Maraknya transportasi online di Indonesia memang sangat membantu masyarakat yang selama ini sudah apatis dengan pelayanan transportasi umum. Setidaknya ada 3 (tiga) layanan transportasi online yang menguasai pasar di Indonesia saat ini, yaitu Go Jek, Uber, dan Grab. Ketiga perusahaan ini bisnis utamanya berbasis pada ride sharing, yaitu menggunakan kendaraan pribadi untuk memberi tumpangan kepada orang lain. Namun demikian, di Indonesia banyak pengemudi yang menjadikannya mata pencaharian utama. Sistem transportasi di Indonesia yang tidak bisa diandalkan kenyamanan maupun ketepatan waktunya serta jalanan yang macet juga membuat para perusahaan transportasi online ini menekuni pasar dengan fitur ojek sepeda motor sebagai andalan.
Ojek sepeda motor memang sangat cocok dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang cenderung malas berjalan kaki. Hal ini mungkin sebagai dampak buruk sistem tansportasi publik yang ada saat ini. Perusahaan-perusahaan tersebut memang melebarkan sayapnya dengan layanan-layanan inovatif lainnya seperti layanan antar barang, antar makanan, antar tukang pijat, antar tukang bersih-bersih rumah, dan lain-lain namun sepeda motor tetap menjadi sandaran utama model bisnis ini.
Fenomena ojek online ini memang membawa banyak dampak positif, salah satunya adalah memecah kebuntuan pemenuhan kebutuhan transportasi masyarakat. Perusahaan ini juga merekrut banyak tenaga kerja sebagai rekan bisnis. Ini tentu saja menjadi hal yang baik bagi perekonomian Indonesia. Selain di sektor transportasi, perusahaan semacam ini juga menjadi enabler bagi berkembangnya sektor kuliner, pariwisata, dan berbagai bidang lainnya. Dalam salah satu penelitian yang dilakukan oleh BPPKI Yogyakarta pada tahun 2017, ada temuan yang menyatakan bahwa beberapa pedagang makanan mengaku omzetnya meningkat setelah bergabung dengan layanan Go-Food.
Mungkin karena hal-hal tersebut di atas, Presiden Joko Widodo menunjukkan keberpihakannya bagi model bisnis ini. Nadim Makarim yang merupakan pendiri sekaligus CEO Go-Jek pernah diajak Presiden dan rombongan kerjanya mengunjungi Silicon Valley di Amerika Serikat pada Oktober 2015. Selain itu, saat Menteri Perhubungan mengeluarkan Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 tertanggal 9 November 2015 yang isinya adalah larangan terhadap GoJek, GrabBike, GrabCar, dan sejenisnya, Presiden mengintervensi hingga pelarangan terhadap ojek online ini ditangguhkan. Dalam keterangan pers yang dilakukan pada tanggal 18 Desember 2015, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan membolehkan konsumen untuk tetap menggunakan layanan ojek online sampai sarana angkutan umum dinilai sudah lebih memadai. Surat yang dikeluarkan untuk Korps Lalu Lintas Polri, menurut Kementerian Perhubungan, bukan berisi larangan, namun hanya bersifat mengigatkan bahwa sepeda motor bukan angkutan umum menurut undang-undang.
Layanan ojek sepeda motor online, untuk selanjutnya kita sebut ojek online, saat ini memang dapat menjadi pintu keluar darurat bagi kebuntuan permasalahan transportasi Indonesia. Akan tetapi, keberadaan ojek online ini seharusnya tidak berlangsung lama. Terlepas dari fitur-fitur bisnis lainnya yang ada di aplikasi, di masa depan idealnya sudah tidak ada lagi ojek online. Mengapa demikian? Ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
Pertama, amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa kendaraan bermotor roda 2 atau sepeda motor tidak dikategorikan sebagai kendaraan bermotor untuk angkutan umum. Kedua, sepeda motor relatif kurang aman untuk membawa penumpang dan barang. Ketiga, banyaknya kendaraan yang beredar akan membuat jalanan menjadi macet. Â Keempat, emisi gas buang kendaraan yang tidak terkendali berakibat buruk bagi lingkungan. Berbeda dengan asal usul berkembangnya model ride sharing yang memang bertujuan untuk mengurangi volume kendaraan, berkembangnya transportasi online di Indonesia justru menambah volume mobil yang beredar karena banyak yang menjadikannya mata pencaharian utama.
Hingga pertengahan tahun 2017 ini belum ada kepastian hukum bagi keberadaan ojek online. Hal ini sering menimbulkan konflik horisontal antara pengemudi transportasi konvensional dan transportasi berbasis aplikasi. Para pelaku usaha di bidang transportasi konvensional merasa dirugikan dengan kehadiran trasnportasi online  ini. Selain itu kewajiban perusahaan transportasi online kepada pemerintah juga belum jelas.  Ini bisa menimbulkan ketidak adilan antar warga negara. Pemerintah sebaiknya segera merumuskan hak dan kewajiban pelaku transportasi online serta segera merumuskan model bisnis yang membawa keadilan bagi seluruh pelaku usaha transportasi.
Selain itu pemerintah tidak boleh terlena dengan kehadiran ojek online. Pemerintah tetap berkewajiban untuk membangun sistem transportasi massal yang nyaman dan dapat diandalkan. Mengapa sistem transportasi seharusnya berbasis transportasi massal? P.M. Bunting dalam "Making Public Transportation Work" (2000) menyatakan setidaknya ada 7 alasan:
- Transportasi publik yang efektif akan mengurangi volume kendaraan yang beredar. Ini akan meningkatkan kualitas udara dan kualitas kesehatan.
- Tanpa transportasi publik yang menarik, kemajuan ekonomi akan diterjemahkan menjadi penggunaan kendaraan bermotor sebanyak-banyaknya, yang akan berdampak menjadi efek rumah kaca.
- Keamanan penumpang lebih mudah diatur dalam transportasi publik.
- Pembangunan perumahan dapat menjadi lebih teratur jika sistem transportasi umum mapan.
- Transportasi umum mendukung interaksi sosial yang lebih baik antar warga, sedangkan kendaraan pribadi membuat orang menjadi lebih individualis.
- Transportasi publik hingga ke daerah-daerah terpencil membawa persamaan peluang dan strata sosial bagi semua lapisan masyarakat.
- Kendaraan pribadi membawa dampak negatif bagi ongkos kesehatan masyarakat dan infrastruktur. Kendaraan pribadi juga memicu orang menjadi kurang produktif.
Selain itu penggunaan Bahan Bakar Minyak untuk kendaraan juga harus dikendalikan, karena minyak adalah sumber daya alam yang tidak terbarukan.
P.M. Bunting juga mengemukakan beberapa hal yang harus dipenuhi dalam membangun sistem transportasi publik agar masyarakat mau menggunakannya. Di antaranya adalah:
- Mudah didapatkan.
- Terintegrasi.
- Mudah digunakan.
- Masyarakat tidak harus berjalan terlalu jauh untuk bisa menaikinya.
- Dapat mengatasi kekhawatiran penumpang atas ketidakpastian terkait waktu, kerusakan, dan lain-lain.
- Mudah untuk penumpang yang membawa barang bawaan
- Mudah bagi yang bepergian dengan rombongan.
- Penumpang tidak harus menunggu terlalu lama.
- Waktu bepergian yang cepat
- Kenyamanan dalam membayar
- Aman, nyaman, dan hemat
Untuk penerapan sistem transportasi yang baik, kita dapat mengadopsi best practice dari negara-negara yang transportasi publiknya relatif sukses. Dalam hal ini penulis ingin membahas tentang sistem transportasi di negara bagian New South Wales, Australia.Â
Penyediaan moda transportasi dibagi berdasarkan jarak yang ditempuh. Untuk transportasi jarak jauh/antar kota disediakan kereta jarak jauh dan bis jarak jauh. Untuk jarang menengah, seperti dari pusat kota ke suburbs di sekitarnya disediakan layanan kereta lokal. Untuk mobilitas di dalam kota disediakan bis yang hanya berhenti di halte yang ditentukan.
Semua transportasi publik tersebut berjalan dengan jadwal yang sudah ditentukan. Dengan perhitungan yang baik, angka ketidaksesuaian dengan jadwal cukup kecil, sehingga pengguna tidak terlalu dirugikan dan mereka tetap percaya untuk menggunakan transportasi umum. Bis hanya berhenti di halte. Jarak antar halte disesuaikan dengan padatnya pemukiman dan kondisi hambatan yang ada di jalan tersebut. Di dalam bis disediakan peta halte mana saja yang akan dilalui. Penumpang juga hanya perlu menekan tombol untuk memberitahukan kepada pengemudi agar berhenti di halte selanjutnya. Penggunaan bis untuk mobilitas dalam kota ini kalau di Indonesia bisa diganti dengan angkutan kota/angkot. Berbeda dengan angkot dan bis di Indonesia, di NSW tidak ada kendaraan umum yang ngetem.
Mengapa bis di sana bisa teratur sedemikian rupa? Pengelolaan bis di satu kota atau suburb tertentu hanya dikelola oleh satu perusahaan saja, sehingga tidak ada persaingan. Pengemudi digaji oleh perusahaan sehingga tidak terpicu untuk rebutan penumpang. Tidak ada pengemudi yang kebut-kebutan. Kenyamanan penumpang menjadi prioritas utama. Perusahaan operator bis juga tidak perlu khawatir dengan penghasilannya karena perusahaan memonopoli, tidak ada gesekan dengan perusahaan pesaing. Pengemudi sangat patuh terhadap aturan karena jalur pengaduan terbuka lebar, ditulis di setiap bis. Pengemudi tidak akan mengambil resiko mempertaruhkan pekerjaannya dengan memberikan pelayanan yang buruk. Selain itu kendaraan juga menjadi lebih terawat karena dapat diawasi dengan ketat oleh perusahaan.
Manajemen pengelolaan seperti ini bisa diadopsi di Indonesia. Sebagai transisi mungkin bisa diberlakukan sistem konsorsium. Pemerintah dapat melakukan kontrak dengan perusahaan maupun konsorsium yang dilelang secara terbuka. Jika perusahaan atau konsorsium merugi, pemerintah seharusnya memberi insentif dan subsidi karena transportasi massal itu bukan sekedar untung rugi, namun ada intangible advantagesyang lebih besar seperti penghematan energi, emisi gas buang yang rendah, serta kemacetan.
 Kenyamanan dalam hal membayar juga menjadi nilai positif. Penumpang hanya perlu membeli satu kartu yang bisa digunakan untuk membayar kereta lokal, bis, dan ferry yang bisa dibeli di toko-toko tertentu. Hal ini jauh lebih praktis dan cepat dibanding jika harus antri tiket di stasiun, terminal, ataupun dermaga. Jika dana di kartu tersebut habis, penumpang dapat mengisi ulang melalui transfer bank dan lain-lain.
Teknologi informasi sangat membantu dalam mewujudkan sistem transportasi cerdas semacam ini. Dimulai dari website dan aplikasi yang memuat informasi trayek, peta, jadwal keberangkatan, pengumuman jika terjadi gangguan atau pengalihan trayek dan moda transportasi, hingga pengecekan posisi kendaraan melalui GPS dan lain sebagainya.
Dari paparan di atas dapat kita ambil langkah-langkah awal untuk membuat perencanaan sistem transportasi yang lebih baik. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan pelaku usaha di bidang transportasi adalah pembagian wilayah kerja yang tidak bersinggungan, penghapusan sistem kepemilikan kendaraan pribadi, dan penghapusan sistem setoran. Jika kendaraan dimiliki oleh operator dalam skala besar, pemerintah akan lebih mudah mengaturnya. Mari kita tunggu keberanian pemerintah untuk mencabut izin trayek transportasi umum dan mengarahkannya menjadi perusahaan atau konsorsium.
Referensi:
- Jokowi Dukung Gojek, Kemenhub Melarang? http://tekno.kompas.com/read/2015/12/18/09282137/Jokowi.Dukung.Gojek.Kemenhub.Melarang
- Bunting, P.M.. Making Public Transportation Work, McGill-Queen's University Press, 2000. ProQuest Ebook Central, https://ebookcentral.proquest.com/lib/kominfo-ebooks/detail.action?docID=3330718.
- https://www.transport.nsw.gov.au/
Artike ini sudah dimuat dalam Majalah Gagasan Edisi Agustus 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H