Sang senator tengah melantunkan pidatonya.
Sanggahannya seperti mutlak.
Sulit ditembus panah api meski apinya membara.
Segala berjalan sesuai rencana yang layak.
Musuhnya itu meliuk-liuk pidato seperti dedemit dimarahi raja hantu saja.
Tak membuang tempo.
Segera dia keluarkan segenap daya suara yang dimiliki secara habis-habisan untuk mengakhirinya.
Meski terkadang teknik ini dianggap kuno.
Tapi aku tak tahan di kandang mendidih berbau busuk ini.
Mata anak kecil berkaca-kaca, melihat senator berjual-beli serangan.
Mereka sedang memunggungi.
Suara mereka mengisi ruangan.
Mereka mencatat itu dalam bukunya.
Debat yang menohok itu sangat membuat aku tidak nyaman.
Karena aku itu tak mengerti pidatonya.
Pernyataan anak berumur 5 tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H