Saya percaya, banyak dari kita tahu tentang rukun dan syarat nikah, tapi bagaimana implementasi rukun dan syarat nikah tersebut? Sebagai contoh, salah satu rukun nikah adalah seorang laki-laki, islam dan dia tidak terhalang untuk menikah, jika seorang laki-laki datang ingin menikah apa yang harus kita lakukan?Â
Bagaimana kita mengetahui dia tidak terhalang untuk menikah? Salah satu halangan laki-laki untuk menikah adalah dia telah mempunyai istri empat orang dalam satu waktu, maka dia tidak bisa menikah lagi, lalu pertanyaannya bagaimana kita bisa tahu dia seorang bujangan, duda atau tidak menikah dengan empat wanita dalam satu waktu? Disana lah tugas penghulu untuk bisa memeriksa, menilai, melihat dan kemudian memutuskan atau mengambil keputusan hukum mengenai itu.Â
Usaha yang bisa lakukan penghulu pastinya akan bermacam cara, salah satu yang umum dilakukan adalah dengan metode penelitian dan pemeriksaan oleh penghulu seperti data sipil, melalui KTP, Kartu Keluarga, surat pengantar dari pemerintah sipil setempat seperti pengatar nikah dan sebagainya, selain itu juga dari pengakuan si calon pengantin itu sendiri, penghulu akan memeriksa dengan seksama, menanyakan langsung dan sebagainya, dimana hal itu akan bisa menyakinkan penghulu untuk memberi keputusan hukum bahwa laki-laki tersebut memenuhi rukun nikah dan tidak terhalang untuk menikah atau malah sebaliknya.
Sederhananya birokrasi dalam kepenghuluan mempunyai beberapa peran, dua hal penting yang penulis lihat adalah birokrasi sebagai alat bantu pengambilan keputusan hukum dan birokrasi sebagai sarana pencatatan pernikahan. Â
Contoh diatas adalah hanya salah satu dari bagian sistem kerja kepenghuluan, terlihat disana bahwa kepenghuluan sedemikian rupa membentuk hubungan atau relasi dan interaksi kongkrit antara hukum agama dan sistem birokrasi Negara atau pemerintahan, perkawinan begitu penting posisinya dalam agama dan Negara, dampak-dampak pernikahan mungkin tidak akan kita diskusikan disini atau akan kita bahas dilain tulisan, tapi melihat hal diatas akan menjadi pembuka kita melihat bagaimana kepenghuluan sungguh-sungguh merupakan sesuatu yang seharusnya kita beri perhatian lebih.
Hal lain dari kepenghuluan yang perlu kita dalami adalah keputusan hukum yang diambil atau dilakukan oleh penghulu, dalam kepenghuluan modern saat ini, hal perkawinan telah ada prosedur baku dari pemerintah dengan berbagai macam aturan, dari Undang-undang Perkawinan sampai Peraturan Menteri Agama, aturan-aturan tersebut adalah untuk membantu, mendata serta menyeleraskan Pernikahan agar lebih teratur dalam bernegara, agar "pencatatan pernikahan" istilah yang merujuk kepada pe-legalitasan perkawinan dalam aturan Negara bisa dilaksanakan.Â
Penghulu pada akhirnya menyesuaikan secara administrative terhadap sebuah pernikahan, maksudnya adalah pernikahan diharuskan memastikan sebuah pernikahan tidak hanya sah secara Agama islam namun juga harus bisa dicatatkan sebagai pernikahan yang legal dalam lembaran Negara (akta nikah) dimana untuk bisa mendapatkan ke legalan tersebut harus memenuhi aturan-aturan Negara.Â
Peran penghulu begitu penting dan sangat luar biasa unik, karena penghulu melakukan hal yang bisa dikatakan tidak biasa secara birokrasi dan otoritas. Satu sisi penghulu mengambil keputusan hukum seperti contoh diatas mengenai pemeriksaan Rukun nikah dan satu sisi penghulu juga menegakkan aturan-aturan pemerintah demi terlaksananya tata administrasi pernikahan.Â
Kedua sisi ini tentu saja adalah berbeda, yang bagi penulis seharusnya tidak bisa disatukan dengan melihat sistem Negara kita yang berazazkan trio politika, namun penghulu mau tidak mau telah melakukannya. Pengambilan keputusan hukum adalah ranah dari Yudikative, dan penegakan peraturan adalah perannya dari eksekutive. Bagaimana kita bisa menjelaskan abu-abunya penghulu disini?
mari kita lihat kepada pengambilan keputusan hukum yang dilakukan oleh penghulu, seperti dibicarakan diatas tadi, bahwa penghulu dalam melaksanakan tugas wewenang dan otoritasnya akan berujung kepada keputusan hukum, yang akan berdampak kepada sah tidaknya pernikahan, pernikahan dalam agama islam bukan sah secara selembar berkas, tapi sah sebagai peristiwa ibadah yang akan mengakibatnya halal haramnya hubungan suami istri, kejelasan keturunan serta waris, juga tanggung jawab sebagai suami istri, serta dosa pahala yang menyertainya dimana pernikahan adalah sebuah ibadah.Â
Dari sini hukum agama adalah utama dan pertama, sedangkan hukum Negara adalah mengikutinya, apakah ini akhirnya memperlihatkan pertentangan dengan Negara? Beruntungnya adalah ini bukan pertentangan, dimana Undang-undang perkawinan dalam ayat pertama bahwa pernikahan adalah sah menurut agama masing-masing.