Sudah tiga jam ia disana. Menghadap komputer, dan memasukkan beberapa dokumen penting ke dalam data internal kantor.
Menjadi seorang detektif memang tak hanya tentang bagaimana kau bisa menyelesaikan kasus kriminal dengan baik. Memastikan semua direkap oleh pusat, saat karyawanmu bekerja tak terlalu bagus juga harus diperhatikan.
Hingga tombol enter ditekannya.
" Oh Tuhan, jam berapa ini ", lirih gadis itu seraya meregangkan tubuhnya yang kaku.
Hingga pintu kacanya diketuk.
" Annyeonghasaeyo, Jasmine-ssi "
" Ah~ Daniel-ssi, nawasseoyo? "
" Ne, seonsaeng-nim "
Jasmine bangkit dari duduknya.
Merapikan kemeja kerja yang ia kenakan agar terlihat lebih rapi.
Ia tersenyum ramah. Menghampiri Daniel dan menjabat tangannya singkat. Lalu duduk berhadapan seperti biasanya.
" Aku benar-benar heran, kenapa banyak sekali kasus pembunuhan akhir-akhir ini "
" Betul, Jasmine-ssi. Saya sampai harus bekerja ekstra karena kelelahan melakukan pekerjaan itu "
Jasmine mendengus. Mengangguk setuju.
" Memang lebih melelahkan untuk seorang wartawan sepertimu "
" Ah, data korbannya. Aku akan mengambilnya "
Jasmine kembali ke merja kerjanya. Mengambil dokumen yang sudah selesai ia salin tadi.
Beberapa kertas putih berisi riwayat hidup belasan korban selama sebulan terakhir di wilayah Seoul. Lengkap dengan bagaimana kondisi, juga beberapa barang bukti yang ditemukan.
Ia menyerahkannya pada Daniel.
" Ini salinannya, bukan? ", tanya Daniel memastikan.
Jasmine mengangguk.
" Hm, dokumen aslinya sudah kusimpan "
" Terima kasih, seonsaengnim "
" Tak masalah "
" Ah, Daniel-ssi, coba lihatlah barang bukti pada korban terakhir, Kang Mina "
Jasmine mencondongkan tubuhnya ke depan. Agar bisa menunjuk apa yang ia maksud pada kertas di tangan Daniel.
" Ini. Sebuah rekaman ponsel, yang di duga memang sengaja pelaku aktifkan di sekitaran pohon "
" Jadi, korban tau jika akan dibunuh? "
Jasmine mengangguk.
" Sepertinya begitu. Mulai dari saat ia meminta tolong agar tak dibunuh, disetubuhi, hingga suara serak karena lehernya yang di cekik, ada disana seluruhnya "
" Disetubuhi? Apa? "
Jasmine kembali mengangguk.
" Pelakunya dipastikan seorang lelaki. Lelaki psikopat tepatnya "
" Bukankah korban-korban sebelumnya juga disetubuhi? "
" Ya~ tapi kebanyakan korban di dokumen itu dikonfirmasi jika sering pergi ke club ataupun bar oleh keluarganya. Kami tak bisa memastikan jika ia disetubuhi secara paksa, atau memang ia melakukannya dengan orang yang dikenal "
Daniel menyandarkan tubuhnya di sofa. Memijit pelipisnya yang mungkin sebentar lagi akan pecah.
Jasmine terkekeh kecil.
" Aku juga sama pusingnya denganmu, Daniel-ssi. Hanya tiga dari tujuh belas pelaku pembunuhan yang masih bisa kami tangkap "
Ya.
Entah seberapa pintar juga profesionalnya pembunuh itu. Tak pernah ada satupun jejak yang bisa membawa pihak polisi, maupun badan inteljen NIS mampu melacaknya.
Jika terkadang, pelaku tindakan kriminal apapun bisa dilihat dari berbagai CCTV jalanan, maupun pertokoan terdekat. Ke empat belas kasus ini selalu bersih.
Meskipun ada barang bukti yang tergeletak di sekitaran pelaku. Tak pernah ada yang bisa menangkap siapa dia sebenarnya.
Seolah memang sengaja pelaku biarkan ada. Barang bukti sensitif, yang pastinya bisa ia sadari keberadaanya. Tak ia hilangkan dari sana.
Siapa orang bodoh yang setelah membunuh meninggalkan kartu identitasnya?. Hingga setelah diselidiki, pemilik kartu identitas itu sebelumnya telah melaporkan kehilangan.
Dan tak ada satupun fakta yang mengarah padanya. Bukti pada korban terakhir pula. Rekaman dari ponsel itu. Suara pelaku begitu jelas. Namun tak ada yang bisa mendeteksi suara siapa disana.
NIS telah menggunakan teknologi canggih yang dimiliki Korea Selatan. Pelacak orang dari intonasi juga ciri khas suaranya.
Teknologi yang menggabungkan dirinya secara otomatis dengan seluruh barang elektronik di Korea. CCTV, komputer, laptop, kamera, atau bahkan telepon genggam.
Milik siapapun. Seluruh orang di dalam negara itu. Namun lagi-lagi hasilnya nihil. Tak ada suara yang cocok dengan si pelaku.
Teknologi itu mengarah pada sebuah nama pria lanjut usia, berumur sembilan puluh tujuh tahun asal Gapyeong. Tak mungkin beliau pelakunya. Untuk berjalan lebih dari seratus meter saja sudah tak bisa.
Siapapun pelakunya, pasti pembunuh itu sangat teliti. Otak cerdas yang juga gila secara bersamaan.
Hhh.
Jasmine menghela nafasnya panjang.
" Kau tak berkeliling lagi? "
Daniel mendongak.
Menutup dokumen yang diberikan oleh Jasmine
" Anda memiliki waktu luang? Saya memang harus menyelesaikannya cepat. Tenggat waktunya tiga hari lagi "
Jasmine terkekeh.
" Kau ini, sudah tau menjadi mahasiswa memang sudah melelahkan, malah merangkap menjadi wartawan "
Ia bangkit.
Mengambil coat tebalnya yang tersampir di kursi kerja.
" Ayo. Kali ini tempatnya di Uijeongbu "
" Ne, seonsaengnim "
Daniel mengekori Jasmine yang memimpin jalan, keluar dari kantor kepolisian distrik pusat Seoul. Masih sangat sepi disini.
Ya~
Bisa dibilang keduanya sama-sama begadang untuk pekerjaan masing-masing. Hingga pagi sudah menyambut mereka dilain hari.
Keduanya masuk ke dalam mobil hitam Jasmine. Berkendara menuju wilayah Uijeongbu bagian selatan.
" Kau sudah sarapan? ", tanya Jasmine yang tengah menyetir.
" Belum, Jasmine-ssi ", kata Daniel merapatkan coat yang ia kenakan.
" Ingin sarapan dulu? "
" Ah~ Tak usah, saya juga tak bernafsu makan setelah melihat dokumen tadi ", kata Daniel dengan tersenyum getir.
Jasmine kembali terkekeh.
" Ya~ Begitulah adanya "
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H