Mohon tunggu...
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim Mohon Tunggu... Administrasi - biasa saja

orang biasa saja, biasa saja,,,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengajak Kebersamaan Islam di Indonesia

23 Oktober 2020   21:23 Diperbarui: 24 Oktober 2020   05:23 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokument pribadi ayif rendra kandangan

Mengajak Kebersamaan Islam di Indonesia

Oleh : Andin Alfigenk Ansyarullah Naim

Seperti pertarungan sepakbola, saling serang dan saling balas tendangan, kadang masing-masing tim berhasil menghasilkan sebuah gol, penonton bergembira sorak sorai, permainan semakin panas.

Perumpaan diatas adalah perumpaan sederhana, mengenai apa yang selalu hangat dalam politik islam yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini.

Kelompok traditional disana dan kelompok salafi modern yang juga disana.

Agak sulit mengklasifikasi kelompok mana yang benar benar bertarung, tapi setidaknya ada dua pandangan yang saling berhadapan untuk menggapai ekspetasinya masing-masing.

Politik memang menembus batas abu-abu apapun itu, hingga benar-benar sulit kita mengerti secara lugas, tiba-tiba saja kita mungkin tertipu akan apa yang kita percayai saat ini, kita harus sadar bahwa rerata kita bukan pemain politik itu sendiri, kita bukan pengambil keputusan politik , kita hanya penggembira di belakang layar yang jika beruntung kita mungkin bisa memberi sedikit pengaruh bagi si empu kebijakan.

Kelompok traditionalis di indonesia menurut pandangan pribadi saya sangat banyak macam dan beragam, masing-masing daerah dan pulau mempunyai kekhasannya masing-masing yang hingga kini masih belum banyak kita kenali dan pahami dengan sedemikian rupa.

Tak bisa misalnya sebuah kehidupan dan budaya serta tradisi Islam di ibukota kabupaten kota baru pulau laut akan dijadikan sebagai sebuah islam di indonesia, dan tak tepat pula tradisi islam disebuah kerajaan di kepulauan nusa tenggara adalah representasi dominan di indonesia saat ini, meski hal ini bisa diperdebatkan tapi saya percaya bahwa hal ini sulit untuk dibantah.

Nyatanya,  dominasi dalam wacana yang dibangun serta ditawarkan lebih mewakili kalangan Nahdatul Ulama atau NU, kita sering membaca hal itu ditelivisi, menontonnya di radio dan mendengarkannya dalam berbagai publikasi dimedia massa baik cetak maupun online.

Perputaran jaman memang memberi ruang dalam waktunya masing-masing, kebetulan (tentu ini menurut pandangan saya) ini waktu saat dan jaman yang  banyak memihak sebagai sebuah keberuntungan bagi NU yang tampil dominan dalam banyak hal.

Ada gambaran jika NU yang sebagai sebuah organisasi kemasyarakat islam memang menyebar ke seluruh indonesia bahkan luar negara dan mewakili wajah-wajah islam traditional.

Namun dalam pertarungan ini sangat terlihat jelas akan dominasi islam jawa didalamnya. Bagi saya yang berasal dari luar jawa memang awalnya agak kebingungan juga dengan banyak istilah istilah islam jawa yang sering muncul seperti Kiai, Gus, wali songo, dan sebagainya.

Seperti seorang teman saya anggota NU muda dari jawa timur yang kurang lebih berkata " harus diakui ini adalah sebuah keberuntungan bagi kami, yang dekat dengan kekuasaan, pers dan politik itu sendiri".

Hasilnya adalah semacam kebangkitan semangat,  pencerahan dan rasa percaya diri yang saat ini mereka rasakan yang harus kita akui pula memang mempengaruhi banyak dari kita, itu sesuatu yang tak terhindarkan.

Hal yang hampir mirip juga kita lihat dalam perkembangan salafi modern yang menyebar dengan sabar namun cepat mengambil merayap. Hanya dalam dua sampai tiga dekade saja perkembangan gerakan salafi modern ini sangat massif dan mengambil hati umat islam indonesia khususnya generasi muda modern perkotaan. Salafi modern yang tampil modis tapi agamis, dengan sistem dakwah yang manis dan jaringan keuangan yang baik adalah salah satu kunci sukses mereka.

Salafi modern merupakan sebuah pergerakan yang melintasi berbagai negara yang terpusat di saudi arabia, artinya gerakan ini tidak hanya di indonesia saja, tapi juga dapat ditemui di berbagai negara lain di dunia, khususnya negara-negara islam.

Seterusnya wajar saja ada gesekan kepentingan dan pertarungan, seperti yang kita rasakan saat ini. Kedua kutub ini seolah sulit bertemu dan duduk bersama, wajar saja memang keduanya mempunyai latar belakang sistem dakwah yang berbeda serta mungkin ekspetasi politik serta ekspetasi tradisi islam yang berbeda.

NU menurut saya wajar saja kawatir dan tersinggug dengan gerakan salafis modern yang sering kali menyerang mereka. Ditambah dengan kekawatiran tersebarnya wabah ideologi radikal tran nasional yang mungkin dibawa salafis modern.

NU merasa mempunyai kewajiban moral menjaga indonesia ini dari kehancuran karena NU adalah penjaga tradisi serta penjaga sejarah para penyebar islam yang telah berhasil dengan susah payah mengislamkan sebagaian indonesia.

Kata lainnya adalah islam traditional indonesia telah dengan susah payah mengislamkan indonesia dan juga ratusan tahun bertarung untuk kemerdekaan dari penjajah, ketika indonesia berhasil ditegakkan, tiba-tiba ada gerakan baru yang datang entah dari mana ingin mengambil indonesia dari tangan mereka, contohnya adalah gerakan khilafah yang sering kali didengung-dengungkan itu.

Dalam kacamata politis dan etik, gerakan salafis modern ini sesungguhnya juga tak elok pula, orang baru membangun rumah, malah ingin diambil dan direbut, sederhananya adalah seperti itu.

Anehnya adalah banyak pemuka dari gerakan salafi modern ini merupakan orang asli indonesia itu sendiri yang saya tidak tahu apakah mereka memahami sejarah indonesia dengan baik, baik sejarah penyebaran islam, dan juga tentang bahwa tidak mudah memerdekaan sebuah negara dari penjajahan modern atau bahwa negara ini adalah negara yang masih muda.

Namun mengingat salafis modern merupakan gerakan tran nasional hal ini mungkin tidak akan menjadi pertimbangan mereka untuk diteliti atau dipelajari.

Salafis modern adalah kenyataan yang harus kita akui, kita tidak bisa serta merta menuliskan mereka adalah negative, mereka mungkin positive dalam banyak hal, toh kita masih sama-sama muslim ahlus sunnah wal jamaah tapi hanya berbeda sedikit pandangan dalam cara dakwah dan lainnya. Pertarungan meskipun akan tetap ada tapi jangan sampai menjadi rusuh yang akan merugikan kita semua.

Bagi saya pribadi akan lebih baik bagi kita untuk lebih melirik dan meneliti sejarah islam di indonesia dengan lebih komprihensip, agar bisa kita lebih dapat berdiskusi dan melembutkan banyak hati karena pada kenyataannya kita masih bersaudara pula.

Penelitian sejarah mungkin akan memberikan hasil yang lebih adil, para pendakwah salafi modern akan bisa memahami hal ihwal bagaimana susah payahnya nenek moyang mereka menyebarkan islam, mereka saat ini dijaman modern mungkin gampang saja mendapati orang islam yang ingin mereka ceramahi dan mungkin pula mereka ejek segala perilaku tradisi yang tidak sesuai dengan gerakan salafis modern yang mereka pegangi, tapi jaman dulu apakah akan semudah itu menemukan orang islam untuk di dakwahi dan atau untuk mengejek mereka?

Tentu saja kita percaya itu tidak mudah. Tak salah bagi kita untuk mau memahami bagaimana islam tersebar di sebuah kepulauan yang beribu-ribu banyaknya ini.

Dan begitu pula sebaliknya kepada kaum traditionalis agar lebih tidak gegabah dan sabar serta jangan sempoyongan sehingga menghilangkan rasa simpati masyarakat kepada mereka. Dominasi Islam traditionalis yang diwakili oleh NU atau islam jawa dalam berbagai wacana keagamaan baik dalam politik serta akademik bagi saya berpotensi sangat tidak sehat untuk indonesia kedepannya.

Seperti saya jelaskan diatas bahwa mungkin tak tepat jika sebuah tradisi islam di suatu pulau  dijadikan barometer utama bagi islam indonesia mengingat begitu besar dan beragamnya indonesia ini. Dengan kata lain tradisi islam jawa tidak bisa mewakili tradisi islam indonesia itu sendiri secara umum.

Kita punya tradisi islam aceh, tradisi islam kepulauan melayu, tradisi islam batak, tradisi islam minang, tradisi islam banten, tradisi islam sunda, tradisi islam cerbon, tradisi islam jawa, tradisi islam betawi, tradisi islam banjar, tradisi islam bugis, tradisi islam gorontalo, tradisi islam buton, tradisi islam sumbawa, tradisi islam maluku, tradisi islam papua, dan tradisi-tradisi lainnya dan sebagainya yang masing-masing mempunyai sejarahnya masing-masing yang saling berbeda, dengan  tantangan masing-masing yang berbeda pula.

