Setahu saya, tempat penampungan sampah hanya ada satu, yaitu di rumah susun yang sekarang dijadikan tempat wisata. Sampah disitu pun selalu menumpuk. Tempatnya pun itu sangat jauh dari rumah warga. Jadi, secara instan,  warga lebih nyaman membuang sampah di sungai, dibanding pergi  ke tempat penampungan sampah. Tunggu air pasang masuk, buka pintu, langsung buang.
Taruhlah, di setiap kepala keluarga, dalam sehari menghasilkan 4 kg sampah organik dan non organik. Dikali 300 kepala keluarga. Jadi, 1.200 kg sampah dalam sehari.
Saya sangat cemas jika di jembatan itu tidak ditaruh bak sampah. Jika bak sampah tidak ada, maka wisatawan lebih leluasa buang sampah sembarangan.
Kami berdua adalah penikmat Sungai Manggar. Penikmat belum tentu tidak peduli. Hampir tiap kali memancing atau beraktivitas di sungai, sambil menghisap rokok, kami berdua selalu merenung dan kelihatan murung.
Jika ada relawan, komunitas, forum, kelompok, himpunan, organisasi, yang meluangkan waktunya gotong royong membersihkan sampah, terutama sampah di Sungai Manggar, saya pribadi, orang yang menyatakan siap membantu.
Jika saja membuang sampah pada tempatnya itu digaji, mungkin jarang ditemui orang membuang sampah di sembarang tempat. Â Padahal, kebersihan adalah pangkal dari iman. Tidak akan lagi ditemui paus memakan sampah. Nelayan menjaring sampah. Kail pancing mendapatkan sampah. Penyelam menemukan sampah.Â
Sungai Manggar, Balikpapan, 18 Januari 2018
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI