Mohon tunggu...
Alfindri Riandaru
Alfindri Riandaru Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Sains Al-Qur'an

Mengisi waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kumpulan Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia di Era Kepemimpinan Joko Widodo-Ma'ruf Amin

7 Januari 2023   16:57 Diperbarui: 7 Januari 2023   17:07 1612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dinamika Geopolitik

Tahun 2021 didominasi oleh persaingan kekuatan besar antara China dan Amerika Serikat. Kawasan Indo-Pasifik, di mana Indonesia merupakan komponen penting, berada di panggung utama kontes Beijing-Washington. Gesekan tersebut bisa dibilang telah bergeser dari konflik langsung ke arah "persaingan yang bertanggung jawab", tetapi sikap netral Indonesia menghadapi sejumlah tantangan dalam satu tahun terakhir.

Hubungan dengan China telah dibayangi oleh kebuntuan saat ini mengenai cadangan minyak dan gas di dekat Kepulauan Natuna. Bulan lalu, pemerintah China dilaporkan mengirim surat protes ke Indonesia, menuntut agar menghentikan pengeboran di daerah tersebut. 

Parlemen menanggapi dengan kuat, menyatakan keprihatinannya tentang pelanggaran terhadap kedaulatan Indonesia ini meskipun mengakui perlunya menjaga hubungan ekonomi yang baik dengan Beijing. Gesekan teritorial ini menimbulkan risiko yang pasti bagi hubungan antara kedua negara, terutama mengingat sorotan publik yang tajam yang dihadapi elit politik Indonesia saat ini.

Sementara itu, A.S. dan sekutunya proaktif meningkatkan kehadiran mereka di kawasan Indo-Pasifik. Bersama dengan Australia dan Inggris, AS mengumumkan kemitraan keamanan trilateral yang dikenal sebagai AUKUS. Salah satu komponen utama dari kemitraan ini adalah menyediakan armada kapal selam bertenaga nuklir kepada Australia. Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas pembentukan AUKUS, dan meminta Australia untuk menjaga komitmennya terhadap perdamaian dan stabilitas kawasan.

Tanggapan Indonesia terhadap AUKUS ditandai oleh tiga kesan utama -- kekecewaan, kehati-hatian, dan ketidakpercayaan -- yang menyuarakan tingkat ketidakamanan strategis yang cukup besar. Namun AUKUS tidak akan menjadi prakarsa pertahanan dan keamanan "minilateral" terakhir yang dibuat oleh A.S. dan mitranya dengan tujuan melawan pengaruh China yang meluas di Indo-Pasifik. 

Jadi, sementara Indonesia akan terus merasa prihatin dengan pakta keamanan antara kekuatan-kekuatan yang "sepaham", Indonesia perlu terus mempromosikan penolakan terhadap ancaman atau penggunaan kekuasaan sebagaimana dinyatakan dalam Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik yang dipandu oleh Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara. 

Pertanyaan tentang bagaimana Indonesia dapat mewujudkan tujuan otonomi strategisnya dalam konteks peningkatan gesekan geopolitik masih terus berlanjut dan kemungkinan akan berkembang di tahun-tahun mendatang.

Maju ke G-20

Pengamat kebijakan luar negeri telah memberikan berbagai kesan tentang kiprah luar negeri Indonesia tahun ini. Mantan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa telah menyarankan agar kebijakan luar negeri Indonesia tidak pasif, hanya mengungkapkan harapan dan keprihatinan dalam menanggapi tantangan strategis dan geopolitik yang ada. 

Evan Laksmana dengan nada yang sama berpendapat bahwa kebijakan luar negeri Jakarta tidak siap menghadapi bentrokan geopolitik saat ini dan refleks kebijakan luar negerinya sudah lama ketinggalan zaman. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun