Mohon tunggu...
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim Mohon Tunggu... Administrasi - biasa saja

orang biasa saja, biasa saja,,,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Untuk Kamu yang Cantik

5 Juli 2024   01:21 Diperbarui: 26 November 2024   08:13 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hujan sepertinya tak berhenti dalam waktu dekat, dan saya mengambil kembali rokok saya, jangan kawatir saya sadar dengan sepenuhnya dengan situasi disekitar saya, saya sadar cuaca dingin sekali.

Saya akui, saya pernah mengatakan bahwa saya mencintainya, dan saya menginginkannya, dan itu adalah cara terbaik yang bisa saya berikan untuk memberikan jalan kebahagian untuk dirinya, saya tak akan mau menjadi temannya lagi, menjadi kawannya lagi, saya tak akan mau menjadi menjadi laki-laki yang dia pandangi setiap saat, sebagai lelaki yang selalu membuatnya tersenyum, dia rindui dan dia sukai.  Saya harus meninggalkannya dengan cara paling tidak terhormat agar dia dengan cepat melepaskan saya, tanpa dia harus merasa bersalah sedikitpun.

Saya tahu, hujan umumnya membawa suasa yang sendu, dengan catatan hujan itu bukan hujan yang sangat lebat, suasa sendu berpotensi melankolis, dan itu membuat pohon paling kuat sekalipun bisa bergetar lemah, sebanding tiupan angin yang kuat di tengah hujan lebat.

Alih-alih ini adalah kemampuan saya membuat cerita yang menunjukan kemampuan saya menguasai keadaan dan memenangkan pertarungan, saya menyadari dengan tidak berdusta bahwa mungkin saya tidak sekuat pohon jambu yang berakar kuat, saya laki-laki yang harusnya gentleman, tapi nyatanya saya pengecut,  saya yakin beberapa orang menyebut saya pendusta, dengan cerita yang bertele-tele, tapi jujur, percayalah rokok yang saya isap adalah tanda betapa rapuhnya diri saya, saya telah berusaha menunjukan saya kuat, saya hanya menguat setelah lama dalam hancurnya hati saya, saya bangkit setelah jatuh, dan itu tidak mengapa. Saya tidak membaca buku puisi lagi, berpura-pura tidak mencari, entah rindu, tidak pula membenci, saya mencoba menyukai beberapa keadaan, seperti memancing disawah, memancing disawah adalah yang tersulit dan terus belajar menerima ketikdaberuntungan lagi dan lagi karena jarang sekali dapat ikan, tapi itu cukup untuk membuat "rasa" seolah membuang waktu, bahkan mungkin menerobos hujan lebat adalah salah satu cara terbaik menenangkan hati.

Disana ada sebuah mobil melambat dari sebelah kanan, menuju kearah saya, dengan memberi sinyal kiri tanda ingin berhenti, saya rasa mobil ini akan berhenti didepan saya, saya tidak suka jika mobil ini akan mengambil posisi berteduh saya membuat saya harus pergi dari tempat saya berteduh, mungkin orang dalam mobil itu pemilik bangunan tempat saya berteduh ini...

Ini adalah batang rokok saya yang ketiga, hujan sepertinya tak mau berhenti, mungkin hujan tidak berhenti karena saya seperti seseorang yang tidak bersikap adil, mungkin karena saya lebih berpikir logis, tapi lupa bahwa perempuan adalah mahluk yang penuh perasaan, sebagai laki-laki tentu saya tak mengapa mengorbankan perasaan saya sendiri, tapi bagaimana dengan dirinya? Bagaimana dengan hatinya, apakah dia mampu mengungkapkan perasaan hatinya? Saya sebenarnya terlalu tidak adil jika saya tidak memberi kesempatan pada diri saya sendiri untuk memahami perasaannya, mungkin tak mengapa dia tak menyukai saya, tapi saya sejujurnya pernah terpikir bisa saja dia mencintai saya, meski dia tidak mungkin memilih saya, dan jujur itu tidak mudah bagi dirinya, Saya mungkin bisa berbual "cintaku padanya seluas samudera", tapi sepertinya saya harus menduga-duga cintanya lebih dalam dari samudera itu sendiri, dan mungkin dia masih mencintai saya.

Setelah saya maklum dengan ketidakadilan saya, Hujan sedikit mereka, dengan tiba-tiba hujan menjadi sedikit tidak lebat seperti beberapa saat yang lalu, saya menyadari ini dengan seksama, dan mengisap rokok saya kembali...saya harus mengalah, mobil disana sepertinya benar-benar ingin mengusir saya, saya sudah siap untuk pergi meski harus menempuh derasnya hujan.

Mobil itu mendekat, pengemudinya mungkin ingin menyuruh saya pergi dengan baik-baik, saya bersiap namun merasa berhak untuk diam menunggu arahannya, ini adalah ego saya dan harga diri saya, tapi saya sudah berencana untuk tidak melawan, karena tahu saya benar-benar tidak berhak untuk berdiam di properti milik orang lain.

Mobil semakin mendekat, dan tiba-tiba berhenti tepat didepan saya, jendela mobil terbuka perlahan, dan saya melihat seorang wanita cantik tiba-tiba tersenyum sambil menatap tajam saya, hanya beberapa detik kemudian dengan senyumnya itu wanita cantik itu memandang ke depan dan mobil pun perlahan berjalan menjauh memasuki kabutnya hujan.

Saya mengisap rokoknya saya kembali, tiba-tiba hujan benar-benar mereda menjadi gerimis, sinar kuning senja kemerahan muncul dari celah awan hitam dari barat, dan angin berubah menjadi sejuk dan langitpun menjadi cerah . Apakah saya harus meralat semua pernyataan saya pada tulisan saya diatas? betapa bodohnya saya, dia menemukan saya.

Banjarbaru, 5 Juli 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun