Salah satu konsep fundamental dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram adalah Kramadangsa atau "si tukang klaim". Kramadangsa merepresentasikan ego atau "aku" yang selalu menuntut pengakuan dan pembenaran atas keinginan-keinginannya.
Kawruh Jiwa juga mengajarkan pentingnya mengendalikan ego dan keinginan duniawi. Ego sering kali membuat seseorang terikat pada status, jabatan, dan kekayaan material, yang dapat memicu tindakan koruptif. Dengan mengendalikan ego, individu dapat lebih fokus pada hal-hal yang lebih bermakna, seperti integritas, kejujuran, dan kontribusi positif bagi Masyarakat.Â
Dalam konteks pencegahan korupsi, kesadaran ini sangat penting karena membantu individu untuk tidak tergoda oleh status dan kedudukan yang bisa memicu perilaku koruptif, Selain itu, mengendalikan keinginan duniawi membantu seseorang untuk hidup lebih sederhana dan tidak tergoda oleh godaan materi yang tidak pernah berakhir.
- Manusia Tanpa Ciri (Wong Tanpa Tenger)
Mengembangkan Kesadaran Akan Kramadangsa (Keakuan) dan Manusia Tanpa Ciri Kramadangsa atau keakuan adalah identitas yang terbentuk dari status sosial, jabatan, dan kepemilikan material. Kesadaran akan kramadangsa membantu individu untuk memahami bahwa identitas sejati tidak terletak pada hal-hal eksternal tersebut, melainkan pada nilai-nilai intrinsik kemanusiaan.
a. Konsep ini mengajarkan untuk melepaskan keterikatan pada status dan jabatan, dan lebih fokus pada nilai-nilai ntrinsik kemanusiaan. Ini meliputi:
b. Melepaskan Keterikatan Pada Status dan Jabatan: Mengajarkan individu untuk tidak terlalu terikat pada status dan kedudukan, sehingga tidak tergoda untuk menyalahgunakan kekuasaan.
c. Mengembangkan Ketulusan Dalam Pelayanan: Mendorong individu untuk melayani dengan tulus, tanpa mengharapkan imbalan atau pengakuan.
d. Membangun Integritas Berbasis Nilai Universal: Menekankan pentingnya integritas dan moralitas yang berbasis pada nilai-nilai universal, yang melampaui kepentingan pribadi atau kelompok.
Dengan demikian, individu dapat menjadi lebih tulus, rendah hati, dan fokus pada kontribusi yang bermakna bagi orang lain.
Hubungannya dengan Pencegahan Korupsi:
- Ajaran tentang "Rasa Sama" Membantu Mengatasi Keserakahan
"Rasa sama" mengajarkan bahwa semua manusia pada dasarnya sama dan layak dihormati. Dengan memahami konsep ini, individu dapat mengurangi keserakahan dan keinginan untuk mengumpulkan kekayaan dengan cara yang tidak sah. Ini membantu dalam menciptakan sikap yang lebih adil dan empati terhadap orang lain.
- Konsep "Mulur-Mungkret" (Dinamika Keinginan) Mengajarkan tentang Pengendalian Nafsu Materialistis
Ki Ageng Suryomentaram memperkenalkan konsep "mulur-mungkret" yang menggambarkan sifat dinamis dari keinginan manusia. Mulur berarti mengembang, sedangkan mungkret berarti menyusut. Konsep mulur-mungkret menjelaskan bahwa keinginan manusia bersifat dinamis dan tidak pernah terpuaskan. Ketika satu keinginan terpenuhi (mulur), segera muncul keinginan baru yang lebih besar (mungkret). Dalam konteks korupsi, pemahaman ini penting karena banyak praktik korupsi bermula dari ketidakmampuan seseorang mengendalikan keinginan material yang tak terbatas.
Misalnya, seorang pejabat yang awalnya merasa cukup dengan gaji dan fasilitas yang dimilikinya mungkin akan terdorong untuk mencari sumber pendapatan tambahan melalui cara-cara ilegal setelah melihat peluang untuk memperoleh lebih banyak lagi.
- Pemahaman bahwa Kebahagiaan Sejati Tidak Terletak pada Harta Benda
Ajaran Ki Ageng Suryomentaram menekankan bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada harta benda, tetapi pada kedamaian batin dan hubungan yang baik dengan sesama. Pemahaman ini membantu individu untuk tidak tergoda oleh kekayaan material dan fokus pada nilai-nilai yang lebih luhur dan abadi.
Sedangkan bagaimana konsep "Memimpin Diri Sendiri" Ini dapat berhubungan dengan Pencegahan Korupsi?