Mohon tunggu...
Alfira Fembriant
Alfira Fembriant Mohon Tunggu... Lainnya - Instagram : @Alfira_2808

Music Director and Radio Announcer STAR 105.5 FM Pandaan Pasuruan East Java (from 2012 until now) 📻

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Waktu Maghrib", Film yang Sarat Makna

12 Februari 2023   14:09 Diperbarui: 15 Februari 2023   21:01 2938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika saya bertanya pada orangtua saya dulu waktu masih kecil, kenapa kok disuruh pulang saat menjelang maghrib?

Orangtua saya pun menjawab, ada dua alasan. Pertama, waktunya orang shalat maghrib dan kamu kelihatan orang gak shalat alias masih bermain itu apa tidak malu. Kedua, aura negatif di pergantian sore ke malam itu sedang kuat, apalagi anak-anak kecil, bahaya, takut nanti digondol wewe gombel.

Ya namanya anak kecil diberi wejangan seperti itu otomatis takut lah. Apalagi secara tidak langsung memang aura negatifnya itu terasa sekali terlebih saat saya masih kecil.

Pada film Waktu Maghrib ini lokasi yang digunakan dalam film adalah di sebuah desa yang sangat plosok dan dekat hutan. Nah, kalau di desa saya juga dekat perkebunan dan persawahan warga yang sangat luas. Kalau dinilai sih sebelas dua belas juga dengan latar tempat pada film ini.

Terlebih yang ditampilkan pada film ini sekitar tahun 2000-an awal, hal itu terlihat pada kalender di rumah salah satu pemain yang memperlihatkan bahwa kalendernya tahun 2002. Dan pada tahun itu juga hampir sama seperti di desa saya saat masih suram.

Masih suram yang saya maksud adalah Masjid atau musholla pun juga masih satu atau dua saja, zaman itu juga masih jarang yang bisa baca tulis kitab suci dan doa-doa, lampu penerangan jalan masih minim, hingga luas perkebunan dan persawahan itu lebih besar daripada jumlah dan bangunan rumah penduduk.

Sehingga saat langit gelap pun terlihat suram, karena rumah penduduk yang satu dan lainnya jaraknya berjauhan dan dibatasi masing-masing oleh perkebunan yang lebih luas daripada suatu rumah.

Dengan tampilan yang demikian, jelasnya bagi anak kecil ya menakutkan. Apalagi saat berangkat atau pulang ngaji ke musholla itu selalu menjelang dan usai maghrib, seringkali hal itu membuat anak-anak kecil seusia saya dulu berlarian karena ketakutan.

Namun semakin dewasa atau hingga saat ini, di pedesaan saya sudah jauh lebih maju. Masjid/musholla sudah banyak dibangun, kemudian sudah banyak taman pendidikan baca tulis kitab suci, penerangan lampu di jalan sudah lebih baik, dan sudah banyak dibangun perumahan yang meminimalisir jarak perkebunan (semacam hutan) antar rumah warga lebih rapat.

Jadi tidak ada lagi tuh drama anak kecil yang berlarian saat melewati perkebunan warga, karena perkebunan (semacam hutan) itu sudah berganti alias penuh dengan bangunan perumahan warga.

Namun, meskipun secara perkembangan pembangunan desa yang signifikan sekitar 20 tahun lebih terakhir, tapi hal itu tetap tidak menghilangkan budaya orang-orang desa, yaitu tetap memberikan wejangan atau menyuruh anak-anaknya untuk pulang atau tutup pintu rumahnya saat maghrib tiba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun