Oleh: Alfin Surya
Allah SWT menciptakan 2 jenis manusia yakni laki-laki dan perempuan. Sejarah panjang perjalanan umat manusia di muka bumi melalui banyak perubahan-perubahan meliputi pola hidup, sosial, ekonomi, politik dan sebagainya.Â
Salah satu perubahan besar adalah tentang pergerakan perempuan di dunia. Sejarah modern mencatat awal pergerakan perempuan dunia di mulai sekitar tahun 1800-an. Pada saat itu perempuan menganggap ketertinggalan mereka disebabkan sebagian besar kaum perempuan pada saat itu masih buta huruf, miskin dan tidak memiliki keahlian.Â
Oleh karena itu pergerakan perempuan pada masa itu lebih mengedepankan perubahan sistem sosial dimana perempuan diperbolehkan ikut serta dalam pemilu.Â
Tokoh-tokoh perempuan pada masa itu antara lain Susan B. Anthony, Elizabeth Candy Stanton dan Marry Wolstonecraf. Mereka berjuang menyampaikan aspirasinya dengan turun ke jalan bahkan sekitar 200 perempuan ditahan pada waktu itu. Seratus tahun kemudian visi perjuangan gerakan perempuan berubah.Â
Perempuan-perempuan pada kelas menengah yang hidup pada masa industrialisasi mulai menyadari kurangnya peran mereka dalam masyarakat.Â
Mereka mulai memberanikan diri untuk keluar dan mengamati ketimpangan sosial dan penindasan pada kaum perempuan. Seorang filsuf perancis, Simone de Beaviour berhasil membuat karya tentang keperempuanan yang berjudul The Second Sex. Karya simone berhasil melecut pergerakan perempuan di barat 20 tahun setelah buku itu terbit. Persoalan tentang ketidak adilan, masalah haid, aborsi, sampai kekerasan sesksual mulai menjadi bahan diskusi terbuka.
Militansi pergerakan perempuan juga terjadi di bumi nusantara. Pada akhir tahun 1800-an pergerakan-pergerakan sosial yang dihegemoni oleh kaum perempuan mulai bermunculan. Gerakan sosial yang diinisiasi oleh kaum perempuan tersebut betujuan untuk menaikkan derajat wanita dalam masyarakat. Karena pada masa itu perempuan cenderung dianggap hanya sebagai seorang yang boleh mengetahui perihal rumahtangga dan dapur saja.Â
Cita-cita tersebut juga sering disebut dengan gerakan emansipasi. Emasipasi adalah suatu persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan, terutama menyangkut urusan perkawinan dan keluarga. Perempuan dianggap punya hak yang sama dengan laki-laki, sehingga perempuan bukan hanya sekedar sebagai koki (konco wingking) namun juga boleh untuk mencari nafkah. Di samping itu dalam hal berkeluarga perempuan juga berhak untuk menentukan pilihanya, bukan kawin paksa. Demikian pula bagi wanita yang tidak berkenan untuk dimadu (poligami) juga bisa memperjuangkan perkawinan monogamy.
Perintis pergerakan perempuan di Indonesia adalah R.A Kartini, seorang putri bupati jepara yang kemudian diperistri oleh bupati rembang, Joyodiningrat, meskipun ia juga dimadu. Berdasarkan pengamatanya, ketertinggalan dan nasib buruk wanita pada kala itu adalah karena kurangnya pendidikan dan pengetahuan sehingga prempuan masih menggatungkan segala hal terhadap laki-laki. Oleh karena itu untuk mengangkat derajat wanita hanya bisa dicapai lewat pendidikan.Â
Cita-cita dan visi Kartini tersebut barulah terungkap pada tahun 1911 (6 tahun setelah wafat) melalui surat-surat yang ia kirim kepada teman-temanya di negeri belanda. Surat-surat tersebut akhirnya diterbitkan oleh abendanon dan menjadi sebuah buku yang berjudul Door Duisternis tot Licht atau lebih dikenal dengan Habis Gelap Terbitlah Terang.Â