Sementara anak sendiri mulai berkomentar macam-macam tentang kerja tugas dan suasana di rumah setiap hari, yang diciptakan seperti suasana di sekolah.Â
Jujur saya harus katakan kepada anak saya, bahwa nak, inilah yang harus anakku lewati. Tugas harus diselesaikan. Mungkin setelah itu, kita akan bermain-main dengan santai.Â
Rupanya apa yang saya katakan, anakku tetap tidak mau. Saya bujuk untuk selesaikan tugasnya, anakku tetap ngotot dan mati-matian tidak mau.Â
Katanya, papa, Hiero bosan! Ketika dia sudah mengatakan bahwa Hiero bosan, ya..., saya pun diam, dengan mengatakan kepadanya, ok sayang..., papa gak mau paksa kamu, nak! Papa hanya bingung kalau-kalau masuk SD, Hiero gak bisa apa-apa! Anak saya hanya diam.Â
Kemudian, anakku minta izin untuk bermain sepeda di halaman rumah. Saya hanya mengangguk saja. Dalam hati, saya tahu anak saya sudah jenuh dan bosan.
Dari pada saya paksa, saya pun membiarkan beberapa hari untuk tidak mengajak anak untuk mengerjakan tugasnya. Namun, apa yang saya lakukan ini, rupanya bermasalah ketika berhadapan dengan isteri. Isteri ngomel-ngomel saya, bahwa saya tidak mau mendampingi kerja tugas anak.Â
Saya pun hanya diam sejenak. Saya melihat wajah isteri sepertinya masih tetap tidak puas, lalu saya dengan perlahan mengatakan, Hiero itu masih TK, dia sudah begitu bosan.Â
Anak itu sudah jenuh dengan kerja tugas yang begitu banyak. Walau suasana bosan, jenuh, dan capek yang dirasakan anak, saya tetap memiliki komitmen untuk mendampingi anak saya.Â
Dalam kesulitan mendampingi anak saya pada beberapa minggu terakhir ini saya memutuskan menghindari anak dari tugas-tugasnya dengan beberapa kegiatan produktif berikut ini:
Pertama, mengajak anak saya jalan-jalan ke pantai. Saya sendiri tahu bahwa ada beberapa pantai, seperti pantai Pasir Padi, pantai Temberan, dan lain-lain yang ditutup dari kunjungan. Karena tertutup dari pengunjung, kami pergi ke pantai yang bisa dilewati melalui jalan lain.