Untuk kamu yang cantik
Oleh: Andin Alfianoor Ansyarullah Naim
Hujan turun, beberapa saat yang lalu,,,dan ini bulan juli....
saya tak punya jas hujan, dan saya harus menghentikan motor saya, berteduh di depan sebuah toko kosong dipinggir jalan ini,,
hujan ini lebat, saya yakin hujan ini lebat, sehingga memaksa saya harus berteduh, langit gelap pertanda hujan akan lama dan angin semakin kencang membawa hawa dingin, sebentar lagi senja akan datang bersama gelap hujan.
dahulu..
Biasanya, saya tak akan berteduh, saya biarkan saja semuanya basah menembus hujan sampai ketujuan, saya selalu berpikir, hujan akan berakhir diujung jalan sana, dan apabila hujan tidak berakhir pula sampai di tujuan, saya selalu menerima itu sebagai sebuah ketidakberuntungan, dan saya selalu tersenyum tabah setelah melalui tantangan yang berakhir dengan ketidakberuntungan itu.
tapi itu dulu, ketika saat itu saya punya jas hujan, tentu saja saat ini saya tidak bodoh harus berhujan ria berbasah kuyup.
dan saya juga sedikit berdusta tentang ketabahan itu, saya terkadang menggerutu juga, iya kadang-kadang saya pada awalnya menggerutu, kesal, jengkel, dan menyalahkan diri sendiri karena mengambil keputusan yang seharusnya tidak tergesa-gesa seperti itu, butuh waktu beberapa saat untuk kemudian mereda dan menjadi menerima keputusan itu dengan berbagai alibi terhadap diri sendiri, Â dan kemudian saya menceritakan hal itu dengan baik dan benar disini dengan mengambil kata "tabah" untuk menempatkan diri saya dalam posisi subjek yang baik.
Saya mengambil rokok malboro saya, rokok yang saya sendiri pikir itu rokok mahal, tapi  saya berusaha menghemat, sehingga butuh beberapa hari untuk menghabiskannya, dan menghisap rokok di saat berteduh dari hujan ini menjadi tidak terlalu menyenangkan ketika saya tiba-tiba melihat dia diseberang sana.
Saya pikir, saya juga berdusta lagi untuk tidak terkejut melihat dia disana, saya terkejut tapi saya cukup pandai untuk menyimpannya, dan cukup berpengalaman mengendalikan diri, ya minimal saya berusaha mengendalikan diri. Itu lah mengapa saya berusaha menuliskan cerita ini dengan baik dan sebisa mungkin cerita yang benar adanya.
Jarak kami tak jauh, mungkin sepuluh meter, saya disini dan dia diseberang sana, dan saya yakin dia tidak melihat saya,
entah bagaimana dia tiba-tiba berdiri disana, dan memasuki mobilnya...dan tidak lama kemudian dalam isapan rokok saya yang kesekian kali, mobil dia berjalan menjauh.
Saya tidak bercerita dengan mendramatisir, karena hari ini cukup sulit untuk membuat cerita yang penuh drama dan menarik perhatian, saya percaya disana telah banyak banyak karya seni yang mengejewantahkan hal-hal romantis baik lewat lagu, puisi, novel dan film untuk menjadi sarana kontemplasi atau sekedar merasakan sisi-sisi kesamaan akan perasaan dan situasi hati. Maka saya tak ingin memaksakan diri untuk membuat cerita yang berlebihan.
Saya berharap semua orang percaya akan cerita saya, bahwa dahulu saya pernah menyukai dia dan dia tidak menyukai saya. Saya pikir ini penting untuk ditegaskan, bahwa keterkejutan saya pada saat melihat dia, adalah hal wajar, karena dahulu saya menyukai dia, dan ketika dia pergi menjauh dengan mobilnya adalah bukti paling mudah untuk menguatkan fakta bahwa dia tidak menyukai saya, karena saya sebagai seorang yang kadang berpikir tidak rasional percaya bahwa jika dia pernah menyukai saya, pasti dia akan merasakan kehadiran saya entah bagaimana caranya, seperti radar yang tiba-tiba aktif, seperti telefon seluler yang menemukan sinyalnya, atau seperti radio handy talky butut tua yang menemukan sinyal entah bagaimana, dan  setelah sepuluh tahun kami tidak bertemu, saya yakin dia tetap akan merasakan kehadiran saya disekitar dia atau di dekat dia, dengan catatan jika dia menyukai saya, tapi seperti yang kita lihat bersama, dia dia tetap tidak menyadari kehadiran saya meski jarak kami hanya 10 meter, lalu apakah hujan yang agak lebat ini menjadi pengganggu sinyal antara saya dan dia? itu bisa saja, tapi itu terlalu berlebihan dan memaksa.
Saya yakin logika berpikir saya jelas, dan saya yakin dia tidak menyukai saya, dan seperti biasa, ketika saya dahulu menghadapi hujan tanpa berhenti sampai ketujuan, saya juga menyakini ini adalah sesuatu yang tidak saya dustakan dengan sebisa mungkin, saya harus tabah, sekali lagi harus tabah, menyukai seorang gadis yang begitu cantik, tidak lah sebuah kesalahan, hanya saja memaksakan diri untuk membuat dia menyukai diri kita adalah sesuatu yang berisiko menjadi hal yang salah. Idealnya, masalah suka dan tidak suka tidak perlu dipaksakan, biarkan itu alami adanya, dan usahakan seperlunya saja, kenapa harus seperlunya saja, karena kita harus pandai menilai situasi dan keadaan, jadi begini, dunia kami berbeda, dia bak bidadari tinggi disana, saya hanya lelaki sederhana dibawah sini, mungkin dahulu saya lebih sedikit tampan atau terlihat jauh lebih gagah dari pada saya hari ini, yang pasti saya dahulu jauh lebih kurus daripada saya hari ini, dan itu bisa jadi pernah membuat dia memandang saya beberapa saat, atau sekedar melirik, dan kemudian tersenyum ramah kepada saya.
Oh mungkin saya lagi-lagi berdusta, saya harus jujur, dia sering memandang saya dengan lama, mencuri pandang kepada saya, bukan tersenyum ramah tapi tersenyum manis kepada saya, dan kami pernah bercakap-cakap, pernah akrab, pernah berkirim kabar, pernah bercerita hal-hal pribadi, dan kami saling menghubungi, pernah berjanji untuk bertemu, mungkin kami hanya berkawan, dia yang dulu awalnya terlihat sendu menjadi ceria ketika kami sering bertemu, Â dan seiring waktu saya suka dia, menyukai dia.
Dan seperti cerita standar tentang ketidakberuntungan, saya juga seperti lelaki tidak beruntung lainnya didunia ini, di dekat akhir cerita, saya pernah menyatakan saya menyukai dia, dia tersenyum dan kemudian entah apa yang terjadi hubungan kami semakin menjauh, jauh dan jauh dan akhirnya menghilang.
Tapi jika saya boleh sedikit bercerita lagi, agar cerita ini bisa sedikit lebih panjang, karena hujan sepertinya masih lama untuk berhenti
hubungan kami butuh beberapa bulan untuk benar-benar menghilang, seperti bidadari lainnya, yang penuh keberuntungan dalam dunia materi, tapi dia yang cantik itu tak beruntung dalam cinta, saya mengambil kesimpulan ini dengan sedikit lebih realistis dan memilih kata cinta dari pada suka, ini tentu sangat riskan dan penuh analisis yang mendalam dalam menilai dan ini "cinta" tentu harus membuat kesimpulan yang lebih serius.
Sebaiknya dia harus belajar lebih tegas, karena itu akan lebih baik, dan jika tidak bisa tegas, maka saya akan membantunya untuk menjadi tegas, agar dia bisa mengambil keputusan tegas itu dengan lebih mudah. saya harus sedikit sombong disini, bahwa ini adalah alibi ketikdabersalahan saya sekaligus taktis saya yang benar-benar tidak mudah dan tidak biasa, saya suka membaca beberapa buku mengenai sejarah, politik dan filsafat, meski ini tidak berkaitan dengan masalah cinta, tapi cukup sangat membantu dalam saya menyusun taktik.
Hujan sepertinya tak berhenti dalam waktu dekat, dan saya mengambil kembali rokok saya, jangan kawatir saya sadar dengan sepenuhnya dengan situasi disekitar saya, saya sadar cuaca dingin sekali.
Saya akui, saya pernah mengatakan bahwa saya mencintainya, dan saya menginginkannya, dan itu adalah cara terbaik yang bisa saya berikan untuk memberikan jalan kebahagian untuk dirinya, saya tak akan mau menjadi temannya lagi, menjadi kawannya lagi, saya tak akan mau menjadi menjadi laki-laki yang dia pandangi setiap saat, sebagai lelaki yang selalu membuatnya tersenyum, dia rindui dan dia sukai. Â Saya harus meninggalkannya dengan cara paling tidak terhormat agar dia dengan cepat melepaskan saya, tanpa dia harus merasa bersalah sedikitpun.
Saya tahu, hujan umumnya membawa suasa yang sendu, dengan catatan hujan itu bukan hujan yang sangat lebat, suasa sendu berpotensi melankolis, dan itu membuat pohon paling kuat sekalipun bisa bergetar lemah, sebanding tiupan angin yang kuat di tengah hujan lebat.
Alih-alih ini adalah kemampuan saya membuat cerita yang menunjukan kemampuan saya menguasai keadaan dan memenangkan pertarungan, saya menyadari dengan tidak berdusta bahwa mungkin saya tidak sekuat pohon jambu yang berakar kuat, saya laki-laki yang harusnya gentleman, tapi nyatanya saya pengecut, Â saya yakin beberapa orang menyebut saya pendusta, dengan cerita yang bertele-tele, tapi jujur, percayalah rokok yang saya isap adalah tanda betapa rapuhnya diri saya, saya telah berusaha menunjukan saya kuat, saya hanya menguat setelah lama dalam hancurnya hati saya, saya bangkit setelah jatuh, dan itu tidak mengapa. Saya tidak membaca buku puisi lagi, berpura-pura tidak mencari, entah rindu, tidak pula membenci, saya mencoba menyukai beberapa keadaan, seperti memancing disawah, memancing disawah adalah yang tersulit dan terus belajar menerima ketikdaberuntungan lagi dan lagi karena jarang sekali dapat ikan, tapi itu cukup untuk membuat "rasa" seolah membuang waktu, bahkan mungkin menerobos hujan lebat adalah salah satu cara terbaik menenangkan hati.
Disana ada sebuah mobil melambat dari sebelah kanan, menuju kearah saya, dengan memberi sinyal kiri tanda ingin berhenti, saya rasa mobil ini akan berhenti didepan saya, saya tidak suka jika mobil ini akan mengambil posisi berteduh saya membuat saya harus pergi dari tempat saya berteduh, mungkin orang dalam mobil itu pemilik bangunan tempat saya berteduh ini...
Ini adalah batang rokok saya yang ketiga, hujan sepertinya tak mau berhenti, mungkin hujan tidak berhenti karena saya seperti seseorang yang tidak bersikap adil, mungkin karena saya lebih berpikir logis, tapi lupa bahwa perempuan adalah mahluk yang penuh perasaan, sebagai laki-laki tentu saya tak mengapa mengorbankan perasaan saya sendiri, tapi bagaimana dengan dirinya? Bagaimana dengan hatinya, apakah dia mampu mengungkapkan perasaan hatinya? Saya sebenarnya terlalu tidak adil jika saya tidak memberi kesempatan pada diri saya sendiri untuk memahami perasaannya, mungkin tak mengapa dia tak menyukai saya, tapi saya sejujurnya pernah terpikir bisa saja dia mencintai saya, meski dia tidak mungkin memilih saya, dan jujur itu tidak mudah bagi dirinya, Saya mungkin bisa berbual "cintaku padanya seluas samudera", tapi sepertinya saya harus menduga-duga cintanya lebih dalam dari samudera itu sendiri, dan mungkin dia masih mencintai saya.
Setelah saya maklum dengan ketidakadilan saya, Hujan sedikit mereka, dengan tiba-tiba hujan menjadi sedikit tidak lebat seperti beberapa saat yang lalu, saya menyadari ini dengan seksama, dan mengisap rokok saya kembali...saya harus mengalah, mobil disana sepertinya benar-benar ingin mengusir saya, saya sudah siap untuk pergi meski harus menempuh derasnya hujan.
Mobil itu mendekat, pengemudinya mungkin ingin menyuruh saya pergi dengan baik-baik, saya bersiap namun merasa berhak untuk diam menunggu arahannya, ini adalah ego saya dan harga diri saya, tapi saya sudah berencana untuk tidak melawan, karena tahu saya benar-benar tidak berhak untuk berdiam di properti milik orang lain.
Mobil semakin mendekat, dan tiba-tiba berhenti tepat didepan saya, jendela mobil terbuka perlahan, dan saya melihat seorang wanita cantik tiba-tiba tersenyum sambil menatap tajam saya, hanya beberapa detik kemudian dengan senyumnya itu wanita cantik itu memandang ke depan dan mobil pun perlahan berjalan menjauh memasuki kabutnya hujan.
Saya mengisap rokoknya saya kembali, tiba-tiba hujan benar-benar mereda menjadi gerimis, sinar kuning senja kemerahan muncul dari celah awan hitam dari barat, dan angin berubah menjadi sejuk dan langitpun menjadi cerah . Apakah saya harus meralat semua pernyataan saya pada tulisan saya diatas? betapa bodohnya saya, dia menemukan saya.
Banjarbaru, 5 Juli 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H