Hal serupa juga terjadi ketika Argentina hanya mampu menahan imbang Paraguay pada babak penyisihan. Serangan dari pemain terbaik sedunia sekalipun akan majal apabila tidak dibangun oleh kerja sama tim yang baik, apalagi untuk menembus pertahanan yang disiplin.Â
Paraguay paham betul akan titik nadir timnas Argentina yang satu ini, dan berhasil memanfaatkannya. Brasil lebih baik lagi, dengan serangan balik efektif, tuan rumah Copa America tersebut dua kali menggetarkan gawang Argentina.
Kurang sigapnya para pemain Argentina dalam melakukan transisi antara menyerang dan bertahan juga menjadi sorotan. Pada pertandingan lalu, para pemain bertahan Argentina terlihat gugup saat menghadapi serangan Gabriel Jesus, Roberto Firmino, dan Philippe Coutinho.Â
Hal ini merupakan imbas dari ketiadaan playmaker lapangan tengah yang kreatif dan mampu menerapkan transisi menyerang-bertahan secara dinamis. Â Akibatnya, barisan pertahanan Argentina yang diawaki Nicolas Tagliafico, Nicolas Otamendi, Juan Foyth, dan German Pezzella menjadi bulan-bulanan serangan Brasil.Â
Hal serupa juga terjadi pada babak 16 besar Piala Dunia 2018. Kurang dinamisnya transisi antara menyerang dan bertahan juga menjadi petaka bagi timnas Argentina. Meskipun mampu mencetak tiga gol, namun gol-gol tersebut tak berarti karena gawang mereka empat kali dibobol Perancis, tiga di antaranya dengan skema open play.
Kondisi di atas diperparah dengan kurangnya kualitas pemain barisan pertahanan Argentina. Dari sektor penjaga gawang misalnya, Sergio Romero sebenarnya memiliki kualitas yang cukup baik di bawah mistar gawang dan mampu mempertahankan gawang Argentina sampai final Piala Dunia 2014. Pada Copa America 2015 dan 2016, ia juga mengantarkan negerinya hingga final.Â
Namun, sejak ia tidak dipanggil timnas, performa pertahanan Argentina menurun. Kiper-kiper lain yang dipanggil masuk timnas oleh federasi seperti Franco Armani atau Willy Caballero tidak sekualitas Romero dalam menjaga gawang.Â
Apalagi tidak semua kiper Argentina memiliki jam terbang tinggi di klub masing-masing. Sektor pemain belakang memiliki masalah yang serupa. Terdapat ketimpangan antara satu pemain dengan lainnya.Â
Javier Zanetti dan Javier Mascherano memang pernah menjadi pemain bertahan terbaik Argentina, namun keduanya telah memasuki masa senja. Mascherano sudah berusia 34 tahun, sementara Zanetti bahkan sudah pensiun delapan tahun lalu.Â
Para penggantinya belum ada yang menyamai kemampuan mereka berdua. Tak hanya itu, belum ada 'klik' antara sesama pemain belakang. Juan Foyth dan German Pezzella belum bisa mengimbangi gaya bermain Nicolas Otamendi yang jauh lebih berpengalaman.
Hal berbeda terjadi di sektor pemain tengah hingga penyerang. Meskipun Argentina kekurangan playmaker andal yang mampu membangun serangan dengan jitu, namun kualitas pemain di sektor tersebut mengagumkan dan didominasi oleh para bintang Amerika Latin dan Eropa.Â