Kegemilangan islam aceh ratusan tahun lalu tak akan bisa dihilangkan perannya dalam membentuk islam indonesia saat ini, kita akan terus berterima kasih kepada mereka selamanya. begitu pula islam melayu yang tak akan lekang dimakan waktu yang mewariskan bahasa serta budayanya kepada indonesia, "melayu adalah islam " adalah sebuah frame politik dan budaya yang melekat ratusan tahun lalu hingga saat ini. 

Orang-orang minang mempunyai sejarah panjang pergolakan islam, "adat basandi syara, syara basandi kitabullah" ungkapan minang yang sangat kita kenal, yang para intelektual mereka telah mempengaruhi pemikiran islam kita dalam banyak hal.

Tradisi islam banjar yang mana saya adalah sebagai orang banjar dapat berbangga hati, jika ada yang menyebut Islam Nusantara maka ingatlah orang banjar dan ulama banjar yang selama ratusan tahun menyebarkan banyak ulama dibanyak daerah dan pulau di nusantara dari sumatera hingga malaya, seluruh kalimantan dan brunei , sulu, pulau jawa , sulawesi , maluku dan nusa tenggara, pun hingga saat ini.

Islam bugis yang tua dan mempesona,  islam maluku yang sangat tua begitu terkenalnya didunia, yang dicari-cari orang barat sebagai tujuan, yang pernah pula berhasil mengalahkan orang-orang barat pula. Islam papua yang tersembunyi dan sunyi dari perhatian tapi tak pernah padam cahayanya.

Kronologis sejarah munculnya berbagai kesultanan islam di nusantara dapat kita telisik dengan baik diberbagai,buku sejarah Kesultanan tertua ada di aceh, kemudian menuju semenanjung malaya, kemudian ke utara ke kamboja, ke brunei, ke manila, ke mindanau, ke suluk di filipina , kemudian ke maluku, baru kemudian ke jawa dan ke banjar serta sulawesi dan nusa tenggara.

Banyak teori tentang kapan, bagaimana dan siapa yang menyebarkan islam yang terus saja diperbedatkan tapi juga terus berkembang sesuai dengan bukti bukti sejarah yang terus ditemukan.

Tapi disini saya akan lebih menyoroti tentang sejarah penyebaran islam pulau jawa dan kalimantan yang hampir bersamaan dan dua daerah besar secara pengaruh diwilayah masing-masing pulau.

Ketika para wali berhasil mendirikan demak diutara pulau jawa akibatnya melemahnya pengaruh majapahit, serta merta pula demak berhasil mengislamkan kerajaan banjar yang saat itu mempunyai daerah paling luas di pulau kalimantan yang bisa dikatakan merupakan kerajaan paling besar dinusantara dijamannya menurut ukuran luasnya wilayah .

Dan demak kemudian mendirikan Giri, cerbon dan kemudian banten untuk mengililingi pulau jawa dan bertahap mengislam jawa merayap ke selatan dan seluruh jawa, begitu pula pulau kalimantan wilayah kerajaan banjar yang maha luas itu diislamkan secara bertahap.

Hal ini bisa menjadi dalil meski islam hadir lebih dulu dijawa secara politik dengan berdirinya demak tapi waktu dan penyebarannya hampir bersamaan dengan kalimantan. Baik jawa dan kalimantan mempunyai tantangannya masing-masing yang mana itu adalah sebuah kekayaan sejarah dan budaya serta kebanggaan bersama bagaimana islam tersebar dengan penuh perjuangan dan mengagumkan.

Kemudian meski mungkin saat ini peran para keturunan wali songo dipulau jawa sedang berada dipuncak pimpinan islam jawa, mereka sebaiknya harus sadar bahwa mereka tidaklah sendiri di nusantara ini, saya tidak ingin melemahkan atau meniadakan peran keturunan wali songo di pulau jawa, tapi saya ingin mereka bisa berbicara dengan para keturunan pengislam lainnya dinusantara ini, karena sekali lagi, mereka tidaklah sendiri dinusantara ini, ini akan menjadi sebuah jalan kegemilangan baru bagi nusantara.

Dengan begitu kita akan lebih bisa saling memahami,  kita akan tahu bahwa tradisi islam melayu rupanya lebih tegas dan egaliter, yang mana karakter islam jawa mungkin akan kesulitan untuk orang melayu, begitu pula lainnya tradisi feodalis islam jawa yang terlihat dari gelar-gelarnya dari kiai, gus, nyai juga tak dikenal dalam tradisi Islam melayu, islam banjar dan islam aceh. atau bagi islam jawa yang menawarkan islam nusantara tapi tak punya banyak pulau dapat belajar kepada karakter ulama banjar yang penyebarannya ulamanya luas di berbagai pulau di Nusantara.

Mudah-mudahan bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun