Mohon tunggu...
Alfira Fembriant
Alfira Fembriant Mohon Tunggu... Lainnya - Instagram : @Alfira_2808

Music Director and Radio Announcer STAR 105.5 FM Pandaan Pasuruan East Java (from 2012 until now) 📻

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengalaman Menjadi Ketua Kelas di Awal Kuliah Daring Efek Covid-19

17 November 2020   09:54 Diperbarui: 17 November 2020   10:07 2201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mulai dari kehilangan teman baik, hingga menemukan teman baik yang sesungguhnya.

Sebelum pandemi Covid-19, kuliah dilakukan di gedung campus. Antara Dosen dan Mahasiswa juga ada chemistry karena bisa bertatap muka dalam kelas, sehingga mata kuliah yang diajarkan kebanyakan bisa dicerna dengan baik.

Saat istirahat semua mahasiswa berkumpul untuk mendapatkan nasi kotak yang disediakan campus untuk dinikmati bersama. Chemistry sesama mahasiswa pun juga terukir dengan cepat seiring dengan waktu yang mengizinkan mereka dalam menjalin sebuah komunikasi dalam komunitas akademi.

Semua tampak baik, karena memang situasi dan kondisinya sedang baik yaitu tidak ada Covid-19. Namun menginjak tahun 2020 ini semua yang baik tersebut beralih 360 derajat, dari kata normal menjadi upnormal.

Salah satunya untuk instansi pendidikan tidak diperbolehkan tatap muka lagi. Hingga memaksa semua instansi pendidikan harus tetap jalan, namun via daring/online.

Penulis terpilih menjadi ketua kelas untuk 3 (tiga) jurusan. Terdiri dari 2 mata kuliah sesuai konsentrasi yang diambil, dan 8 mata kuliah bersama all konsentrasi. Sebelum masa pandemi berlangsung, semua berjalan dengan lancar. Namun sejak pendidikan dialihkan via daring, problem pun mulai terjadi.

Kuliah daring dimulai pada pertengahan Maret 2020. Saat itu semua tehnis perkuliahan daring masih berantakan karena tidak ada kesiapan yang baik dan matang. Semua dilakukan secara spontan dan harus segera dilakukan untuk berjalannya suatu pendidikan.

Pada bulan tersebut masih belum terpikir mengenai kuliah lewat aplikasi Zoom dan sejenisnya. Sehingga perkuliahan hanya lewat via WAG (whatsapp grup) dan juga Edmodo.

Dengan keterbatasan tersebut yang masih kebingungan arah pendidikan ini mau dibawa ke mana, sering kali Dosen hanya memberikan materi namun tidak ada penjelasan berarti. Sehingga untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan juga hasilnya tidak optimal.

Di luar materi kuliah, sebagai ketua kelas juga diberikan wewenang oleh Dosen mengatur manajemen dari para mahasiswa. Salah satunya mengenai absensi kehadiran dan pengumpulan tugas dari para mahasiswa.

Saat itu penulis mengambil kebijakan sistem transparan. Jadi mulai absensi kehadiran dan pengumpulan tugas pun nama-nama mahasiswa akan di share dalam WAG mahasiswa. Seperti siapa saja yang tidak online/hadir pada tiap mata kuliah, siapa saja yang belum mengumpulkan tugas, semua akan dibagikan pada WAG. Sehingga semua bisa melihat, cek & ricek atau saling mengingatkan agar teman lainnya yang off bisa segera dihubungi untuk mengikuti mata kuliah yang berlangsung. 

Nah, rupanya dalam forum ini sering kali ada pertengkaran berarti dalam WAG tersebut antara pihak ketua/wakil kelas dengan beberapa anggota mahasiswa lainnya. Jika dalam persentase 100%, yang sering menentang kebijakan ketua kelas dan sering memecah belah mahasiswa lainnya hanya sekitar 20% yang orangnya juga itu-itu saja. Sedangkan 80% lainnya memilih diam atau menyimak saja dalam WAG.

Dari banyaknya pertentangan kebijakan tersebut, yang sering kali diangkat menjadi sumber permasalahan adalah mengenai absensi mahasiswa. 

Sebagai ketua kelas atau pemimpin dalam sebuah tim, penulis hanya ingin profesional, bertindak adil dan tidak memihak pada siapapun. 

Nah, sering kali kasus absensi yang diangkat adalah beberapa mahasiswa yang malas tidak ikut kuliah daring tepat waktu, tidak mengisi form absen tepat waktu, dan tidak mengumpulkan tugas tepat waktu.

Contoh 1:
Si "A" dan si "B" tidak masuk kuliah di salah satu mata kuliah. Penulis pun mengisi form absensinya kosong atau tidak masuk karena realitanya memang seperti itu. Lantas teman mahasiswa lainnya yang dipimpin oleh beberapa pemberontak misalnya, itu selalu menyudutkan untuk nama si "A" dan si "B" tetap di isi masuk/hadir pada mata kuliah.

Contoh  2:
Si "A" dan si "B" tidak mengumpulkan tugas tepat waktu. Lantas, Dosen pun sering kali telepon untuk segera dikirimkan tugas para mahasiswa yang sesuai instruksi beliau dikumpulkan ke ketua kelas. Namun para mahasiswa lainnya yang dipimpin beberapa pemberontak menyudutkan ketua kelas agar si "A" dan si "B" bisa ditunggu sekian lamanya sampai mengumpulkan tugas.

Nah, dari contoh 1 & 2 di atas, penulis mengambil keputusan untuk tetap tidak memasukkan nama mahasiswa yang telat dari 1 jam apalagi tidak masuk dalam kuliah daring.

Penulis juga mengambil keputusan untuk tidak menunggu mahasiswa yang tidak mengumpulkan tugas tepat waktu untuk bisa langsung dikirimkan dalam 1 file pada para dosen yang bersangkutan.

Efek dari beberapa keputusan tersebut lah membuat demo besar-besaran pada suatu WAG mahasiswa 3 jurusan tersebut. Namun yang aktif meluapkan kekesalan, kekecewaan dan amarah hanya 20% dari anggota pada WAG tersebut seperti yang sudah dibahas di atas.

Pada intinya mereka menolak dua keputusan tersebut karena dinilai ketua kelas ini tidak adil, tidak mempunyai perasaan, dan tidak mempunyai solidaritas pertemanan.

Padahal seperti prinsip di awal, sebagai ketua kelas hanya menjalankan tugas sesuai peraturan yang berlaku dari pihak campus. Berusaha adil, tidak memihak, profesional, dan paling penting Amanah (jujur & tanggung jawab) terhadap tugas yang diemban.

Bayangkan jika anda pada posisi yang sama:

1. Apakah anda mau menulis absensi kehadiran mahasiswa yang telat 1 jam atau bahkan tidak masuk kuliah, kemudian ditulis masuk/hadir hanya dengan atas nama Solidaritas pertemanan?

2. Apakah anda mau menunggu 2% mahasiswa yang lalai akan tugas mata kuliah, kemudian anda merugikan 98% mahasiswa lainnya karena tugas tidak segera dikirim hingga membuat dosen menolak pengumpulan tugas karena tidak tepat waktu?

Silahkan jawab di kolom komentar...

*

Solidaritas dalam tim itu bagus. Namun solidaritas berlebihan yang tidak masuk akal itu juga menjadi sesuatu hal yang buruk.

Yang terjadi pada kasus di atas ini adalah Solidaritas yang berlebihan pada suatu tim. Ketika pemimpin mencoba untuk adil, profesional, sesuai peraturan, namun para anggotanya malah menantang atas nama Solidaritas. 

Dan lebih mengecewakan lagi yaitu 80% mahasiswa lainnya dalam WAG, memilih diam membisu dengan pertentangan yang diajukan 20% mahasiswa lainnya tersebut. Intinya mereka cari aman, seperti tidak ingin terlihat jelek atau memihak pada ketua kelas. Sebaliknya mereka juga tidak ingin terlihat jelek atau memihak pada para pemberontak yang 20% tersebut.

Pada masa itu penulis sering merenung dan membayangkan para pimpinan negara seperti Indonesia. Mungkin contohnya bukan Presiden, tapi mantan Gubernur DKI Jakarta saja seperti Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Kurang lebih tipikal beliau hampir sama seperti penulis yaitu dalam ketegasan akan suatu peraturan. Tidak ada rasa tenggang rasa pada yang bersalah. Karena ketika kita menjadi pimpinan demi keadilan, kita terpaksa harus melupakan siapa anda?

Siapa yang dimaksud seperti dari pihak keluarganya, teman dekatnya, atau siapa pun, yang salah tetaplah salah dan yang perlu dihukum tetaplah harus dihukum. 

Memanglah sulit ketika yang melanggar peraturan campus ini adalah teman baik kita sendiri. Namun pada situasi seperti itu, terpaksa untuk menjaga profesionalitas harus tega pada teman yang melanggar peraturan.

Alhasil dari kasus ini juga, penulis pun kehilangan beberapa teman yang dulu dikenal baik pada gedung campus sebelum Covid-19 menyerang Indonesia.

Lantas dengan kejadian ini pula, penulis malah menemukan teman-teman baru yang juga beberapa mahasiswa di WAG tersebut.

Sebelum Covid-19 datang, di gedung campus penulis tidak terlalu mengenal dekat dengan mereka teman baru. Mereka teman-teman baru ini menyapa di jalur pribadi untuk menguatkan dan mendukung atas kebenaran data yang dilandasi kedewasaan.

Sebaliknya ketika teman-teman yang sebelumnya penulis anggap baik, malah ternyata bukan teman yang baik. Terbukti ketika penulis memperjuangkan keadilan dan kebaikan untuk absensi dan tugas-tugas mahasiswa ini, namun mereka bukannya mendukung tapi malah berada pada sisi pemberontak tim.

Dalam hal ini bisa mengambil hikmah. Ternyata untuk mengetahui siapa teman baik kita yang sesungguhnya bukan hanya lewat harta duniawi saja antara teman yang ada di sisi kita saat kaya, dan siapa teman yang setia saat kita miskin. Melainkan menjadi seorang pemimpin atau ketua kelas saja kita juga bisa mengetahui siapa teman baik kita yang sesungguhnya.

*

Waktu pun berlalu dan semester telah berakhir. Ada jeda waktu 2 bulan libur kuliah pada Juli dan Agustus 2020. Kemudian saat September, perkuliahan sudah dimulai kembali, namun kali ini ketua/penanggung jawab sudah berbeda karena penulis sudah waktunya fokus pada sidang semester akhir. Sehingga posisinya digantikan mahasiswa adik kelas.

Dari hasil pantauan, semester baru ini rupanya sekarang sudah mulai tertata rapi. Dalam artian sudah lebih siap untuk campus bisa menjalankan kuliah secara daring, karena 2 bulan jeda libur kuliah itu digunakan manajemen untuk pematangan dalam tehnis perkuliahan daring tersebut di semester selanjutnya.

Contohnya seperti:

1. Perkuliahan wajib pakai Zoom. Dulu Zoom ini tidak ada atau tidak wajib, melainkan sunnah yang diiringi banyak protes mahasiswa tentang kuota internet dikala pandemi.

2. Sistem absensi via screen schoot (ss) Zoom. Dulu pencatatan absensinya manual karena tidak ada Zoom. Sekarang untuk absensi tinggal "ss" saja dan tidak ada yang bisa protes lagi karena jejak digitalnya terpampang nyata.

3. Pengumpulan tugas langsung lewat Edmodo. Setiap dosen keinginannya berbeda, sering kali dulu ratusan mahasiswa tersebut pengumpulan tugasnya lewat ketua kelas yang dijadikan dalam satu file, kemudian kirim ke dosen lewat email. Namun sekarang kebanyakan dosen sudah menyuruh pengumpulan tugasnya lewat Edmodo dan tidak melalui ketua kelas lagi. Jadi dosen pun langsung tahu, siapa yang pengumpulan tugasnya tepat waktu dan sebaliknya.

4. Terakhir pada beberapa bulan ini yaitu adanya bantuan kuota internet untuk pelajar dan mahasiswa. Sehingga para mahasiswa tidak banyak adu argumen mengenai kuota internet untuk perkuliahan via daring tersebut.

*

Sekian sharing pengalaman penulis mengenai menjadi Ketua Kelas pada kuliah daring yang belum siap pada awal Covid-19, yang diiringi drama dan air mata.

Antara mengemban Amanah untuk menegakkan keadilan peraturan campus, hingga didesak atas nama Solidaritas pertemanan yang berlebihan dari anggota mahasiswa.

Sungguh pengalaman yang mengharukan bagi penulis kenang masa itu, masa ini, dan masa depan.

Salam, @Alfira_2808

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun