Penjelasan mengenai gelembung soda akhirnya menjadi penjelasan terakhir Si ibu, karena selanjutnya mereka bergegas pulang setelah mendapat telepon --yang sepertinya-- dari ayah mereka yang sudah datang menjemput. Setelah mereka pergi, barulah saya kembali pada aktivitas saya sebelumnya yang saya tinggalkan akibat menjadi pendengar dongeng dadakan.Â
Peristiwa ini membuat saya berpikir, sekaligus terkagum pada Si ibu yang sangat lihai membimbing dan mengajari kedua anaknya. Ungkapan bahwa ibu adalah sekolah pertama bagi anak sebelum anaknya diajar oleh guru di berbagai lembaga pendidikan rasanya disajikan langsung di depan mata saya.Â
Saya seperti diberitahu langsung oleh Tuhan tentang salah satu alasan mengapa semua orang --termasuk perempuan wajib menuntut ilmu setinggi-tingginya. Karena kita semua akan menjadi guru, secara langsung maupun tidak langung, setidaknya bagi orang-orang terdekat kita.Â
Kembali pada tulisan Prof. WIM di awal tadi, beberapa anak kecewa karena orang tuanya terlalu banyak bergelut pada pekerjaan hingga jarang meluangkan waktu bagi anak. Padahal diungkapkan atau tidak, mereka membutuhkan waktu-waktu tertentu untuk sekadar bercerita atau belajar bersama seperti kisah ibu dan kedua anaknya yang saya temui di perpustakaan tadi.Â
Selengkap apapun fasilitas atau seberapa banyak pun uang jajan yang diberikan, tetap saja akan menyisakan ruang kosong di dalam diri anak. Apabila Si anak sudah menganggap biasa hal seperti ini, maka tidak mengherankan ketika akhirnya mereka tumbuh menjadi lebih cuek.Â
Lebih dari itu --agak disayangkan sebetulnya, wajar saja apabila mereka kemudian lebih nyaman untuk bercerita atau sekadar berbagi keluh kesah kepada teman dibanding orang tuanya sendiri. Karena jarak itu memang sudah dipupuk sedari kecil.Â
Karena sekali lagi, masa lalu, masa kini, dan masa depan saling berkaitan. Pengalaman akan selalu mengajarkan sesuatu. Maka luangkan sedikit waktumu, Pak/Bu. Yang butuh perhatian bukan hanya pekerjaanmu.