Mohon tunggu...
Alfiansyah_senja
Alfiansyah_senja Mohon Tunggu... Buruh - Penulis artikel, foto, dan traveling

Lahir dan besar di kota Balikpapan. "Setiap Malam adalah Sepi" adalah novel perdana yang berhasil dicetak lewat proyek indiependent. Novel ini bercerita tentang kehidupan urban seorang pekerja yang bekerja di malam hari di Kota Balikpapan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Orang Tidak Ada Pancasilanya

22 Juni 2020   23:05 Diperbarui: 22 Juni 2020   23:11 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Setiap tanggal 1 Juni selalu diperingati hari kelahiran Pancasila. Semua itu tidak lepas dari gagasan manifesto seorang Sukarno. Bung-nya Indonesia. Di tanggal 1 Juni 1945.  Bagaimana menyatukan manusia Indonesia yang berbeda agama, multikultur, multietnis, dan memegang kepercayaan yang berbeda agar tak terpecah belah, dan tercerai-berai. Sebelum Pancasila, kita mengenal Sumpah Pemuda 1928 yang dipelopori oleh Muhamamad Yamin, di mana komponen bangsa merelakan kedudukan dominannya demi persatuan bangsa.

Para pemuda bersatu, pemuda Jong Djawa merelakan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Jika saja bahasa Jawa yang dijadikan bahasa Republik Indonesia, maka akan dipahami javasentrisme dan bukan tidak mungkin kaum Batak, Minang, Sunda, Madura, Dayak, Bugis, Ambon, dan lain-lain tidak akan ikut.

Sebagai seorang ploklamator, Soekarno adalah sosok yang paling apik berkobar-kobar di atas mimbar. Dengan suara lantang meletup-letup membakar semangat rakyat agar melawan penjajah. Dan lagi-lagi jika Anda tidak percaya, dengarkanlah rekaman radio si Bung yang berpidato itu. "Kita tidak boleh berhenti bekerja untuk menghadirkan Pancasila". Itulah pesan beliau, yang selalu bekerja demi Indonesia.

Zaman sudah berubah. Ya, sudah berubah. Para punggawa itu akan kita kenang selamanya lewat kurikulim pelajaran, atau bacaan buku sejarah. Sejarah memang mengisahkan perjuangan para tokoh, dan mereka mewariskan : kemerdekaan. Namun konsep kemerdekaan tak akan berjalan afdol jika tatanan aturan dan konsep negara tak dikonsepkan sedemikian rupa. Aturan yang dibuat itu pun semakin tidak masuk akal, jauh dari ruh dan jiwa Pancasila.

"Orang tidak ada pancasilanya," itulah yang sering dikeluhkan oleh orang tua, yang kadang melihat, mendengar dan merasakan perilaku orang Indonesia yang jauh dari kesan budaya Pancasila. Tidak bertuhan, menindas yang lemah, mengerdilkan golongan, roda demokrasi menghamba uang, keadilan merupakan barang mewah bagi rakyat jelata.

Cara berpikir dan bertindak atas nama ideologi agama, yang pada inti sebenarnya membenarkan doktrin sempit agama yang berujung pada kekerasan dan kekuasaan, semakin merajarela. Padahal Bung Karno telah menyampaikan 4 prinsip dasar negara, yakni : 1.) Kebangsaan Indonesia; 2.)  Internasionalisme atau perikemanusiaan; 3.) Mufakat atau demokrasi; 4.) Kesejahteraan sosial.

"Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya bertuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa."

Tapi kenapa, masih ada segelintir orang Indonesia, lewat diskusi, debat, seminar dan (mohon maaf) pengajian-pengajian tertentu yang getol mengumandangkan jika tidak segolongan dan bahkan bukan kelompoknya (merujuk pada KTP : seagama) adalah orang-orang kafir. 

Kata kafir telah dituduhkan juga pada kaum yang beragama sama, namun berbeda pandangan. Dan lebih menjengkelkan lagi, ideologi pun juga dianggapnya kafir. Padahal, ideologi adalah ciptaan manusia sebagai konsep dan asas tujuan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Sedangkan agama menurut  ajaran samawi (dari langit), dibangun berdasarkan wahyu Tuhan melalui perantara malaikat kepada para nabi dan rasul yang kemudian disampaikan kepada umat manusia sebagai panduan jalan hidup. Dan mengapa hidup rukun dan bergandengan tangan adalah barang mewah?

Kemewahan itu pun jauh dari kata kemanusiaan. Korupsi menjadi pukulan langsung terhadap kemiskinan dan ketidakadilan. Dana kesejahteraan rakyat, pembangunan, dan fasilitas yang mestinya disalurkan, terhambat oleh para pejabat korup. Aktor ini kerap kali bermunculan. Tidak hanya berada di pusat, melainkan merambah ke pelosok desa. Kepala desa menyelewengkan dana desa, hingga ke pak RT yang menimbun sendiri dana bantuan sosial. Tidak memberikannya pada masyarakat yang membutuhkan.

Bagi saya, koruptor adalah orang yang sangat miskin. Jiwa dan hatinya yang miskin. Secara materi, para eksekutif, legislatif, dan yudikatif  adalah orang yang berpenghasilan lebih. Jauh dari kesan cukup, karena dapat gaji bulanan, fasilitas dan belum lagi tunjangan lainnya. Tidak pernah memikirkan : besok apakah masih ada beras untuk keluarga.

Jika arusnya seperti itu (sudah seharusnya orang yang menjabat mesti korupsi karena  mengembalikan modal kampanye, desakan dari petinggi partai), maka, korupsi adalah sebuah budaya yang kotor dan hina, dan untuk apa lagi diselenggarakannya demokrasi dengan cara pemilihan umum, jika orang yang nantinya kita pilih nanti dan telah menjabat, pasti akan korupsi? Mereka telah berinvestasi memakan uang rakyat. Itu sudah pasti!

Hukumannya pun "yang ringan-ringan" saja. Korupsi bermiliar-miliar, dendanya cuman beratus-ratus dan vonisnya di bawah 5  tahun. Adilkah?

Belum lagi runtuhnya rasa persatuan antar umat manusia. Runtuhnya sebuah persatuan sendiri karena kemampuan seseorang dalam melihat sebuah kasus yang terjadi, dewasa ini. Bagaimana setiap orang saling curiga, saling mencari keuntungan dalam setiap kesempatan, dan paling sering dipraktekkan adalah mengaku golongannya paling benar dan menebarkan ujaran kebencian tanpa ampun dan tanpa landasan yang tidak jelas. 

Anehnya, kita sangat mudah menerima informasi tersebut yang disebar oleh akun media sosial (medsos) semacam instagram dengan followers lebih dari 1000 pengguna medsos tanpa menyaringnya terlebih dahulu. Bahkan ikut terlibat untuk meng-like, meng-share dan berkomentar yang tidak baik. Video propaganda bertebaran dimana-mana, tanpa ada kontrol pemerintah, atau instansi terkait.

Tidak hanya itu, dampak negatif dari akun media sosial (terutama yang mempunyai pengikut lebih dari 10.000 followers) pun sangat tidak berbobot. Menghambat kemajuan budaya. Padahal, bagi kawula muda, medsos tersebut dijadikan patokan mereka sebagai sarana informasi sebuah peristiwa/kejadian, kebijakan pemerintah dan lain sebagainya. Sedangkan, media online resmi yang telah terverifikasi oleh dewan pers dinomorduakan. 

Dengan caption yang tidak berbobot (tidak berdasarkan kaidah jurnalis, bahkan sangat tidak masuk akal), video yang viral (tidak berkualitas), sedikit video humor semi-pornografi, mereka hadir, menjadi magnet agar pengguna media sosial mem-follow akun tersebut. Dijadikan iklan atau mendekati penguasa (ladang kampanye).

Anehnya, pemegang atau orang yang mengurus akun medsos tersebut adalah kawula muda. Padahal, sebuah pergerakan dan perjuangan bangsa Indonesia dipelopori oleh pemuda. Tapi, dewasa ini, yang tua-tua pun belum mampu memberikan contoh yang  baik. Ambil contoh menyebarkan berita hoaks, benci sana ; benci situ, sampai menebar fitnah (mohon maaf, paham kiri bangkit lagi) dengan video yang seolah-olah kita sudah berada di neraka, "mereka" salah dan "kita benar", jadi, siapa lagi yang bisa dijadikan panutan untuk menjadi orang Indonesia?

Dan kapan kata "mereka" itu benar-benar menjadi "kita" seutuhnya, dalam pengertian persatuan Indonesia?

Kecurigaan pada para wakil rakyat yang telah dipilih secara demokrasi. Curiga ini timbul dengan sendirinya akibat dari praktek "uang adalah segala-galanya". 

Uang adalah segala-galanya, yaitu suara rakyat bisa dibeli dengan uang. Uang adalah hamba dari segala hamba. Merasa pesimis, namun diam-diam mengambil uang si calon dan mencoblosnya di bilik suara. Curiganya : pasti orang yang dipilih dan telah "gol"  itu korupsi, karena ingin mengembalikan dana kampanye. 

Ketika dana kampanye telah terkumpul, maka, dia pun tidak sampai di situ. Menumpuk uang korupsi sebanyak-banyaknya, mengatasnamakan rakyat tanpa memikirkan kaum jelata. Landasannya: jabatannya hanya 5 tahun. Selama 5 tahun itu, mesti pandai-pandailah mengatur, mengelola dan memanfaatkan uang negara. Itulah kegagalan demokrasi saat ini.

Pancasila adalah ideologi bangsa dalam bernegara. Dalam penerapannya, jika kita mengenal konsep ketuhanan (orang beragama), maka akan mengenal kemanusiaan (tidak tamak atau tidak melakukan hal yang terkutuk), dari itu mulailah untuk membangun sebuah ikatan emosional (persatuan) yang sangat kokoh. Dari ikatan, maka hati rakyat akan serentak, bergerak, saling menghargai pendapat, dalam kedudukannya sebagai warga negara. Keadilan mesti barang mewah, mesti dimiliki oleh seluruh warga negara.

Ruh dan jiwanya akan hancur jika para pemimpin menjual ketuhanan demi kekuasaan, dari itu timbullah menghancurkan rasa kemanusiaan, meruntuhkan ruh persatuan, dan  jika pondasinya runtuh, maka tidak ada lagi yang dapat dipercaya, dan siap-siap saja ketidakadilan selalu membumbung tinggi, para pemimpin bergelimang harta di atas penderitaan rakyat.

Berbahagialah mereka yang bekerja dengan hasil keringatnya sendiri. Menjadi karyawan teladan, dengan gaji yang cukup, namun tidak pernah telat membayar pajak, demi kemajuan pembangunan  Indonesia.

Ingat-ingatlah rakyat Indonesia, terutama penguasa. Utang negara kepada Bank Dunia selalu berbunga. Jika Anda seorang pancasilais, ingat, ingatlah! Jangan jadi orang yang tidak ada pancasilanya. 

Balikpapan, 4 Juli 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun