Mohon tunggu...
Alfia Nur Azizah
Alfia Nur Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - lagi belajar
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

😃

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demokrasi di Indonesia

19 Oktober 2023   20:44 Diperbarui: 19 Oktober 2023   20:49 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

C. Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Seiring dengan berjalannya waktu, Indonesia mengalami beberapa perkembangan demokrasi yang mana setiap perkembangan demokrasi di Indonesia mencocokan dengan keadaan suatu bangs aitu sendiri. Perkembangan demokrasi di Indonesia diantaranya :

a. Demokrasi Parlementer (1950-1959)

Demokrasi parlementer di Indonesia adalah periode dimana sistem demokrasi parlementer diterapkan setelah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945. Era ini ditandai dengan adanya parlemen yang kuat, kabinet yang bertanggung jawab kepada parlemen, serta pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat. Demokrasi parlementer termasuk pada periode dalam sejarah politik Bangsa Indonesia ketika sistem pemerintahan negara didasarkan dengan prinsip-prinsip demokrasi parlementer. Periode ini dimulai pada kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 dan berlangsung hingga 1959. Pada awal kemerdekaan, Indonesia mengadopsi sistem demokrasi parlementer yang didasarkan pada model negara Belanda. Sistem ini mengakui kekuasaan legislatif yang kuat dengan parlemen sebagai lembaga yang paling utama. Pada saat itu ditandai dengan hal-hal stabilitas politik yang relatif karena beragamnya partai politik yang ada. Ada satu peristiwa yang sangat penting pada zaman ini yaitu penandatanganan Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) pada tahun 1950, yang menggantikan Konstitusi UUD 1945 yang terjadi saat Konferensi Meja Bundar (KMB). Yang dimana konstitusi RIS membuat sistem pemerintahan yang federal dengan negara bagian yang lebih otonom, tetapi sayangnya sistem seperti ini tidak dapat berjalan dengan cukup baik dan akhirnya diakhiri pada tahun 1959. Saat era ini terjadi, banyak sekali partai-partai politik yang memainkan peran sangat penting dalam politik Indonesia saat itu. Beberapa partai-partai yang besar pada saat itu seperti lain Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Komunis Indonesia (PKI) Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Masyumi, Partai Sosialis Indonesia (PSI), dan Partai Katolik. Meskipun ada perbedaan ideologi di antara partai-partai tersebut, mereka bersama-sama bekerja dalam sebuah koalisi pemerintahan yang dikenal dengan Serikat Nasional Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu terdapat ketegangan politik yang muncul selama era ini. Konflik antara partai-partai politik, terutama antara PNI dan PKI tidak dapat dihindari dan semakin memanas. Kondisi politik ini juga semakin tidak stabil yang akhirnya berujung pada sebuah peristiwa PRRI/Permesta terjadi pada tahun 1950, ketika beberapa daerah di Indonesia mengalami pemberontakan terhadap pemerintah pusat akibat dari kesenjangan yang terjadi. Pada akhir tahun tersebut juga yaitu 1950 situasi politik semakin tidak dapat dikendalikan dan pemerintahan demokrasi parlementer saat itu mulai sangat terancam. Pada tahun 1959, Presiden Soekarno resmi membuat keputusan untuk melakukan pengumuman tentang pembubaran demokrasi parlementer dan baru yang dikenal sebagai demokrasi terpimpin. Hal ini juga sekaligus menandai akhir dari era demokrasi parlementer itu sendiri yang nantinya akan dimulai era baru yaitu demokrasi terpimpin yang berlangsung hingga tahun 1965 nantinya.

b. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Selain demokrasi parlementer Bangsa Indonesia ternyata juga pernah menganut demokrasi terpimpin yang dimulai pada tahun 1959 dan berakhir pada tahun 1965 yang nantinya sekaligus presiden Soekarno turun dari jabatannya. Pada era ini, Presiden Indonesia saat itu masih diduduki oleh Soekarno ia mengusulkan konsep atau rancangan demokrasi terpimpin sebagai alternatif untuk sistem demokrasi parlementer yang ada telah dihapus sebelumnya. Rancangan demokrasi terpimpin presiden Soekarno ini didasarkan pada sudut pandang politiknya yang mencakup nasionalisme, anti-imperialisme, dan ketigaisme. Ia percaya bahwa sistem demokrasi parlementer yang telah diadopsi pada sebelumnya tidak sesuai dengan kondisi dan situasi Bangsa Indonesia dan ia mengusulkan demokrasi terpimpin sebagai penggantinya. Dalam demokrasi terpimpin ini, kekuasaan tertinggi nantinya dipegang oleh eksekutif yang secara luas dan terpusat pada presiden, dan parlemen memiliki sebuah peran yang lebih terbatas dari demokrasi parlementer sebelumnya. Presiden juga memiliki kewenangan yang cukup besar dalam mengambil keputusan politik tersebut serta nantinya dapat mengendalikan arah pembangunan Bangsa Indonesia. Pemerintah nantinya akan diorganisir dalam hal sistem "fungsional" yang terdiri dari berbagai lembaga yang mewakili berbagai kelompok masyarakat seperti petani, buruh, intelektual, dan tentara. Namun, demokrasi terpimpin yang terlaksana di Indonesia ini saat pemerintahan presiden Soekarno mengalami banyak sekali kritik dan juga kontroversi. Salah satu peristiwa yang sangat menjadi sebuah memori adalah peristiwa yang terjadi pada tahun 1965, yaitu peristiwa G30S/PKI yang nantinya berujung pada kejatuhan Soekarno dan naiknya Soeharto ke kekuasaan menjadi presiden yang diatur dalam Supersemar yaitu Surat Perintah Sebelas Maret yang isinya adalah menugaskan Soeharto untuk menuntaskan para PKI.

c. Demokrasi Pancasila (1965-sekarang)

Demokrasi pancasila adalah sistem demokrasi yang berdasarkan serta sesuai dengan Bangsa Indonesia serta berdasarkan pada dasar-dasar filsafat Pancasila, yang merupakan ideologi dasar negara Indonesia. Demokrasi pancasila mengintegrasikan prinsip-prinsip demokrasi dengan nilai-nilai Pancasila sebagai landasan dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Prinsip-prinsip demokrasi dalam sistem demokrasi pancasila mencakup pemilihan umum, kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat, kebebasan pers, serta pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia. Prinsip-prinsip ini memberikan warga negara Indonesia kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan politik dan mempengaruhi arah pembangunan negara. Selain prinsip-prinsip demokrasi, demokrasi pancasila juga mendasarkan diri pada lima sila pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Sila-sila ini mencerminkan nilai-nilai dasar yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam praktiknya, sistem Demokrasi Pancasila di Indonesia melibatkan pemilihan umum yang dilakukan secara teratur untuk memilih wakil- wakil rakyat di lembaga legislatif dan pemimpin-pemimpin negara, seperti presiden dan gubernur. Selain itu, kebebasan berpendapat, pers, dan berserikat dijamin oleh konstitusi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun