Pantai Bajulmati memiliki potensi sebagai kawasan konservasi, terutama untuk perlindungan populasi berbagai jenis penyu. Beberapa jenis penyu yang bertelur di Pantai Bajulmati yaitu penyu abu-abu, penyu sisik, penyu hijau, dan penyu belimbing. Â Keempat jenis penyu tersebut termasuk dalam daftar satwa yang dilindungi oleh pemerintah, seperti tertuang pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. P.106 tahun 2018.Â
Berdasarkan data yang diperoleh oleh Bajulmati Sea Turtle Conservation (BSTC) melalui kegiatan monitoring mulai dari tahun 2017, teridentifikasi bahwa terdapat 20 titik pendaratan penyu yang ditemukan di Pantai Bajulmati, yang artinya di Pantai Bajulmati telah ada 20 sarang telur penyu dalam sekali musim. Waktu pendaratan penyu di Pantai Bajulmati untuk melakukan perkembangbiakan dimulai pada bulan Maret dan berakhir di kisaran bulan September.
Sejak tahun 2007, Bapak Sutari yang merupakan warga asli Pantai Bajulmati dan pendiri Bajulmati Sea Turtle Conservation (BSTC) telah melakukan penyelamatan terhadap telur penyu yang ditemukan di pantai. Hal ini dilakukan oleh Bapak Sutari karena pada tahun 2003-2006 beliau melihat eksploitasi dan perburuan baik telur  penyu maupun  penyu  dewasa. Â
Jika pada zaman dahulu perburuan telur penyu dan penyu itu sendiri  dilakukan  karena  dasar  untuk  dikonsumsi  sebagai penyambung  hidup,  akan  tetapi  perburuan  pada  saat  ini  lebih  mengarah  ke  arah komersil. Oleh karena itu, Bapak Sutari berusaha melindungi sarang penyu dengan memagari lokasi penyu bersarang menggunakan bambu. Akan tetapi, kegiatan yang dilakukan oleh Bapak Sutari ini masih mengalami beberapa masalah.Â
Mengingat bahwa pengawasan terhadap lokasi telur penyu berada tidak dapat dipantau selama 24 jam, maka hal ini membuat keresahan tersendiri karena pemberian pagar akan menunjukkan posisi  telur  penyu tersebut berada. Sedangkan di sisi lain terdapat sisi positif, pemberian pagar di sekeliling sarang penyu juga dapat membuat hewan-hewan predator telur  penyu  seperti  biawak dan anjing tidak  dapat  memangsanya. Â
Selain faktor predator dan manusia, faktor alam juga menjadi ancaman terhadap keberhasilan telur penyu  tersebut  menetas.  Terdapat beberapa titik inkubasi telur penyu berada di daerah rawan abrasi, ketika terjadi ombak besar dan abrasi maka telur-telur yang ada di dalamnya akan terbawa ombak dan rusak.
Pada tahun 2009 Bapak Sutari mulai merelokasi telur penyu yang ditemukan. Alasan relokasi ini dilakukan karena sesuai dengan penjelasan sebelumnya bahwa pemberian pagar dan pengawasan yang tidak bisa maksimal membuat pencurian telur penyu  banyak  dilakukan. Â
Selain itu faktor abrasi dan ombak pasang juga membuat relokasi telur penyu ini dilakukan. Awalnya relokasi telur ini dilakukan sendiri oleh Bapak Sutari. Beliau menggali tempat inkubasi telur penyu di pesisir dengan tangan.  Kemudian  pasir  tersebut  dimasukkan  ke  dalam  ember  sebagai  bantalan dan  telur  penyu  mulai  dipindahkan  ke  dalam  ember  tersebut.Â
Setelah itu beliau membawa telur penyu tersebut ke rumahnya yang terletak di dekat pesisir Pantai Bajulmati. Di samping rumah Bapak Sutari, dibangun sebuah kolam kecil berukuran 2x1 meter dengan tinggi 50 cm berisi pasir untuk inkubasi telur penyu tersebut. Telur yang sudah dipindahkan ke dalam ember tadi kemudian di masukkan ke dalam kolam inkubasi buatan yang sudah ada.
Pada tahun 2014 mulai dibangun rumah penyu dengan dana hasil swadaya beberapa pihak termasuk berukuran 7x3 meter. Â Di dalam rumah penyu tersebut terdapat kolam permanen yang terbuat dari beton dengan dinding keramik berbentuk huruf U dan di tengah-tengahnya terdapat tempat untuk inkubasi telur penyu. Â
Tempat inkubasi tersebut berisi pasir penuh yang kemudian digunakan untuk menginkubasi telur yang telah direlokasi dari tempat bertelur awal. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian pada tempat inkubasi ini. Ketika pasir untuk inkubasi berada dalam satu wadah, maka semut merah akan mudah menggapai telur penyu tersebut di dalam tempat inkubasinya. Â Cairan bekas telur yang sudah menetas membuat semut mendatangi tempat tersebut, dan beberapa tukik yang baru saja menetas dan masih basah akan segera dikerumuni semut dan kemudian tukik tersebut mati.
Dalam rangka memenuhi komitmen terhadap perlindungan keanekaragaman hayati, PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Malang ikut berpartisipasi dalam kegiatan konservasi penyu yang dilakukan oleh Bajulmati Sea Turtle Conservation (BSTC) di Pantai Bajulmati dengan mendukung program inovasi dalam proses inkubasi telur penyu.Â
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap program penetasan telur penyu yang dilakukan oleh pengelola Bajulmati Sea Turtle Conservation (BSTC) menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan penetasan telur penyu dengan metode konvensional yang tidak terlalu tinggi, yaitu hanya sebesar 75,8% ditambah dengan ancaman kematian tukik akibat serangan semut merah.
Oleh karena itu, muncul gagasan untuk mengembangkan metode inkubasi telur penyu yang baru untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dari metode inkubasi telur penyu secara konvensional. Metode inkubasi baru ini disebut dengan "Metode Pyramid" yaitu metode inkubasi telur penyu dengan menggunakan ember cat bekas untuk  menjaga  stabilitas  suhu  inkubasi. Selain suhu yang lebih stabil, semut juga tidak bisa mencapai tempat dimana telur yang sudah menetas.Â
Proses pengawasan juga lebih mudah karena masing-masing penemuan telur penyu diletakkan dalam satu ember dan diberikan keterangan waktu, tempat, dan jumlah telur itu ditemukan. Langkah ini terbukti memberikan kontribusi pada upaya pelestarian keanekaragaman hayati, khususnya untuk konservasi penyu dengan terjadinya peningkatan tingkat keberhasilan penetasan telur penyu sebesar 90,1% lebih tinggi dibandingkan dengan metode inkubasi telur penyu secara konvensional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H