2. Menurut Madzhab Maliki
Bahwasanya duduk tawarruk dilakukan pada setiap duduk dalam sholat, entah duduk antara dua sujud, duduk pada saat tasyahud awal dan juga duduk pada saat tasyahud akhir.
Dalilnya yaitu Abdullah bin ‘Umar – radhiyallahu ‘anhuma – dimana beliau berkata:
إِنَّمَا سُنَّةُ الصَّلاَةِ أَنْ تَنْصِبَ رِجْلَكَ الْيُمْنَى وَتَثْنِيَ الْيُسْرى
“Sesungguhnya sunnahnya shalat (ketika duduk) adalah engkau menegakkan kaki kananmu dan menghamparkan (kaki) kirimu”
(HR. Bukhari)
Yang menjadi patokan dari hadits ini yaitu Abdullah bin ‘Umar mengajarkan bahwa duduk yang disyariatkan adalah duduk tawarruk, dan tidak disebutkan apakah duduk tersebut di awal ataukah di akhir yang menunjukkan keumuman lafadz hadits tersebut. Dan perkataan beliau “sunnahnya shalat” menunjukkan bahwa beliau menyandarkan hal tersebut kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
3. Madzhab Hanbali
Dalam madzhab ini memandang bahwa berbeda antara shalat yang memiliki satu tasyahhud dengan shalat yang memiliki dua tasyahhud. Adapun shalat yang memiliki satu tasyahhud maka duduk akhirnya sama dengan cara duduk diantara dua sujud, yaitu dengan iftirasy, adapun bila shalatnya memiliki dua tasyahhud, maka pada tasyahhud pertama dengan cara iftirasy, sedangkan yang kedua dengan cara tawarruk. Dan ini merupakan pendapat yang paling masyhur dari Imam Ahmad. Maka dalam pengaplikasian nya dalam sholat subuh atau sholat yang jumlah raka'at nya kurang dari 2, maka dilakukan duduk iftirasy pada rakaat terakhir.
4. Madzhab Syafi'i
Duduk yang bukan duduk akhir, dengan cara iftirasy, sedangkan duduk yang dilakukan pada tasyahhud akhir, dengan cara tawarruk. Dan tidak ada perbedaan antara shalat yang memiliki dua tasyahhud ataupun satu tasyahhud. Maka dalam pengaplikasian nya dalam sholat subuh atau sholat yang jumlah raka'at nya kurang dari 2, maka dilakukan duduk tawarruk pada rakaat terakhir.