Scout mencerna perkataan Calpurnia, kemudian kembali ke meja dan makan dengan tenang.
Anak-anak Tetaplah Anak-anak
Anak-anak, sebuah fase yang pasti terjadi dalam kehidupan. Di fase ini rasa ingin tahu mereka sangat tinggi, mempertanyakan ini itu dan segala ketidaktahuan mereka demi memahami sedikit demi sedikit bagaimana dunia bekerja. Orang dewasa, yang terkadang mendapat pertanyaan tidak terduga dari anak-anak, seringkali merasa kaget dan tidak jarang menghindar dari pertanyaan-pertanyaan yang dianggapnya tabu untuk dibahas bersama anak-anak. Bagi Atticus, ini tidak benar. Pola pikir orang dewasa tidak sama dengan anak-anak. Sudah seharusnya orang dewasa menanggapi sewajarnya dan tidak berlebihan dalam berasumsi.
Suatu malam Scout bertanya ke pamannya, Jack, apa arti wanita jalang. Jack yang kaget dengan pertanyaan itu menjawab dengan cerita yang sama sekali tidak nyambung dan malah semakin membingungkan Scout. Ketika Jack menceritakan tentang pertanyaan Scout ke Atticus, responnya di luar dugaan. Atticus malah terlihat kesal karena Jack tidak menjawab pertanyaan Scout dengan benar.
"Jack! kalau seorang anak bertanya sesuatu, jawablah, demi Tuhan. Jangan berlebihan. Anak-anak adalah anak-anak, tetapi mereka tahu kalau kau menghindar, mereka tahu lebih cepat daripada orang dewasa, dan menghindar hanya akan membingungkan mereka. Bahasa yang buruk adalah tahap yang dilalui semua anak, dan akan berakhir dengan sendirinya, ketika mereka mengerti bahwa mereka tak akan mendapat perhatian dengan cara itu."
Sepertinya memang benar, bahwa orang dewasa-lah yang kadang terlalu berlebihan dalam merespon hal-hal yang seharusnya dibuat sederhana.Â
Selalu Dengarkan Cerita dari Dua Sisi
Francis, yang jika dilihat dari struktur keluarga adalah keponakan Scout, namun usia keduanya tidak terpaut jauh. Istilahnya, Scout adalah tante muda Francis. Namun sebagaimana anak-anak, tidak ada yang memikirkan tentang hal-hal seperti itu.Â
Suatu hari menjelang natal, Scout bersama Jem dan Atticus datang ke Finch's Landing, rumah dimana keluarga Finch (termasuk Atticus) dibesarkan. Di sana Scout bertemu dengan Francis yang dianggapnya sangat menjengkelkan. Francis bahkan mengata-ngatai Atticus karena menerima kasus Tom Robinson, menganggapnya telah mempermalukan keluarga besar Finch (tentu saja di depan Scout). Scout yang tidak terima menjadi naik pitam hingga berakhir berkelahi dengan Francis. Jack, yang kebetulan melihat Scout menyerang Francis, langsung menghukum Scout saat itu juga. Ketika kembali ke Maycomb, Jack yang merasa bersalah mendatangi Scout dan mengobati luka di kulitnya yang memar digigit semut.
Scout mencurahkan keluhannya kepada Jack, tentang dia yang tidak mau mendengar cerita versinya. Atticus tidak begitu, kata Scout. Dia selalu mendengarkan cerita dari dua sisi, baru kemudian membuat keputusan, lanjutnya. Tentu ini membuat Jack malu dengan anak tersebut, dan berusaha menebus rasa bersalahnya yang terasa semakin berlipat ganda.Â
Dari kisah ini terungkap lagi cara mendidik Atticus yang mengagumkan menurut saya. Sebagaimana dalam cerita novel, begitu pula di kehidupan nyata. Kita harusnya melatih diri untuk terbiasa melihat atau mendengar sesuatu dari dua sisi. Tidak serta merta menghakimi dari satu pendapat yang bisa saja keliru. Yap, seperti kalimat lama, selalu ada dua sisi dari sebuah cerita. Bijaklah menyikapinya.
Mengendalikan Apa yang Bisa Dikendalikan
Kedengarannya seperti prinsip stoisisme. Dan memang demikian. Atticus sudah menanamkan ke dalam diri anak-anak mereka untuk mengendalikan hal-hal yang memang berada dalam kendali, tidak membuang tenaga memikirkan apa yang tidak bisa dikendalikan. Seperti ketika Scout mulai dicibir teman-temannya ketika berita tentang Atticus yang membela seorang nigger tersebar dan menjadi ejekan teman-temannya. Dengan tenang Atticus memberi nasihat kepada putrinya tersebut,
"Kau mungkin akan mendengar omongan buru tentang hal ini di sekolah, tetapi aku minta satu hal, kalau kau mau: tegakkan kepalamu tinggi-tinggi dan tahan keinginanmu untuk memukul. Apapun yang dikatakan orang kepadamu, jangan dimasukkan ke hati. Cobalah melawan mereka dengan pemikiranmu... sebaiknya begitu, meskipun mereka akan terus melawanmu."
Atau ketika Jem merasa marah kepada Mrs. Dubose yang sering mengolok-oloknya ketika lewat di depan rumahnya, kata Atticus,
"Angkatlah kepalamu dan jadilah lelaki terhormat. Apa pun yang dikatakannya kepadamu, tugasmu adalah tidak membiarkan dia membuatmu marah."
Bagaimana? Stoisisme sekali, bukan? Duh, Atticus ini sepertinya murid jauhnya Marcus Aurelius, Epictetus, atau Seneca! Haha...Â