Seperti Pulau Maradapan, Pulau Marabatuan, Pulau Matasire, Pulau Kalambau, Pulau Kerayaan, dan pulau-pulau lainnya. Kata bapak saya, dulu, dari Mandar ke Pulau Jawa, pulau-pulau tersebut adalah tempat persinggahan untuk sekedar beristirahat, mencari bekal dan sebagai penanda sebentar lagi tiba di Pulau Jawa.
Puang Karaeng Taher
Pak Hamsah bercerita, di Pulau Masalembu orang Bugis dan Mandar adalah salah suku yang disegani. Disegani, bukan dari segi kekerasan, kriminal dan sifat-sifat tercela lainnya. Namun dari segi navigasi pelayaran atau ketika pergi mencari ikan, perkawanan, kesopanan, keteguhan, keberanian dan--mohon maaf--doti-doti-nya (ilmu magis).
"Ada di Pulau Masalembu jika kita dipatuk ular di sana, kita tidak akan selamat. Ya, bisa dikatakan meninggal dunia. Namun, kalau orang Bugis atau Mandar yang dipatuk, masih bisa bertahan hidup. Pokoknya di sana terkenal 'ilmunya'," katanya.
Lagi-lagi Pak Hamsah menegaskan, tidak ada niat untuk melebih-lebihkan atau pun mengurangi ceritanya. Mengenai Pulau Masalembu, katanya, ada nilai sejarahnya. Pulau Masalembu pertama kali ditemukan dan dihuni oleh orang dari Mandar. Nama orang tersebut adalah Taher. Orang-orang setempat biasa memanggilnya Puang Karaeng Taher.
"Saat ini, Puang Karaeng Taher telah tiada. Walau tiada, anak dan cucunya saat ini masih ada di sana dan bahkan kadang anak-anaknya pulang kampung mencari sanak dan keluarganya di Mandar (Sulawesi Barat)," tuturnya.
Ada cerita menarik terkait Puang Karaeng Taher. Ia adalah sesepuh di Pulau Masalembu dan ada banyak kelebihan yang sangat  membantu bagi para penduduk pulau. Jika ada kapal kayu atau kapal besi yang kandas di sekitar perairan Pulau Masalembu dan sangat susah ditarik ke laut, maka orang-orang setempat meminta bantuan Puang Karaeng Taher.
"Ini cerita yang saya adopsi dari orangtua saya. Atas 1izin Allah, dari darat Puang Karaeng Taher membantunya dari darat agar kapal itu kembali ke laut. Orang-orang menarik kapal dan dari darat Puang Karaeng Taher meniup-niupnya dari darat, maka kapal itu dapat bergerak dan kembali ke laut," ujarnya. Dengan Bangga ia mengisahkan cerita itu.
Saya menebak-nebak. Kedatangan Pak Hamsah ke Sumenep tidak lain dan tidak bukan apakah untuk keperluan membeli sembako?
"Benar, keperluan saya datang ke sini membeli bahan-bahan pokok seperti yang dijelaskan Abang. Di sana susah sembako, apalagi jika angin musim barat petani tidak ada di sana karena tidak cocok lahannya untuk bertani. Satu bulan tiga kali saya membeli sembako dan ongkos kapal, satu karung beras harganya 20 ribu dan satu karung semen ongkos kapalnya 25 ribu. Sembako di sana mahal, tabung gas melon di sana sampai 35 ribu," jelasnya.
Mayoritas penduduk di sana adalah nelayan. Jika musim ikan, harga ikan sangat murah bahkan tidak ada harganya (gratis).