Tak terbayang tangisan dari seorang wanita yang tidak sempat kudengar kala itu sebelum aku dikeluarkan dari dalam janin. Tak terbayang betapa sakitnya wanita hebat kala itu yang dalam momen tersebut nyawanya diambang kematian. Dan tak terbayang senyum yang masih sempat-sempatnya wanita itu hadirkan ketika menyapa untuk pertama kalinya sang buah hati yang kini telah berkepala dua.
Bayangan-bayangan tentang kejadian malam itu yang membuatku tak mempunyai alasan untuk menjadikan hari kelahiranku sebagai momentum tuk bersenang-senang.
Belum pernah kutanyakan, apakah anakmu kini sudah menjadi apa yang wanita itu harapkan? Atau justru banyak air mata yang jatuh dari matanya karena kelakuan buruk dari anaknya itu.
Bukanlah kehendakku untuk hadir dalam dunia yang penuh dengan pertanyaan ini. Siapa juga yang ingin terus memikul dosa sedangkan kehidupan ini bukanlah sesuatu yang memang kita inginkan.
Tak bisa kubersenang-senang dengan hari kelahiranku, sedangkan itu menjadi pertanda bahwa setiap dosa-dosa itu telah menanti di depan mata. Tak bisa kubersenang-senang dengan hari kelahiranku, sedangkan ada kedua sosok di rumah sana yang tak bisa tidur karena anaknya di sana masih tetap hidup. Tak bisa kubersenang-senang dengan hari kelahiranku, sedangkan kehadiranku justru membuat para setan berbahagia karena masih tetap bisa menjalankan pekerjaannya.
Terlepas dari itu, dalam detik waktu yang terus berjalan, aku hanya menemukan satu alasan kenapa hari kelahiranku perlu kusapa dengan tangis kebahagiaan. Sebuah alasan tentang betapa baiknya Tuhan yang masih memberikan kesempatan bagi diri ini untuk bisa berbenah dan memperbaiki rusaknya jasad dan ruh ini. Sebuah alasan tentang betapa percayanya Tuhan padaku bahwa setiap pertanyaan-pertanyaan yang kerap melintasi benak ini bisa untuk ditemukan jawabannya.
Ini bukanlah hanya soal hari kelahiran dan bagaimana kita meresponnya. Tetapi, tentang betapa percayanya Tuhan pada kita bahwa kita semua yang masih diberikan kesempatan di setiap waktunya, merupakan sosok-sosok yang Ia siapkan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan di sekitar kita. Apakah Adam alaihi salam ke bumi atas kehendaknya? Kurasa tidak. Tapi Tuhan tahu bahwa hanya Adam dan keturunannya yang mampu menjaga bumi dan seisinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H