Mohon tunggu...
Alfin Dwi Rahmawan
Alfin Dwi Rahmawan Mohon Tunggu... Ilmuwan - Seorang Penggiat Sosiologi

Holla Im Sociologue!! Socio-Communication, Gender & Pop-Culture Studies

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Relasi Makna "Mudik" dan "Pulang Kampung" Antara Makna Leksikal dan Sosial

7 Mei 2020   17:22 Diperbarui: 7 Mei 2020   17:30 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Misalnya seperi "tahun ini lebaran pulang kampung gak mas?" dan sebaliknya dengan munggunakan kata mudik, penutur akan mengatakan kepada petutur misalnya seperti "gimana, tahun ini mudik gak mas?". Dengan pertanyaan itu kita secara spontan akan mengerti konteksnya, bahwa yang di maksud dengan si penutur adalah melakukan kegiatan pulang kampung untuk melaksanakan hari raya di kampung halaman.

Di dalam ranah sosial sebenarnya kegiatan antara mudik dan pulang kampung merupakan bagian dari mobilitas penduduk. Seperti halnya dalam konteks linguistik, terminologi mudik dan pulang kampung dapat dibedakan pemaknaannya. 

Terminologi mudik relatif mengacu kepada migran permanen yang menetap di suatu daerah dengan jangka waktu lebih dari 6 bulan dan bermaksud untuk melakukan pulang kampung dengan niat ingin merayakan idul fitri, dan berniat kembali ke kota tersebut setelah merayakannya. Atau bisa juga dengan non-migran atau seseorang yang lahir di suatu kota, kemudian ingin "mudik" ke rumah orang tuanya di desa dan setelah itu akan kembali lagi ke kota tersebut setelah perayaan selesai.

Lain halnya dengan terminologi pulang kampung yang relatif mengacu kepada migran non-permanen yang menetap di suatu kota dengan jangka waktu yang tidak menentu, selama masih ada lapangan pekerjaan untuk mereka. Mengacu pada definisi badan nasional penanggulangan bencana (BNPB), seseorang yang pulang ke kampung halaman tidak akan kembali ke kota karena sudah tidak memiliki pekerjaan di kota. 

Yang artinya ia akan menetap kembali di daerah asalnya. Berdasarkan apa yang dijelaskan oleh Prof. Aswatini yang merupakan Profesor Riset LIPI bidang Demografi Sosial bahwa, mobilitas penduduk mudik dan pulang kampung dipengaruhi oleh faktor pendorong dan penarik. Faktor inilah yang memotivasi penduduk untuk melakukan mobilitas. Kemudian penelusuran motif mobilitas inilah yang perlu dilakukan, hal ini dikarena akan berdampak pada daerah asal (desa) atau daerah yang akan menjadi tujuan mereka (kota).

Jadi dalam konteks pemaknaan kedua kata tersebut tidak dapat kita secara gamblang mengartikannya secara pasti ke dalam satu perspektif leksikal saja, seperti yang telah saya jelaskan bahwa kamus baik itu KBBI atau kamus manapun selalu berkembang. Adakalanya apa yang berkembang di dalam masyarakat tidak terekam oleh kamus, perkembangan masyarakat yang dinamis memungkinkan beberapa makna yang tidak bisa digeneralkan secara pasti seperti halnya mudik dan pulang kampung ini. 

Oleh karena itu, ketika kita melihat pernyataan yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi sepertinya ia lebih memaknai kata pulang kampung kembali selamanya, tidak balik kembali. Berbeda dengan mudik yang pasti dilik (sebentar). Mungkin ia terbawa pengetahuannya dalam bahasa Jawa dan memahaminya sebagai konteks yang berkembang di dalam masyarakat, sedangkan Najwa taunya mudik dalam bahasa Indonesia yang dia tau sama-sama berarti pulang kampung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun