Grebeg Suro merupakan sebuah adat istiadat tahunan bagi rakyat Ponorogo. Grebeg Suro merupakan ajang perayaan ketika menyambut datangnya bulan Muharram tepatnya pada tanggal 1 Muharram (1 Suro dalam kalender Jawa). Dalam perayaan tersebut biasanya terdapat pertunjukkan seni dan budaya yang ditampilkan seperti Festival Nasional Reog Ponorogo, Pawai Lintas Sejarah, dan Kirab Pusaka di Telaga Ngebel.
Dalam sejarahnya Grebeg Suro ini merupakan adat istiadat dari masyarakat Ponorogo, Sebab adanya kebiasaan dari masyaraakat terutama kalangan Warok pada malam 1 Suro yakni dengan tirakatan mengelilingi kota dan berhenti di alun-alun Ponorogo selama semalam suntuk.
Pada tahun 1987, Bupati Soebarkah Poetro Hadiwirjo terbesit dibenaknya tentang sebuah ide kreatif untuk mewadahi budaya tersebut guna sebagai ajang pelestarian budaya juga. Melihat pemuda yang pada saat itu sudah mulai lintur ketertarikannya dengan kesenian reog, oleh karena itu diadakanlah Grebeg Suro yang disitu diselipkan juga kesenian reog [1][2]
Namun, dewasa ini budaya Grebeg Suro tak hanya bisa kita nikmati di Ponorogo saja, tak usah kita jauh-jauh melancong pergi ke kota asal kesenian Reog Ponorogo tersebut. Banyak di daerah-daerah sebelah timur Kabupaten Ponorogo juga memperingati datangnya awal bulan Muharrah dengan perayaan Grebeg Suro juga, seperti beberapa wilayah tapal kuda yakni Lumajang, Jember, dan Banyuwangi
Dari beberapa informasi yang dinyatakan Narasumber, mayoritas Perayaan Grebeg suro di daerah Pandhalungan merupakan perayaan bagi umat beragama islam. Perayaan ini dilakukan untuk menyambut hari besar tahun Hijriah yang jatuh pada tanggal 1 Muharram/suro.
Perayaan ini diperingati sesuai dengan adat daerah masing-masing dengan tujuan perwujudan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa, disamping itu perayaan diharapkan agar Tuhan senantiasa memberi keselamatan dan keberkahan rezeki kepada hambanya. Hal ini juga dijelaskan oleh dr. Faida, MMR selaku Bupati Jember
Tutur beliau “Ritual petik laut Puger rutin dilakukan setiap tahun, sebagai salah satu ritual adat yang bersifat religius untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT”.
Dalam menyambut datangnya 1 suro, sebagian besar warga pandhalungan mempersiapkan segala keperluan sebelum melalukan perayaan. Adapun perayaan di daerah pandhalungan seperti di Banyuwangi, memandikan keris, membersihkan kafan yang terletak di nisan makam sesepuh, ider barong ( memainkan barong Banyuwangi keliling desa ), ider bumi, tumpengan, kebo keboan ( di desa alasmalang dan aliyan ), petik laut, dan tari Seblang.
Perayaan Grebeg suro di Jember meliputi petik laut, madaf muharram carnival, festifal kesenian, memandikan keris, parade sukoreno. Sedangkan di daerah Lumajang, grebeg suro diperingati dengan cara melakukan ritual adat. Sejarah adanya grebeg ini diyakini sejak ratusan tahun yang lalu, sudah diperingati dan diawali oleh masyarakat jawa kuno untuk memperingati 1 muharram.
Perayaan grebeg suro ini memberikan efek ganda pada segi ekonomi, hal ini di karenakan banyaknya orang yang berpartisipasi dalam perayaan akan menambah peluang pekerjaan bagai masyarakat. Contohnya: ketika ada pamera-pameran atau pusat keramain tidakbisa dipungkiri jika disana terdapat pedagang kaki lima
Keanekaragaman grebeg suro wilayah pandhalungan