Mohon tunggu...
Alfira Najmi Ramadhani
Alfira Najmi Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

Ilmu Komunikasi'21 (21107030064)

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Fase Empty Nest Syndrome dari Film "Ngeri Ngeri Sedap", Cerminan Hati Orangtua Saat Ditinggal Anak Merantau

3 Juni 2022   05:28 Diperbarui: 3 Juni 2022   05:42 1114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ngeri Ngeri Sedap adalah film komedi yang menjadikan keluarga dari suku Batak sebagai latar belakangnya. Film ini telah tayang di bioskop pada 2 Juni 2022 setelah menjalani produksi yang dimulai pada 21 November 2021 silam. 

Setelah sukses dengan film “Ghost Writer” yang tayang pada tahun 2019 lalu, Penulis Bene Dion Rajagukguk kembali mengangkat film dari buku yang ia tulis yang berjudul “Ngeri Ngeri Sedep.” 

Film ini dibintangi oleh Arswendy Beningswara Nasution, Tika Panggabean, Gita Bhebhita Butar-butar, Boris Bokir Manullang, Lolox, dan Indra Jegel.

Film ini mengangkat cerita dari sebuah keluarga Batak yang memiliki 4 orang anak yang diperankan oleh Boris Bokir Manullang sebagai Domu, Gita Bhebhita Butar-butar sebagai Sarma, Lolox sebagai Gabe, dan Indra Jegel sebagai Sahat. 3 dari 4 orang anak ini telah memiliki karir yang telah sukses di perantauan. 

Sang Ibu, Marlina atau Mak Domu, yang diperankan oleh Tika Pangabean dan Sang ayah, Pak Domu, yang diperankan oleh Arswendy Beningswara Nasution, merindukan kehadiran para anaknya yang tak kunjung pulang dikarenakan sibuk dengan jadwal yang dimiliki oleh masing-masing. 

Kemudian Mak Domu dan Pak Domu memiliki ide untuk melakukan sandiwara, mereka membuat sandiwara seolah-olah mereka ingin bercerai. Hal ini tentu saja dilakukan agar menarik perhatian anak-anak mereka untuk segera pulang kembali ke rumah.

Mendengar informasi ini, keempat anaknya memutuskan untuk pulang kembali ke rumah dari perantuan. Setibanya di Medan, mereka terkejut mengetahui bahwa perkelahian yang dimaksud hanyalah sandiwara belaka. Meskipun begitu, Pak Domu dan Mak Domu berhasil membayar kerinduannya saat melihat anak-anaknya bersatu kembali. 

Di balik itu ternyata Marlina ingin melihat anak-anaknya menikah terlebih dahulu, sebelum hal yang sangat ia sembunyikan diketahui anak-anaknya dan menjadi tidak berguna.

Film ini sangat relate dan dapat dirasakan bagi para orang tua. Sebagai orang tua, fase yang pasti dan umum untuk dilalui adalah saat anak-anaknya pergi meninggalkan rumah untuk dapat menjalani hidup yang lebih mandiri. 

Ntah karena merantau atau karena anak-anaknya telah membina bahtera rumah tangga bersama pasangan yang dipilihnya. Orang tua pasti akan merasa sedih, kesepian, bahkan merasa kosong saat berada di fase itu, fase ini dapat dinamakan sebagai Empty Nest Syndrome. 

Empty Nest Syndrome bukanlah diagnosa klinis, melainkan hanya sebutan untuk menggambarkan perasaan kesepian dan kesedihan yang umum dialami orang tua ketika anak-anaknya meninggalkan rumah.

Empty Nest Syndrome umumnya lebih sering dirasakan oleh seorang ibu. Faktor ini mungkin karena naluri seorang ibu yang telah mengandung, melahirkan, menyusui, dan menghabiskan waktu lebih banyak bersama anak-anaknya dibandingkan oleh ayah. 

Orang tua yang sedang melalui fase ini terkadang saat mereka merasakan perasaan ini, mereka dapat merasakan bingung dan bahagia karena tampaknya bertentangan dengan perasaan bangga terhadap perkembangan anaknya yang telah tumbuh dewasa dan mampu menjalankan hidup secara mandiri.

Para orang tua merasa terbiasa dengan kehadiran anak-anaknya yang meramaikan suasana rumah dan merasa memiliki teman untuk mengobrol selain suami/istri, perubahan suasana hati dan perasaan kehilangan sangat sering terjadi pada orang tua yang merasa kesepian. 

Para orang tua mungkin juga khawatir tentang keselamatan anak mereka, khawatir bahwa anak mereka tidak akan dapat hidup mandiri, atau khawatir bahwa anak akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan luar.

Empty Nest Syndrome ini dapat membawa dampak positif bagi para orang tua. Selain menjalankan peran sebagai orang tua, tentu mereka juga menjalankan peran sebagai pasangan suami istri. 

Saat sedang mengalami fase ini, dampak positif yang bisa dirasakan adalah kembali memperbaiki relasi sebagai suami istri yang mungkin sempat tersingkirkan karena terlalu fokus kepada anak serta meningkatkan kualitas hubungan sehingga dapat menjadikan hubungan semakin harmonis. 

Dampak lainnya adalah meminimalisir konflik dan lebih menghargai waktu saat sedang berkumpul bersama.

Fase transisi yang akan dialami oleh orang tua ketika kembali menyesuaikan diri saat melalui fase Empty Nest Syndrome ini akan memakan waktu yang cukup lama.

Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan mencari kegiatan lain yang disenangi dan dapat mengalihkan pikiran agar tidak terus menerus merenungi kepergian anak-anaknya dan merasa kesepian. 

Dalam penelitian yang dilakukan terhadap perempuan Amerika ditemukan bahwa perempuan yang hanya melakukan tugas tradisionalnya secara eksklusif di rumah dan tidak memiliki kegiatan lain di luar rumah, menderita sindroma lebih parah, bahkan sampai ketingkat depresi karena “rasa tidak dibutuhkan lagi” yang sedemikian pekat. Pada perempuan yang memiliki kegiatan lain diluar rumah, sindroma itu menjadi lebih cair.

Lalu tetap berkomunikasi dengan anak baik dengan berbicara melalui chat, telepon, atau mengunjungi anak sesekali. Orang tua diharapkan jangan merasa sungkan apabila sedang merasa berada di masa-masa sulit saat melalui fase yang tak mudah ini. Apabila dirasa sangat sulit, orang tua juga bisa datang ke para ahli seperti psikolog atau psikiater.

Fase kehidupan yang tidak bis akita hindari adalah sebuah perpisahan, begitu juga dengan orang tua, hal ini terjadi agar kita sebagai anak bisa melanjutkan hidup secara mandiri dan tidak bergantung kepada orang tua lagi. 

Saat kita sebagai anak memutuskan untuk hidup mandiri, jangan lupa untuk selalu berbicara dengan orang tua, sempatkan waktu untuk pulang dan berkumpul bersama keluarga sehingga kita juga dapat mengatasi kesedihan dan kesepian yang orang tua rasakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun