Mohon tunggu...
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim Mohon Tunggu... Administrasi - biasa saja

orang biasa saja, biasa saja,,,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bunga Rampai Ilmu Kepenghuluan (Bagian 1)

29 Desember 2020   00:19 Diperbarui: 29 Desember 2020   00:33 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak hal dalam keputusan hukum yang dilakukan oleh penghulu, seperti penetapan rencana pernikahan telah terpenuhi segala rukun dan syarat nikahnya, memastikan peristiwa nikah terlaksana sesuai aturan agama, dan kemudian memutuskan pernikahan adalah pernikahan yang sah sehingga terjadi halalnya hubungan suami istri dan sebagainya.

Dari sinilah pertanyaan muncul lalu apa bedanya penghulu dan hakim agama? Bagi saya jika melihat sejarah kepenguluan, dimana dahulu penghulu mempunyai otoritas yang lebih luas, bahkan diluar pernikahan maka tidak ada perbedaan yang lebar antara penghulu dan hakim agama, penghulu jauh lebih tua dan lebih luas otoritasnya seperti dijelaskan diatas penghulu abu-abu dalam hal eksutive dan yudikative, sedangkan hakim agama adalah anak kandung dari penghulu, otoritas hakim hanya dalam pengambilan keputusan secara yudikative, namun meskipun telah dibagi, rupanya penghulu tidak serta merta kehilangan peran pengambilan keputusan hukum, malah-malah mungkin menjadi tantangan yang lebih berat bagi penghulu, karena penghulu menghadapi tantangan jaman serta tantangan birokrative yang berat karena harus melayani akar rumput secara langsung dengan fasilitas dan perlindungan yang minim, berbeda dengan hakim pengadilan yang otoritasnya sangat terlindungi dengan fasilitas yang mumpuni.

Penghulu sebagai pengambil keputusan hukum banyak dibicarakan diberbagai tulisan mengenai sejarah penghulu dimasa lalu, peran penghulu dimasa lalu sebagai Qadi sudah pasti tidak akan lepas dari hal-hal kegiatan pengambilkan keputusan hukum, dimasa modern hal ini tentu asing bagi penghulu modern, dimana pengambilan keputusan hukum dilihat telah hilang dari otoritas penghulu, penghulu lebih kepada pelaksana birokrasi pernikahan sahaja, atau penghulu hanya sekedar pelaksana prosedur pernikahan biasa seperti pegawai negeri lainnya, maka hal-hal mengenai pengambilan keputusan hukum tidak dilihat sebagai bagian dari penghulu.

Tapi seperti juga hakim dipengadilan agama dimana mereka memutuskan sebuah perceraian sebagai sebuah keputusan hukum, penghulu yang memutuskan sah-tidaknya pernikahan adalah juga sebuah pengambilan keputusan hukum.

Salah satu birokrasi pernikahan adalah pemeriksanaan berkas nikah, berkas persyaratan nikah diperiksa oleh penghulu, calon pengantin pun dihadirkan dan ditanyai, berkas nikah adalah alat bantu pemeriksaan, berkas nikah akan dikonfirmasi kembali kepada calon pengantin, penghulu akan meneliti, menilai dan akhirnya memutuskan bahwa calon pengantin memenuhi persyaratan nikah dan tidak ada halangan. 

Penghulu bisa saja menolak rencana pernikahan jikalau ada sesuatu yang dianggap tidak memenuhi persyaratan. Meski terdengar sederhana pada dasarnya praktiknya tidak mudah karena akan banyak hal-hal dan tantangan tersendiri. 

Misalnya ternyata calon perempuan masih terikat pernikahan dengan orang lain, meski dalam berkas nikah di sebutkan masih perawan, atau ternyata walinya tidak setuju, atau wali nikahnya tidak sesuai dengan data sipilnya. keputusan dalam pemeriksaan berkas nikah ini adalah keputusan Hukum.

Keputusan hukum ini akan berbeda dampaknya dengan keputusan prosedural sipil biasa, seperti misalnya dalam berkas dan pengantar nikah yang ditanda tangani oleh kepala desa dipastkan dia dapat menikah, namun ketika diperiksa oleh penghulu rupanya ada persyaratan yang menghalangi pernikahan secara hukum islam yang membuat pernikahan tidak atau belum bisa dilaksanakan. Artinya ada koreksi hukum terhadap apa yang ditanda tangani oleh kepala desa dalam pengantar nikah.

Begitu pula dalam pelaksanaan peristiwa nikah, rukun nikah harus terpenuhi, tidak bisa misalnya dalam pemeriksanaan nikah wali nikahnya ada dan telah datang ke KUA serta menyatakan merestui, tapi pada hari pelaksanaan pernikahan wali nikah ternyata tidak hadir atau digantikan oleh orang lain, maka penghulu akan menyatakan pernikahan tidak bisa dilaksanakan. Keputusan untuk tidak bisa melaksanakan peristiwa pernikahan adalah sebuah keputusan hukum.

Pengambilan keputusan hukum oleh penghulu adalah juga sesuatu yang krusial, sangat menentukan akan suatu rencana pernikahan, sebagai sebuah otoritas yang tidak dimiliki oleh jabatan lainnya, keputusan hukum oleh penghulu berdampak secara hukum islam yaitu halal haram hubungan suami istri dan dampak-dampak hukum perdata setelah pencatatan nikah dilakukan.

Dalam pengambilan keputusan hukum kadang-kadang penghulu bisa melawan arus prosedur dan birokrative sipil, ada beberapa kasus misalnya ketika seseorang wanita dalam data sipilnya baik kartu keluarga, akta lahirnya nama orang tua-nya ada A, orang tua wanita tersebut yang ber si A ini juga hadir dalam pemeriksaan, namun ketika di teliti ternyata si A ini bukanlah ayah kandung dari wanita calon pengantin tersebut, maka mau tidak mau penghulu akan menolak si A sebagai wali nikah, penghulu bisa mengoreksi data pengatar nikah yang akhirnya berdampak riskan bagi penghulu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun