Sore itu... salah satu teman tiba-tiba demam hingga menggigil, juga disertai batuk kering. Saya pun mulai waspada dengan teman tersebut, karena masih satu ruangan faktor kewajiban rutinitas.
Malam harinya, tenggorokan saya mulai tidak enak, yaitu semacam radang tenggorokan. Hingga tengah malam, saya merasakan badan mulai panas.
Pagi di esok harinya, saya pun mulai demam tinggi juga batuk ringan. Kemudian saya sarapan dan minum obat penurun panas. Tetapi, tidak ada perubahan, yaitu tetap demam tinggi.
Saya pun ke klinik di sore harinya, dan diberikan obat penurun panas, batuk, juga vitamin. Saya juga minta surat istirahat dari dokter untuk break aktivitas.Â
Dua hari berlalu, keluhan tetap sama yaitu demam tidak mau turun, sedangkan batuk sudah berhenti. Dan di hari ketiga ini sejak awal gejala muncul, saya merasa indra penciuman dan perasa saya hilang. Saya pun mulai panik dan curiga ini adalah covid-19.
Esok harinya saya pun swab, dan benar saja saya Positif Covid-19. Akhirnya saya pun diimbau melakukan isoman (isolasi mandiri) hingga dua minggu ke depan.
**
Ketika terpapar covid-19, baik itu ringan, sedang, maupun parah, tiap orang mempunyai gejala yang berbeda. Dan berikut saya lampirkan dalam bentuk diagram gejala yang saya alami dari hari ke-1, hingga hari ke-13 ketika saya positif covid-19 pada bulan Juli 2021 lalu:
Seperti diagram di atas dapat saya jelaskan dari awal gejala yang muncul, bahwa saya mengalami demam pada hari ke-1 hingga hari ke-8. Kemudian batuk ringan juga sempat saya alami, tapi tidak terlalu lama, yaitu hari ke-1 sampai ke-3 saja.
Selanjutnya tulang sendi yang sakit pada saya berada di tulang pinggang, yang sakitnya dimulai hari ke-1 bersamaan dengan demam dan bertahan hingga hari ke-8. Sementara yang membuat saya sangat terpukul adalah kehilangan indra penciuman (padahal tidak flu/pilek) dan indra perasa yang dimulai hari ke-3 hingga hari ke-13.Â
Puncak penderitaan covid-19 juga saya alami pada hari ke-7 hingga hari ke-10, yaitu dada saya seperti ditusuk-tusuk jarum. Dalam artian virusnya sudah turun ke bawah dan menyerang paru-paru.Â
Pada posisi ini, jika tubuh saya tidak kuat atau punya penyakit bawaan, mungkin saya sudah memakai tabung oksigen untuk bantuan pernafasan dan lain-lain. Tetapi syukurlah saya tidak mengalami sesak dan sejenisnya, sehingga saya masih tetap berjuang di rumah sendirian dengan semangat yang ada untuk sembuh.
Terakhir gejala yang saya alami yaitu sakit kepala semacam vertigo pada hari ke-8 hingga ke-10, kemudian sakit kepala semacam migrain dari hari ke-11 hingga ke-13.
Sedangkan hari ke-14, ke-15, dan ke-16, saya sudah merasa bugar dan tidak mengalami gejala apa pun. Seperti indra penciuman dan perasa saya pun pada hari ke-14 seterusnya sudah kembali normal 100%.
Hingga hari ke-17, saya pun swab lagi dan hasilnya sudah Negatif Covid-19.
***
S‌etelah mempunyai pengalaman bagaimana rasanya terkonfirmasi positif covid-19, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan, yaitu:
Segera Swab, ketika gejala sakit tidak biasa yang mengarah ke Covid-19
(setidaknya seperti yang sudah disebutkan di atas)
Dengan kita swab Antigen atau PCR lebih awal, setidaknya kita akan lebih cepat mendapatkan penanganan ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kemudian juga dapat menyelamatkan orang-orang terdekat yang secara tidak sengaja dapat tertular oleh virus yang menginfeksi kita.
Walaupun seandainya kita mampu sembuh dari virus tersebut, belum tentu orang terdekat yang risiko tertular juga mendapat keberuntungan yang sama yaitu sembuh dari covid-19.Â
Intinya hindari hal-hal yang mengakibatkan suatu risiko dan dapat kita sesali suatu saat nanti, karena kurangnya perhatian sedari awal yang sebenarnya dapat dicegah.
‌Jangan lupa lapor RT & RW saat Positif Covid-19
Untuk poin yang satu ini, saya sendiri jujur saja sempat lupa tidak melapor. Karena yang namanya orang sakit seperti covid-19 ini sudah tidak memikirkan hal-hal yang berkenaan dengan duniawi. Dalam pikiran hanya istirahat, kosongkan beban pikiran, dan motivasi hidupnya hanya untuk kesehatan dan kesembuhan semata.
Secara logika memang tidak mungkin seseorang yang positif covid-19 masih harus mengurus perizinan segala macam. Dan pilihan kedua yang melapor yaitu bisa salah satu perwakilan keluarga.
Sementara yang terjadi di desa saya yaitu kurangnya sosialisasi mengenai alur hal yang perlu dilakukan setelah terkonfirmasi positif covid-19. Sehingga ketika yang sakit tidak terpikirkan hal tersebut, keluarga juga tidak ada yang tahu apa saja hal yang perlu dilakukan.Â
Bahkan ketika polisi atau satgas datang menghampiri ke alamat rumah untuk memastikan Isoman dan cek kondisi saya setelah beberapa hari, itu pun menjadi salah paham atau bumerang bagi semua warga desa. Karena dikira positif covid-19 itu adalah kejahatan, sehingga ditangkap polisi.
Nah.. sekali lagi hal tersebut disebabkan kurangnya sosialisasi mengenai alur setelah terkonfirmasi covid-19, sehingga banyak orang yang tidak mau memeriksakan diri atau Swab Antigen/PCR, dengan alasan takut dijemput polisi.
Maka dari itu saya sarankan Bapak/Ibu RT & RW atau satgas setempat di desa, daerah maupun perkotaan, sering-seringlah sosialisasi mengenai alur setelah terkonfirmasi positif covid-19 ini. Karena tidak menutup kemungkinan, case yang terjadi di desa saya ini juga dapat ditemukan di tempat lainnya.
Jangan minum obat sembarangan saat positif Covid-19
Tidak dapat dipungkiri, ketika positif covid-19 memang selalu ada kepanikan mengenai kondisi diri. Sehingga banyak di antara kita yang cari tahu lebih banyak mengenai virus ini lewat internet.
Salah satunya dengan melihat komentar para netizen yang pernah mengalami kondisi yang sama. Atau mungkin dapat rekomendasi dari teman mengenai obat A, obat B, obat C, dan lain-lain.
Hal tersebut lebih baik dihindari, karena kita tidak tahu pasti efek samping apa jika kita mengonsumsi obat-obatan tersebut tanpa resep dari dokter.
Lantas, jika ada yang ingin tahu apa saja yang saya konsumsi saat positif covid-19 kemarin-kemarin, yaitu: Vitamin C, Vitamin D, dan Zink yang sudah menjadi satu kesatuan dalam tablet. Selain itu hanya air degan ijo, dan tetap makan teratur (meski tidak ada rasa) untuk nutrisi dalam tubuh.
Kemarin-kemarin saat saya masih isoman, tanpa mengurangi rasa respect terhadap teman-teman yang perhatian terhadap saya. Beberapa di antara mereka menyarankan minum obat anti virus, dan saya diberikan satu nama obat tersebut.
Namun ketika saya cek, obat tersebut memang anti virus. tetapi anti virusnya lebih ke arah penyakit Herpes. Dan akhirnya saya pun tidak mengonsumsinya, disebabkan saya tidak ingin menanggung risiko atau lebih tepatnya membangunkan sel penyakit lainnya yang seharusnya tidak perlu diobati.
Hal tersebut juga terbukti, tanpa saya konsumsi obat anti virus, saya pun juga sembuh.
Maka dari itu saya sarankan rekan-rekan kompasianer untuk tidak konsumsi obat sembarangan tanpa resep dokter. Jikalau kesulitan mengunjungi dokter saat kondisi sakit covid-19 ini, kita dapat konsultasi dengan dokter (ada yang berbayar, ada yang gratis) lewat beberapa aplikasi pilihan yang juga menjadi mitra resmi dari Kemenkes RI.
‌Jangan memaksakan olahraga ketika positif Covid-19, yang penting gerak
Saya juga mendapatkan banyak perhatian dari orang-orang terdekat, salah satunya diimbau untuk olahraga ketika sakit covid-19 ini. Kemudian saya pun menjawab dalam hati, bahwa untuk duduk atau berdiri lebih dari lima menit saja sudah rasanya mau ambruk, apalagi olahraga?
Menurut penelitian di Journal of the American Medical Association (JAMA) Cardiology yang saya kutip dari Halo Doc, peneliti Jerman menemukan bahwa melakukan olahraga ringan sekalipun saat mengidap infeksi virus corona ringan bisa berbahaya dan menyebabkan masalah jantung yang serius. Kondisi ini bisa memperburuk gejala Covid-19 dan dapat menyebabkan miokarditis pada beberapa pasien, yaitu radang otot jantung (miokardium).
Ketika posisi sehat dan tidak positif covid-19, olahraga sangat disarankan untuk menjaga imunitas tubuh. Tetapi dengan demikian pada jurnal yang disebutkan di atas, dan juga sesuai pengalaman yang pernah berjuang sembuh dari virus ini, saya sarankan untuk tidak memaksakan olahraga ketika kondisi sedang terinfeksi virus tersebut karena dapat berdampak buruk bagi jantung.
Hal yang dapat kita lakukan adalah yang penting gerak untuk menjaga fungsional tubuh. Seperti berjalan beberapa meter dari ranjang tidur, kemudian istirahat lagi. Atau cukup berjemur di bawah sinar matahari beberapa menit, dan istirahat lagi.
Intinya jangan memaksakan diri untuk suatu hal yang baik dilakukan orang sehat, padahal sebenarnya kita sedang sakit. Bagaimanapun, kita sendiri lah yang mengetahui batas diri untuk mampu atau tidak dalam menjalankannya.
Pentingnya Vaksin dan Lebih Transparan Jadwal hingga Lokasi
Seperti yang kita ketahui bahwa masih belum ada obat yang ampuh untuk mengobati virus ini, kecuali kita bisa menaklukkan atau meringankan gejalanya lewat vaksin. Sementara ketika saya terpapar virus ini, posisinya saya masih belum vaksin sama sekali.
Sebenarnya saya sudah sejak lama menunggu waktu agar dapat mendapat giliran vaksin. Ketika vaksin sudah diturunkan ke masyarakat umum, saya pun sudah mencari kabar kesana dan kemari lokasi untuk vaksin, tetapi hasilnya masih nihil.
Nah, karena posisi belum vaksin, sehingga gejala yang saya alami pun seperti yang sudah saya sebutkan di atas. Sedangkan ketika terpapar virus ini dan sudah vaksin, setidaknya lebih ringan lagi daripada gejala di atas.
Contoh tentang kisah salah satu rekan kompasianer yang sudah vaksin dan terpapar covid-19 yaitu Meirri Alfianto.
Disitu ia menjelaskan bahwa yang ia alami hanya demam hingga hari ke-3, sakit tenggorokan, dan batuk. Ia juga tidak mengalami Anosmia (hilangnya indra penciuman). Hari ke-4 hingga selesai masa isoman, ia juga mengungkapkan bahwa sebenarnya sudah merasa sehat.
Sementara saya yang belum vaksin, sakit yang dirasakan walau usia relatif muda tetap berjalan dari hari-1 hingga ke-13. Dan baru merasa bugar di hari ke-14.
Dengan pentingnya vaksin covid-19, saya pun mempunyai harapan agar jadwal promosi untuk vaksinasi ini di tiap daerah lebih transparan. Seperti jadwal vaksinasi kapan dan dimana, lengkap dengan cara mendaftar dan syarat melakukan vaksin tersebut.
Selama ini memang sudah berlangsung, tapi saya rasa masih kurang gencar dalam promosi jadwal vaksinasi. Sehingga orang yang seperti saya saja kesulitan untuk mendapatkan jadwal, apalagi orang awam?
Dan saat ini juga sudah ada website atau aplikasi tertentu mengenai informasi pendaftaran vaksin. Hanya saja kelemahan teknologi sering kali error dan tidak dapat dijalankan sesuai tujuan.
Maka dari itu saya berharap ke depannya, jadwal vaksin di tiap kota/kabupaten lebih gencar disosialisasikan. Karena percuma pemerintah gencar sosialisasi untuk melakukan vaksin, tapi masyarakat masih kebingungan mengenai jadwal vaksin terdekat yang belum jelas di kota/kabupatennya.
Sehingga informasi yang dibagikan pada masyarakat bukan hanya jumlah berapa orang yang positif, berapa orang yang sembuh, berapa orang yang meninggal karena covid-19 ini, melainkan sosialisasi mengenai kejelasan jadwal vaksin Covid-19 lebih digencarkan pada tiap Kota/kabupaten di seluruh Indonesia.
***
Salam, @Alfira_2808
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H