Mohon tunggu...
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim
Andin Alfigenk AnsyarullahNaim Mohon Tunggu... Administrasi - biasa saja

orang biasa saja, biasa saja,,,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melacak Jejak Andin Rama dalam Sejarah Banjar

11 Februari 2016   11:32 Diperbarui: 11 Februari 2016   11:46 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Andin-Rama dan Anang-Aluh merupakan gelar Kebangsawanan yang hilang secara misterius dalam masyarakat masyarakat Banjar modern. Di Nusantara ini dimana Feodalisme traditional masih sangat kuat dan berwibawa seolah bertolak belakang dengan kenyataan menghilangnya para Rama-Andin dan Anang-Aluh tersebut.

Hal ini lah yang kemudian membuat penulis merasa bahwa Sejarah Banjar sesungguhnya tidak cukup habis ditulis dalam hanya satu buku atau beberapa lembar kertas makalah.Apalagi pada sebagiannya berisi mitos dan legenda saja.

Sejarah Rama-Andin dan Anang-Aluh merupakan sebuah sejarah perjalanan sebagian masyarakat Banjar. Dua kelompok ini berperan kuat dalam masyarakat Banjar, dari awal kesultanan terbentuk hingga saat ini.

Memang Andin-Rama dan Anang-Aaluh tidaklah sepopuler gelar kebangsawanan Banjar lainnya seperti Pangeran, Gusti atau Antung, yang masih terus dipertahankan oleh banyak keturunannya secara turun temurun. Gelar Andin disebut-sebut dalam Hikayat Banjar sebagai gelar yang diberikan kepada bangsawan yang kalah perang dengan Pangeran Samudera dan diberikan wilayah di Batang Alai dan sekitarnya. Gelar Andin diberikan sebagai hukuman penurunan status karena Andin dianggap sebagai gelar bangsawan rendah. Ada lagi sebuah gelar kebangsawanan lokal di Kalua yang telah lenyap yaitu gelar Abi yang diturunkan secara turun temurun dari garis laki-laki.

Dari berbagai informasi yang berhasil dikumpulkan diketahui, gelar Anang-Aluh diberikan pada keturunan orang sepuluh dan Penguasa Banua lima atau Raja Banua lima yang beribukota di Sungai Banar dekat kota Amuntai saat ini. Sementara itu dalam Hikayat Kotawaringin juga disebut Andin merupakan gelar bagi anak-anak seorang wanita bangsawan tinggi Banjar yang dinikahi lelaki bukan bangsawan. Tradisi seperti ini masih berlaku di Martapura dan Banjarmasin hingga saat ini dengan status yang hampir sama dengan gelar Anang-Aluh dari keluarga keturunan Pangeran di Binjau Pirua Barabai. Sayangnya kedua gelar tersebut baik Andin dari Martapura maupun Anang-Aluh dari Barabai tidak dapat diturunkan kepada keturunan berikutnya.
Gelar andin juga dapat di temukan dalam Kerajaan Paser di Di Kalimantan Timur, juga sebagai gelar bangsawan Tinggi pada Kesultanan Bulungan di Provinsi Kalimantan Utara. Sementara itu di Kalimantan tengah ada keluarga yang menggunakan Andin sebagai nama keluarga.

Sejarah lisan pada banyak cabang keluarga keturunan Andin-Rama di Barabai meruncing kepada seorang utusan pengislam dari Demak pada awal berdirinya Kesultanan Banjar (1526 M) yang berpusat di desa Palajau Kecamatan Pandawan dimana keraton ibukota Kerajaan Alai sebagai tersebut di atas berada. Keraton ini menguasai watas Labuan Amas dan Batang Alai di mana berdiri Masjid Keramat Palajau yang menjadi salah satu mesjid tertua di tanah Banjar.( Penelitian Resmi Balai Arkeologi terhadap bahan bangunan mesjid Keramat Palajau dan Nisan Kuburan di sekitar Mesjid menghasil angka tahun diatas lima Ratus tahun, apakah hal ini artinya proses islamisasi lebih dulu di Hulu sungai? Tentu perlu kajian tersendiri.

Kerajaan yang dimaksud disini merupakan daerah setingkat Provinsi dibawah Kesultanan Banjar yang bersifat otonom dipimpin seorang Adipati yang kadang dipanggil juga sebagai Raja. Kekuasaannya diturunkan kepada keturunannya sendiri. Setelah penghapusan Kesultanan Banjar oleh Belanda, Kerajaan Alai dan Banua Lima otomatis juga ikut terhapus dalam makna aslinya namun masih tetap eksis sebagai sebuah teritori di bawah kekuasaan penguasa kolonial tersebut. Beberapa kerajaan lain yang sebelumnya diserahkan kepada Belanda sebelum Perang Banjar tetap berdiri hingga pertengahan abad 20 seperti Kerajaan Kotawaringin di Kalimatan Tengah. Hal serupa juga terjadi pada kerajaan-kerajaan kecil di daerah Kabupaten Kota Baru dan Kabupaten Batu Licin saat ini, seperti Kerajaan Cantung dan Bangkalaan pecahan Kerajaan Tanah Bumbu, Kusan, Kerajan Pulau Laut, termasuk Kerajaan Pagatan yang dipimpin bangsawan Bugis.

Hikayat banjar menyebutkan bahwa bangsawan yang kalah berperang dalam suksesi di awal berdirinya kesultanan Banjar diberikan gelar Andin dan diberi wilayah di Batang Alai dengan seribu orang penduduk. Hal ini seolah tidak bersesuaian dengan klaim para Andin-Rama yang mengklaim, gelar mereka itu diturunkan dari para pengislam awal utusan Demak. Namun jika diteliti lebih lanjut klaim tersebut tidak lah bertentangan mengingat pola islamisasi yang dijalankan oleh para pengislam memang banyak memasuki ranah politik, misalnya dengan menikahi putri bangsawan setempat atau malah menjadi seorang birokrat. Dari sinilah kemungkinan terjadi tumpang tindih pemahaman gelar Andin-Rama antara gelar birokrat-bangsawan dengan gelar ulama.
Menikahi Putri Bangsawan setempat merupakan cara diplomatis dan terhormat sehingga dakwah pengislaman menjadi lebih mudah. Mengadopsi gelar-gelar kebangsawanan setempat merupakan pola yang sama seperti yang dilakukan wali songo dan keturunannya dipulau Jawa seperti dengan memakai gelar Raden dan Tubagus. Sejarawan modern sepakat tentang metode ini.
Ketika Putri Betong dari Kerajaan Paser dinikahi oleh seorang Bangsawan keturunan Sunan Giri dari Giri Kedaton maka keturunannya kemudian memakai gelar Adji, sebuah gelar bangsawan lokal setempat. Mereka tidak menggunakan gelar Raden seperti kebiasaan yang dimiliki Sunan Giri dan keturunannya.

Hal yang demikian juga diperkirakan terjadi pada gelar Anang-Aluh di wilayah Daha Negara yang kemudian oleh Raja Banua lima Kiai Adipati Singasari ibukota dipindah ke Banua Sungai Banar dekat amuntai.

Orang sepuluh merupakan kumpulan sepuluh orang Pambakal dari hulu sungai yang berhasil mengalahkan serangan pemberontak dari wilayah Kesultanan Paser dalam sebuah upaya merebut kekuasaan Kesultanan Banjar di Martapura.Sebagai tanda terima kasih, sultan memberikan hadiah dengan membebaskan keturunannya dari pajak. Dipercaya bahwa salah satu dari orang sepuluh itu kemudian menjadi Adipati di hulu sungai dengan gelar Kiai Adipati Singasari.

Mengingat Andin-Rama dan Anang-Aluh merupakan gelar bangsawan rendah, para pengislam tidak mengadopsi gelar Gusti atau Antung karena gelar tersebut khusus bagi bangwasan tinggi yang memiliki darah murni Bangsawan Banjar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun