Sholat merupakan rukun Islam yang ke 2 dimana sholat sendiri merupakan tiang dari agama islam. Maka perlunya kita mengetahui tata cara sholat yang benar sesuai dengan apnyng nabi Muhammad ajarkan kepada kita, sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Sholatlah kalian sebagimana kalian melihatku sholat". Dari dalil tersebut kita ketahui bahwa wajib atas kita untuk mengetahui tata cara sholat sesuai dengan apa yang beliau lakukan.
Dalam gerakan sholat salah satunya yaitu duduk iftirasy dan duduk tawarruk. Duduk iftirasy adalah duduk dalam shalat dengan cara duduk di atas telapak kaki kiri dan telapak kaki kanan ditegakkan. Biasanya dilakukan ketika duduk diantara dua sujud dan duduk pada saat melakukan tasyahud awal yang ada pada rakaat ke 2 dalam sholat.
Sedangkan duduk tawarruk, yaitu duduk dengan cara memajukan kaki kiri di bawah kaki kanan dan menegakkan telapak kaki kanan. Duduk tawarruk merupakan duduk yang dilakukan pada rakaat terakhir dalam sholat. Dan kedua duduk tersebut merupakan sifat sholat yang mustahab atau sunnah
Lalu bagaimana rakaat terakhir pada sholat subuh? Atau pada sholat lainnya yang jumlahnya kurang dari 2 rakaat?
Mungkin kita bingung apakah kita melakukan posisi duduk iftirasy karena rakaat ke 2 atau duduk tawarruk karena rakaat ke 2 merupakan rakaat terakhir dalam sholat?
Dalam kitab Taisir Al-'alam syarah 'Umdatul Ahkam menjelaskan ada beberapa perbedaan pendapat dari berbagai madzhab:
1. Menurut Madzhab Hanafi
Bahwa duduk iftirasy dilakukan pada setiap duduk dalam sholat, entah duduk antara dua sujud, duduk pada saat tasyahud awal dan juga duduk pada saat tasyahud akhir.
Dalilnya yaitu yaitu dari hadits yang diriwayatkan oleh Said Ibn Manshur, dari Wail Ibn juhr berkata:
"Aku sholat dibelakang nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam, ketika beliau duduk dan tasyahud beliau menghamparkan kaki kiri beiau dan duduk diatasnya"
2. Menurut Madzhab Maliki
Bahwasanya duduk tawarruk dilakukan pada setiap duduk dalam sholat, entah duduk antara dua sujud, duduk pada saat tasyahud awal dan juga duduk pada saat tasyahud akhir.
Dalilnya yaitu Abdullah bin ‘Umar – radhiyallahu ‘anhuma – dimana beliau berkata:
إِنَّمَا سُنَّةُ الصَّلاَةِ أَنْ تَنْصِبَ رِجْلَكَ الْيُمْنَى وَتَثْنِيَ الْيُسْرى
“Sesungguhnya sunnahnya shalat (ketika duduk) adalah engkau menegakkan kaki kananmu dan menghamparkan (kaki) kirimu”
(HR. Bukhari)
Yang menjadi patokan dari hadits ini yaitu Abdullah bin ‘Umar mengajarkan bahwa duduk yang disyariatkan adalah duduk tawarruk, dan tidak disebutkan apakah duduk tersebut di awal ataukah di akhir yang menunjukkan keumuman lafadz hadits tersebut. Dan perkataan beliau “sunnahnya shalat” menunjukkan bahwa beliau menyandarkan hal tersebut kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
3. Madzhab Hanbali
Dalam madzhab ini memandang bahwa berbeda antara shalat yang memiliki satu tasyahhud dengan shalat yang memiliki dua tasyahhud. Adapun shalat yang memiliki satu tasyahhud maka duduk akhirnya sama dengan cara duduk diantara dua sujud, yaitu dengan iftirasy, adapun bila shalatnya memiliki dua tasyahhud, maka pada tasyahhud pertama dengan cara iftirasy, sedangkan yang kedua dengan cara tawarruk. Dan ini merupakan pendapat yang paling masyhur dari Imam Ahmad. Maka dalam pengaplikasian nya dalam sholat subuh atau sholat yang jumlah raka'at nya kurang dari 2, maka dilakukan duduk iftirasy pada rakaat terakhir.
4. Madzhab Syafi'i
Duduk yang bukan duduk akhir, dengan cara iftirasy, sedangkan duduk yang dilakukan pada tasyahhud akhir, dengan cara tawarruk. Dan tidak ada perbedaan antara shalat yang memiliki dua tasyahhud ataupun satu tasyahhud. Maka dalam pengaplikasian nya dalam sholat subuh atau sholat yang jumlah raka'at nya kurang dari 2, maka dilakukan duduk tawarruk pada rakaat terakhir.
Madzhab Syafi'i dan Hanbali mengambil hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari – rahimahullah – dalam shahihnya dari Muhammad bin Amr bin Atha’ bahwa beliau pernah duduk bersama beberapa orang dari shahabat Nabi – shallallahu ‘alaihi wa sallam -[1] . Lalu kamipun menyebutkan tentang shalatnya Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – . Lalu berkata Abu Humaid As-Sa’idi :
أَنَا كُنْتُ أَحْفَظَكُمْ لِصَلاَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَيْتُهُ إِذَا كَبَّرَ جَعَلَ يَدَيْهِ حِذَاءَ مَنْكِبَيْهِ وَإِذَا رَكَعَ أَمْكَنَ يَدَيْهِ مِنْ رُكْبَتَيْهِ ثُمَّ هَصَرَ ظَهْرَهُ فَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ اسْتَوَى حَتَّى يَعُودَ كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَ يَدَيْهِ غَيْرَ مُفْتَرِشٍ وَلاَ قَابِضِهِمَا وَاسْتَقْبَلَ بِأَطْرَافِ أَصَابِعِ رِجْلَيْهِ الْقِبْلَةَ فَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ اْلآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ اْلأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ.
"Aku adalah orang yang paling menghafal diantara kalian tentang shalatnya Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam -. Aku melihatnya tatkala bertakbir , menjadikan kedua tangannya sejajar dengan kedua pundaknya, dan jika ruku’, beliau menetapkan kedua tangannya pada kedua lututnya, lalu meluruskan punggungnya. Dan jika beliau mengangkat kepalanya , maka ia berdiri tegak hingga kembali setiap dari tulang belakangnya ke tempatnya. Dan jika beliau sujud, maka beliau meletakkan kedua tangannya tanpa menidurkan kedua lengannya dan tidak pula melekatkannya (pada lambungnya), dan menghadapkan jari-jari kakinya kearah kiblat. Dan jika beliau duduk pada raka’at kedua, maka beliau duduk diatas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanan (duduk iftirasy), dan jika beliau duduk pada raka’at terakhir, maka beliau mengedepankan kaki kirinya dan menegakkan kaki yang lain, dan duduk diatas tempat duduknya – bukan di atas kaki kiri- (duduk tawarruk)".
Akan tetapi perbedaannya yaitu pada rakaat terakhir pada sholat yang berjumlah 2 rakaat atau kurang atau lebih tepatnya lagi sholat yang hanya memiliki 1 tasyahud saja.
Jika kita lihat dari pendapat madzhab Hanafi dan Maliki merupakan pendapat yang lemah, hal ini disebabkan karena mereka memandang kepada hadits-hadits yang datang dari Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – yang menjelaskan tentang salah satu cara duduk beliau, tanpa menoleh kepada hadits-hadits yang lain yang menjelaskan tentang cara duduk yang berbeda. Sehingga kalau kita mengamalkan seperti amalan madzhab Maliki, berarti kita tidak mengamalkan hadits-hadits yang menyebutkan tata cara duduk iftirasy, demikian pula halnya jika kita mengamalkan seperti amalan madzhab Al-Hanafiyyah, berarti kita meninggalkan beramal dengan hadits-hadits yang menjelaskan tentang cara duduk tawarruk.
Lalu pendapat mana yang kita ambil, apakah dari Madzhab Syafi'i atau Madzhab Hanbali?
Dalam ceramah ustadz Khalid Basalamah di YouTube mengatakan bahwa Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa boleh menggunakan kedua pendapat tersebut, yaitu melakukan duduk iftirasy sebagaimana pendapat madzhab Hanbali atau duduk tawarruk seperti pendapat madzhab Syafi'i.
Wallahu alam
Sumber:
Kitab Taisir Alam Syarah Umdatul Ahkam, halaman 119-120
https://mpu.bandaacehkota.go.id/2010/04/01/cara-duduk-tasyahhud-akhir-dalam-setiap-sholat/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H