pulang kembali, begitu seterusnya.Â
Ketiga, ada sesuatu selalu dimulainya dengan berkomunikasi. Misalnya, papa mama Hiero boleh main sepeda dulu, boleh ke rumah teman, boleh ajak teman ke rumah kita, boleh ambil senter, boleh.... dan seterusnya.
Keseluruhan aktivitas dan dalam proses mendampingi anak, memang dibutuhkan sikap sabar, tekun, dan tenaga serta banyak waktu. Jika guru di sekolah begitu pamrih menghadapi dan mendampingi anak begitu banyak dengan dedikasi, mengapa orangtua mendampingi anak sendiri harus mengomel dan menggerutuh?Â
Harusnya, orangtua tetap semangat, setia dan kebeningan hati untuk selalu mendampingi anak serta ikutserta dalam menumbuhkan kognitif, afektif dan psikomotorik anak.Â
Biarkan anak mengekspresikan dirinya selama dia masih kuat dan semangat. Lanjutkan mendampingi anak wahai para orangtua, tidak hanya saat-sat pandemi Covid-19, tetapi selalu setiap saat. Anakku, harta termahal, anakku adalah duniaku di masa depan. **
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H