Misalnya radio legal memberikan tarif iklan ke klien antara harga 1-10 yaitu memberikan tarif 9 (sembilan), sementara radio ilegal memberikan tarif iklan 1 (satu). Dari situ dapat disimpulkan bahwa radio ilegal merusak pasaran radio legal.
Namun biasanya yang sering membandingkan demikian adalah klien lokal. Sementara jika klien dari agency ibu kota, sudah pasti menuju radio legal terbaik di tiap kota tersebut.
Kenapa tarif iklan radio legal lebih mahal 3x lipat dari radio ilegal?
Jawabannya karena terdapat banyak pengeluaran untuk kualitas suatu radio legal.
Contohnya pembayaran sumber daya manusia berkualitas, pembayaran lstrik per bulan dengan cover jangkauan pemancar luas, perawatan alat teknis siaran, perawatan pemancar radio, BHP Frekuensi, pengurusan (pembaharuan) dokumen perizinan siaran radio, dan lain-lain.
Sementara radio ilegal tidak mengeluarkan pengeluaran sebanyak itu, karena dari SDM saja seadanya, kadang juga sukarela siapa saja boleh siaran, cover jangkauannya pun sangat minim dan jauh berbeda cover area pemancarnya, apalagi pengurusan perizinannya juga dipertanyakan.
Maka dari itu karena minimnya pendapatan sukarela, beberapa penyiar radio ilegal merusak image penyiar radio legal.
Bukan dengan program acaranya saja, tapi juga attitude dari penyiarnya yang berdampak miring terhadap kehidupan normal penyiar radio legal, yaitu seperti contoh case yang disebutkan di awal artikel.
Dan yang namanya ilegal pastinya tidak berizin, juga menjadi hal yang wajar jika ditindak lanjut oleh pihak berwenang.
Tetapi meskipun sudah sering diadakan razia atau penutupan paksa radio ilegal, nampaknya tidak membuat radio ilegal jera dan malah pindah-pindah tempat untuk tetap siaran secara sembunyi-sembunyi.
Sehingga jauh sebelum era digital ini, radio ilegal lah yang menjadi momok atau musuh utama radio legal.