Mohon tunggu...
Alfina Asha
Alfina Asha Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Tulisan random.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pelajaran Penting dari Buku "To Kill a Mockingbird"

8 April 2021   06:54 Diperbarui: 8 April 2021   07:20 1279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
To Kill a Mockingbird oleh Harper Lee di aplikasi iPusnas (dokpri)

"Kau tidak akan pernah bisa memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya, hingga kau menyusup ke balik kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya." -Harper Lee

To Kill a Mockingbird adalah judul buku karangan Harper Lee yang diterbitkan pada tahun 1960. Buku ini berkisah tentang Atticus Finch, seorang pengacara di sebuah daerah yang bernama Maycomb yang memiliki sepasang anak bernama Jeremy Atticus Finch dan Jean Louise Finch. Jeremy Atticus Finch, dipanggil Jem, berusia 10 tahun, sedangkan Jean Louise Finch, dipanggil Scout, berusia 6 tahun. Istri Atticus sudah meninggal dunia sejak usia Jem dan Scout masing-masing 6 dan 2 tahun. Atticus kemudian membesarkan kedua anaknya dibantu Calpurnia, seorang wanita berkulit hitam yang bekerja di rumah mereka. 

Buku ini dinarasikan dari sudut pandang Scout, dengan kalimatnya yang polos dan sederhana. Meski begitu, kandungan makna dari isinya sama sekali tidak bisa dikatakan sederhana. Buku ini bahkan sempat menjadi bacaan wajib di Amerika Serikat, hingga tahun 2017 kemarin sebuah tulisan menyebutkan bahwa novel ini dicabut dari daftar bacaan wajib di sana. To Kill a Mockingbird juga telah diadaptasi menjadi film di tahun 1962 dan berhasil memenangkan tiga Piala Oscar. 

Diawali dengan penjelasan singkat tentang keluarga mereka beserta kesehariannya, barulah kemudian perlahan-lahan memasuki konflik utama. Jem dan Scout senang bermain, dan di malam hari mereka akan duduk bersama ayahnya untuk membaca baik buku, majalah, maupun koran. Kebiasaan ini membuat mereka melek huruf sejak kecil, berbeda dengan kebanyakan anak-anak lainnya yang baru akan belajar membaca ketika mulai bersekolah.

Di musim panas mereka kedatangan Dill, keponakan Miss Rachel, tetangga mereka, yang umurnya setahun lebih tua dari Scout. Tidak sulit bagi Dill mengakrabkan diri dengan Jem dan Scout, dengan perkenalan singkat berisi nama dan umur ditambah kalimat penutup, "aku bisa membaca". Tidak ada yang menanyakan, tetapi sebagaimana anak-anak, tidak ada yang dipusingkan selama mereka bisa bermain bersama. 

Suatu hari Atticus diberi kasus untuk menjadi pengacara Tom Robinson, seorang Negro yang dituduh telah memerkosa Mayella Ewell, anak pertama Bob Ewell, keluarga berkulit putih. Seperti yang sama-sama kita ketahui, di masa itu orang berkulit putih sangat rasis terhadap orang berkulit hitam. Orang berkulit hitam selalu dianggap berada dibawah kasta orang berkulit putih. Lantaran hal tersebut, banyak orang yang kemudian membicarakan Atticus, bahkan dianggap telah mencoreng nama baik keluarga besar mereka karena kesediaannya untuk membela Tom Robinson. Jem dan Scout tentu saja belum mengerti tentang isu rasisme ini hingga mereka hadir sendiri di pengadilan menyaksikan penyelesaian kasus ini.

Saya tidak akan berpanjang lebar menceritakan alur novel ini. Di tulisan ini saya ingin meng-highlight beberapa pelajaran penting yang saya peroleh setelah membaca bukunya.

Orang Tua adalah Teladan Anak-anaknya

Atticus senang membaca. Hal ini menurun ke anak-anaknya. Jem dan Scout adalah anak cerdas meski tidak menyadari bahwa mereka cerdas. Mereka banyak bertanya tentang suatu hal, dan Atticus akan dengan senang hati menjawabnya. Cara Atticus dalam mendidik mereka adalah dengan menjadi teladan. Atticus secara tidak langsung mengajari Jem dan Scout untuk tidak bertindak rasis dengan menjadi pengacara Tom Robinson. Jack, adik Atticus, pada suatu malam pernah bertanya mengapa ia menerima kasus tersebut padahal ia punya pilihan untuk menolak. Scout yang saat itu hendak mengambil air di dapur mendengar jawaban dari ayahnya, 

"bagaimana aku bisa menghadapi anak-anakku kalau aku tidak melakukannya? Kenapa orang-orang yang pandai mudah naik pitam jika ada kejadian yang melibatkan seorang Negro, adalah hal yang tak akan pernah kupahami. Aku hanya berharap, Jem dan Scout akan mencari jawaban pada diriku, alih-alih mendengarkan warga kota. Kuharap mereka cukup mempercayaiku."

Dan ya, Atticus memang menjadi panutan mereka. Juga idola mereka. 

Menghargai Perbedaan

Suatu hari Jem dan Scout mengajak Walter Cunningham, seorang anak miskin teman sekelas Scout, untuk makan siang di rumah mereka. Hal ini karena sebelumnya telah terjadi peristiwa tidak mengenakkan di dalam kelas. Guru Scout menyinggung soal bekal dan mendapati Walter tidak membawa bekal maupun uang untuk dibelikan makan siang. Guru ini kemudian memberi Walter uang dan berkata bahwa dia bisa menggantinya nanti tanpa tahu kondisi keluarga Cunningham.

Keluarga Cunningham tidak pernah mengambil apa pun yang tidak akan bisa mereka kembalikan. Mereka tidak mengambil apa pun dari siapa pun, mereka merasa tercukupi dengan apa yang mereka punya. Mereka tidak punya banyak, tapi mereka mencukupkannya.

Setelah menceritakan kepada Jem dan mendapati Walter di bawah pohon, mereka kemudian mengajaknya makan bersama di rumah mereka. Atticus mengajaknya bercerita tentang pertanian dan dijawab oleh Walter seolah ia adalah seorang lelaki dewasa. Walter memahami dengan baik topik ini, karena telah menjadi bagian kehidupannya.  Namun, Scout yang selalu berterus terang tentang apa pun, menegur cara makan Walter yang dianggapnya kurang etis. Calpurnia kemudian membawanya ke dapur untuk menegur dan menanamkan nilai penting untuk Scout.

"Ada orang yang cara makannya beda sama kita, tapi kau tak boleh menegur mereka di meja gara-gara mereka beda. Anak itu tamumu. ... siapa pun mereka, orang yang melangkahkan kaki di rumah ini adalah tamu. Jadi, jangan sampai aku pergoki kau mengomentari kebiasaan mereka seolah kau lebih tinggi! Kalian mungkin memang lebih baik dari keluarga Cunningham, tapi kau tak ada artinya kalau mempermalukan mereka seperti itu."

Scout mencerna perkataan Calpurnia, kemudian kembali ke meja dan makan dengan tenang.

Anak-anak Tetaplah Anak-anak

Anak-anak, sebuah fase yang pasti terjadi dalam kehidupan. Di fase ini rasa ingin tahu mereka sangat tinggi, mempertanyakan ini itu dan segala ketidaktahuan mereka demi memahami sedikit demi sedikit bagaimana dunia bekerja. Orang dewasa, yang terkadang mendapat pertanyaan tidak terduga dari anak-anak, seringkali merasa kaget dan tidak jarang menghindar dari pertanyaan-pertanyaan yang dianggapnya tabu untuk dibahas bersama anak-anak. Bagi Atticus, ini tidak benar. Pola pikir orang dewasa tidak sama dengan anak-anak. Sudah seharusnya orang dewasa menanggapi sewajarnya dan tidak berlebihan dalam berasumsi.

Suatu malam Scout bertanya ke pamannya, Jack, apa arti wanita jalang. Jack yang kaget dengan pertanyaan itu menjawab dengan cerita yang sama sekali tidak nyambung dan malah semakin membingungkan Scout. Ketika Jack menceritakan tentang pertanyaan Scout ke Atticus, responnya di luar dugaan. Atticus malah terlihat kesal karena Jack tidak menjawab pertanyaan Scout dengan benar.

"Jack! kalau seorang anak bertanya sesuatu, jawablah, demi Tuhan. Jangan berlebihan. Anak-anak adalah anak-anak, tetapi mereka tahu kalau kau menghindar, mereka tahu lebih cepat daripada orang dewasa, dan menghindar hanya akan membingungkan mereka. Bahasa yang buruk adalah tahap yang dilalui semua anak, dan akan berakhir dengan sendirinya, ketika mereka mengerti bahwa mereka tak akan mendapat perhatian dengan cara itu."

Sepertinya memang benar, bahwa orang dewasa-lah yang kadang terlalu berlebihan dalam merespon hal-hal yang seharusnya dibuat sederhana. 

Selalu Dengarkan Cerita dari Dua Sisi

Francis, yang jika dilihat dari struktur keluarga adalah keponakan Scout, namun usia keduanya tidak terpaut jauh. Istilahnya, Scout adalah tante muda Francis. Namun sebagaimana anak-anak, tidak ada yang memikirkan tentang hal-hal seperti itu. 

Suatu hari menjelang natal, Scout bersama Jem dan Atticus datang ke Finch's Landing, rumah dimana keluarga Finch (termasuk Atticus) dibesarkan. Di sana Scout bertemu dengan Francis yang dianggapnya sangat menjengkelkan. Francis bahkan mengata-ngatai Atticus karena menerima kasus Tom Robinson, menganggapnya telah mempermalukan keluarga besar Finch (tentu saja di depan Scout). Scout yang tidak terima menjadi naik pitam hingga berakhir berkelahi dengan Francis. Jack, yang kebetulan melihat Scout menyerang Francis, langsung menghukum Scout saat itu juga. Ketika kembali ke Maycomb, Jack yang merasa bersalah mendatangi Scout dan mengobati luka di kulitnya yang memar digigit semut.

Scout mencurahkan keluhannya kepada Jack, tentang dia yang tidak mau mendengar cerita versinya. Atticus tidak begitu, kata Scout. Dia selalu mendengarkan cerita dari dua sisi, baru kemudian membuat keputusan, lanjutnya. Tentu ini membuat Jack malu dengan anak tersebut, dan berusaha menebus rasa bersalahnya yang terasa semakin berlipat ganda. 

Dari kisah ini terungkap lagi cara mendidik Atticus yang mengagumkan menurut saya. Sebagaimana dalam cerita novel, begitu pula di kehidupan nyata. Kita harusnya melatih diri untuk terbiasa melihat atau mendengar sesuatu dari dua sisi. Tidak serta merta menghakimi dari satu pendapat yang bisa saja keliru. Yap, seperti kalimat lama, selalu ada dua sisi dari sebuah cerita. Bijaklah menyikapinya.

Mengendalikan Apa yang Bisa Dikendalikan

Kedengarannya seperti prinsip stoisisme. Dan memang demikian. Atticus sudah menanamkan ke dalam diri anak-anak mereka untuk mengendalikan hal-hal yang memang berada dalam kendali, tidak membuang tenaga memikirkan apa yang tidak bisa dikendalikan. Seperti ketika Scout mulai dicibir teman-temannya ketika berita tentang Atticus yang membela seorang nigger tersebar dan menjadi ejekan teman-temannya. Dengan tenang Atticus memberi nasihat kepada putrinya tersebut,

"Kau mungkin akan mendengar omongan buru tentang hal ini di sekolah, tetapi aku minta satu hal, kalau kau mau: tegakkan kepalamu tinggi-tinggi dan tahan keinginanmu untuk memukul. Apapun yang dikatakan orang kepadamu, jangan dimasukkan ke hati. Cobalah melawan mereka dengan pemikiranmu... sebaiknya begitu, meskipun mereka akan terus melawanmu."

Atau ketika Jem merasa marah kepada Mrs. Dubose yang sering mengolok-oloknya ketika lewat di depan rumahnya, kata Atticus,

"Angkatlah kepalamu dan jadilah lelaki terhormat. Apa pun yang dikatakannya kepadamu, tugasmu adalah tidak membiarkan dia membuatmu marah."

Bagaimana? Stoisisme sekali, bukan? Duh, Atticus ini sepertinya murid jauhnya Marcus Aurelius, Epictetus, atau Seneca! Haha... 

Hanya Ada Satu Jenis Manusia, yaitu Manusia

Isu utama dalam novel ini mengangkat tema rasisme, di mana orang berkulit putih menganggap dirinya lebih baik dari orang berkulit hitam. Harper Lee secara sederhana menggambarkan "masalah lama" ini lewat Atticus yang berprofesi sebagai pengacara dan membela seorang Negro yang dituduh memperkosa gadis berkulit putih. Orang-orang membicarakannya, tapi Atticus tetap bersikap biasa saja.

"Sepertinya sebagian besar orang merasa benar dan kau salah," kata Jem

"Mereka memang berhak berpikir begitu, dan mereka berhak dihormati pendapatnya. Tetapi sebelum aku mampu hidup bersama orang lain, aku harus hidup dengan diriku sendiri. Satu hal yang tidak tunduk pada mayoritas adalah nurani seseorang." jawab Atticus

Manusia seringkali mengkotak-kotakkan manusia lain berdasar perbedaan yang tidak berada dalam kendali mereka, seperti perbedaan warna kulit. Bagaimana mungkin seseorang bisa memilih ingin terlahir sebagai kulit putih atau kulit hitam? Lalu bagaimana nasib mereka yang berada di antara keduanya, tidak putih juga tidak hitam? Mereka tidak mendapat tempat, kata Scout. Orang kulit putih tidak menganggap mereka, karena memang kulitnya tidak putih, sedangkan orang kulit hitam menolaknya sebagai bagian dari mereka. 

Mereka lupa, betapapun banyak perbedaannya, masih ada satu kesamaan mutlak, yaitu mereka masih sama-sama manusia.

***

 To Kill a Mockingbird menurut saya adalah bacaan yang wajib dibaca oleh semua orang setidaknya sekali seumur hidup! Novel ini sarat akan nilai-nilai kehidupan yang masih terus relevan jauh melampaui era ketika buku ini pertama kali diterbitkan. 

Beberapa poin di atas hanya sebagian kecil. Masih terlalu banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik; tentang hubungan persaudaraan Jem dan Scout, tentang hubungan Atticus bersama Jem dan Scout, tentang hubungan keluarga ini dengan Calpurnia yang berkulit hitam, tentang hubungan mereka bersama para tetangga, tentang persahabatan mereka dan perjalanan kehidupan sebagai anak-anak, tentang banyak hal polos dan sederhana dari kacamata anak kecil yang melihat dunia dengan penuh rasa keingintahuan.

"Keberanian adalah saat kau tahu kau akan kalah sebelum memulai, tetapi kau tetap memulai dan kau merampungkannya, apapun yang terjadi." -Atticus

Percaya sama saya, buku ini tidak akan mengecewakan sama sekali!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun